Diskursus Kongres: Perbedaan revisi
Loncat ke navigasi
Loncat ke pencarian
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{DISPLAYTITLE:Diskursus Kongres}} | {{DISPLAYTITLE:Diskursus Kongres}} | ||
'''a''' adalah tulisan-tulisan dari berbagai pihak yang mendiskusikan isu-isu utama yang terkait dengan keulamaan perempuan dan isu keadilan gender dalam Islam, sebagai respon atas substansi dari Kongres yang diadakan selama tiga hari Kongres di Pondok Pesantren Kebon Jambu Babakan Ciwaringan Cirebon, 25 - 27 April 2017 M bertepatan dengan 28 - 30 Rajab 1438 H. | |||
{{Artikelfeat|title=[[Dinamika Diskursus Feminisme dan Kehadiran Ulama Perempuan]]|content=Istilah Feminisme memang tidaklah akrab di telinga masyarakat muslim. Mengingat selama ini konsep “Feminisme” dipandang untuk menyebut sebuah gerakan yang berasal dari Barat; dalam perkembangan era industri. Celakanya, di masyarakat banyak berkembang dikotomi yang mempertentangkan antara Barat versus Timur, Barat versus Islam, dan sebagainya. Namun, Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan, dua orang Feminis dari Asia Selatan mendefinisikan Feminisme sebagai “suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja, dan dalam keluarga, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun lelaki untuk mengubah keadaan tersebut” (Kamla dan Nighat, 1995:5). Dari definisi tersebut, 3 ciri utama feminisme adalah: a) menyadari adanya ketidakadilan gender di masyarakat maupun di keluarga, antara lain dalam bentuk penindasan dan pemerasan terhadap perempuan; (b) memaknai gender bukan sebagai sifat kodrati melainkan sebagai hasil proses sosialisasi; (c) memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.|line=[[Dinamika Diskursus Feminisme dan Kehadiran Ulama Perempuan|Selengkapnya...]]}}{{Artikelfeat|content=Nama-nama perempuan ulama/intelektual/cendikia, perjalanan hidup dan karya-karya mereka terekam dalam banyak buku-buku klasik Islam. Ibnu Hajar, ahli hadits terkemuka dalam bukunya: “Al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah”, menyebut 500 perempuan ahli hadits. Imam Nawawi, ahli hadits terkemuka menulis nama-nama mereka dalam bukunya “Tahzib al-Asma wa al-Rijal”, Khalid al-Baghdadi dalam “Tarikh Baghdad”, Ibn Sa’d dalam “Al-Thabaqat” dan al-Sakhawi dalam “al-Dhaw al-Lami’ li Ahli al-Qarn al-Tasi’” dan lain-lain. Imam al-Dzahabi, ahli hadits masyhur, penulis buku “Mizan al-I’tidal”, menyebut 4000 Rijal Hadits, terdiri dari laki-laki dan perempuan.|title=[[Perempuan Ulama Di Atas Panggung Sejarah]]|line=[[Perempuan Ulama Di Atas Panggung Sejarah|Selengkapnya...]]}} | {{Artikelfeat|title=[[Dinamika Diskursus Feminisme dan Kehadiran Ulama Perempuan]]|content=Istilah Feminisme memang tidaklah akrab di telinga masyarakat muslim. Mengingat selama ini konsep “Feminisme” dipandang untuk menyebut sebuah gerakan yang berasal dari Barat; dalam perkembangan era industri. Celakanya, di masyarakat banyak berkembang dikotomi yang mempertentangkan antara Barat versus Timur, Barat versus Islam, dan sebagainya. Namun, Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan, dua orang Feminis dari Asia Selatan mendefinisikan Feminisme sebagai “suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja, dan dalam keluarga, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun lelaki untuk mengubah keadaan tersebut” (Kamla dan Nighat, 1995:5). Dari definisi tersebut, 3 ciri utama feminisme adalah: a) menyadari adanya ketidakadilan gender di masyarakat maupun di keluarga, antara lain dalam bentuk penindasan dan pemerasan terhadap perempuan; (b) memaknai gender bukan sebagai sifat kodrati melainkan sebagai hasil proses sosialisasi; (c) memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.|line=[[Dinamika Diskursus Feminisme dan Kehadiran Ulama Perempuan|Selengkapnya...]]}}{{Artikelfeat|content=Nama-nama perempuan ulama/intelektual/cendikia, perjalanan hidup dan karya-karya mereka terekam dalam banyak buku-buku klasik Islam. Ibnu Hajar, ahli hadits terkemuka dalam bukunya: “Al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah”, menyebut 500 perempuan ahli hadits. Imam Nawawi, ahli hadits terkemuka menulis nama-nama mereka dalam bukunya “Tahzib al-Asma wa al-Rijal”, Khalid al-Baghdadi dalam “Tarikh Baghdad”, Ibn Sa’d dalam “Al-Thabaqat” dan al-Sakhawi dalam “al-Dhaw al-Lami’ li Ahli al-Qarn al-Tasi’” dan lain-lain. Imam al-Dzahabi, ahli hadits masyhur, penulis buku “Mizan al-I’tidal”, menyebut 4000 Rijal Hadits, terdiri dari laki-laki dan perempuan.|title=[[Perempuan Ulama Di Atas Panggung Sejarah]]|line=[[Perempuan Ulama Di Atas Panggung Sejarah|Selengkapnya...]]}} |
Revisi per 18 Agustus 2021 17.30
a adalah tulisan-tulisan dari berbagai pihak yang mendiskusikan isu-isu utama yang terkait dengan keulamaan perempuan dan isu keadilan gender dalam Islam, sebagai respon atas substansi dari Kongres yang diadakan selama tiga hari Kongres di Pondok Pesantren Kebon Jambu Babakan Ciwaringan Cirebon, 25 - 27 April 2017 M bertepatan dengan 28 - 30 Rajab 1438 H.
Istilah Feminisme memang tidaklah akrab di telinga masyarakat muslim. Mengingat selama ini konsep “Feminisme” dipandang untuk menyebut sebuah gerakan yang berasal dari Barat; dalam perkembangan era industri. Celakanya, di masyarakat banyak berkembang dikotomi yang mempertentangkan antara Barat versus Timur, Barat versus Islam, dan sebagainya. Namun, Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan, dua orang Feminis dari Asia Selatan mendefinisikan Feminisme sebagai “suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja, dan dalam keluarga, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun lelaki untuk mengubah keadaan tersebut” (Kamla dan Nighat, 1995:5). Dari definisi tersebut, 3 ciri utama feminisme adalah: a) menyadari adanya ketidakadilan gender di masyarakat maupun di keluarga, antara lain dalam bentuk penindasan dan pemerasan terhadap perempuan; (b) memaknai gender bukan sebagai sifat kodrati melainkan sebagai hasil proses sosialisasi; (c) memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.
Nama-nama perempuan ulama/intelektual/cendikia, perjalanan hidup dan karya-karya mereka terekam dalam banyak buku-buku klasik Islam. Ibnu Hajar, ahli hadits terkemuka dalam bukunya: “Al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah”, menyebut 500 perempuan ahli hadits. Imam Nawawi, ahli hadits terkemuka menulis nama-nama mereka dalam bukunya “Tahzib al-Asma wa al-Rijal”, Khalid al-Baghdadi dalam “Tarikh Baghdad”, Ibn Sa’d dalam “Al-Thabaqat” dan al-Sakhawi dalam “al-Dhaw al-Lami’ li Ahli al-Qarn al-Tasi’” dan lain-lain. Imam al-Dzahabi, ahli hadits masyhur, penulis buku “Mizan al-I’tidal”, menyebut 4000 Rijal Hadits, terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Diskursus Kongres Ulama Perempuan Indonesia
- Perempuan Ulama Di Atas Panggung Sejarah
- Kartini, Kiai Sholeh Darat, dan Kupi
- Mengurai Keresahan Sesama KPI dan KUPI
- Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
- Cirebon Tandai Kebangkitan Feminis Muslimah di Indonesia
- Reinterpreting Islam: First The Female Clerics, Now The Feminists
- Makna Ulama Perempuan
- Keadilan Hakiki Bagi Perempuan
- Dinamika Diskursus Feminisme dan Kehadiran Ulama Perempuan
- Hati Kartini dalam Nurani Peserta Kupi
- Indonesian Muslim Women Engage with Feminism
- Ulama Perempuan: Eksistensi dan Peran
- Meneguhkan Kembali Peran Ulama Perempuan
- Kongres Ulama Perempuan di Cirebon
- Ulama Perempuan Indonesia di Cirebon
- Suara Ulama Perempuan di Ruang Fatwa
- Kongres Para Perempuan yang Bangkit
- KUPI: Wadah Konsolidasi Ulama Perempuan
- KUPI; Geliat Perempuan Dalam Membangun Peradaban Dunia
- Menanti Fatwa Perempuan Ulama
- Kongres Ulama Perempuan: Modalitas Perempuan Dalam Kontestasi Global
- Grassroots Leaders Show The Way
- Suara Perempuan Ulama Untuk Umat
- Peran Ulama Perempuan Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Umat* (Nyai Umi Kaltsum dan Batik Ciwaringin)
- Strategi Dakwah Ulama Perempuan Dalam Meneguhkan Nilai-Nilai Keislaman, Kebangsaan, Dan Kemanusiaan
- Momentum Penguatan Keulamaan Perempuan
- Respon Pesantren Terhadap Keulamaan Perempuan: Studi Kasus Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin
- Ma`Ahd Aly Ulama Perempuan: Sebuah Usulan Konstruksi
- Agama, Perempuan, dan NKRI: Melawan atau Mendudukkan Kodrat
- Tantangan dan Peluang Ulama Perempuan Dalam Menebarkan Islam Moderat di Indonesia
- Pesantren Babakan sebagai Ladang Persemaian Benih Keulamaan Perempuan (Refleksi Seorang Alumni)
- Isu Poligini di Kongres Ulama Perempuan Indonesia
- Jihad dan Respon Islam Terhadap Radikalisme
- Penghapusan Kekerasan Seksual dan Kongres Ulama Perempuan Indonesia
- Sistem Hukum Terkait Kekerasan Seksual Di Indonesia Dan Reformasi Hukum Yang Dibutuhkan
- Aleta, Patmi & Parsiyem; Potret Perjuangan Perempuan Menyelamatkan & Memulihkan Tanah Air
- Fatwa KUPI (Bukan) Soal Hukum Aborsi
- Khitan Perempuan: Pandangan Ulama Timur Tengah & Refleksi Tenaga Medis