Hasil Musyawarah Keagamaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia Ke-2

Dari Kupipedia
Revisi per 25 Juli 2024 05.58 oleh Agus Munawir (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Bismillah, walhamdulillah. Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) ke-2 di Semarang dan Jepara (23-26 Nopember 2022) dengan segala prosesnya yang panjang dan partisipatoris berjalan dengan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah untuk Rasulullah Muhammad Saw pembawa risalah yang menjadi rahmat bagi alam semesta, dan secara nyata melakukan transformasi sosial untuk mewujudkan kemanusiaan dan peradaban yang berkeadilan.

Musyawarah Keagamaan merupakan kegiatan inti Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), selanjutnya disebut MK KUPI, baik yang pertama di Cirebon (April 2017), maupun kedua di Jepara (Nopember 2022). Ini adalah konsekuensi logis dari keberadaan KUPI sebagai gerakan ulama perempuan yang bersifat intelektual, kultural, sosial dan spiritual. Sebagai pewaris Nabi Saw, ulama baik yang berjenis kelamin perempuan maupun laki-laki, mengemban amanah dan tanggungjawab mewujudkan risalah Islam yang rahmatan lil alamin dengan berpegang teguh pada tauhid dan nilai-nilai prinsipil Islam, serta berorientasi pada tujuan syariat (maqashid asy-syariah), dan kemaslahatan manusia, tak terkecuali kelompok lemah (dhu’afa) dan dilemahkan (mustadh'afin) yang sering terpinggirkan dan terlupakan.

Amanah dan tanggungjawab ini meniscayakan adanya kepekaan melihat, memahami, mendiskripsikan dan menganalisa masalah agar pandangan keagamaan yang dihasilkan MK KUPI dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan Islam, menjadi solusi masalah yang nyata adanya, menjadi pedoman perilaku keagamaan umat Islam yang membawa kemaslahatan, serta menjadi rujukan kebijakan negara dalam hal-hal yang relevan.

MK KUPI merespon persoalan kemanusiaan, kebangsaan dan kesemestaan, terutama yang dialami dan atau berdampak langsung pada kehidupan perempuan, yang seringkali dilegitimasi oleh penafsiran tertentu atas nama Islam. Persoalan yang direspon adalah yang bersifat masif dan ada di wilayah kultural dan sekaligus struktural. Setelah melalui serangkaian diskusi yang bertingkat dan partisipatoris, MK KUPI ke-2 memutuskan pandangan dan sikap keagamaan mengenai lima persoalan berikut ini:

  1. Peminggiran Perempuan dalam Menjaga NKRI dari Bahaya Kekerasan atas Nama Agama;
  2. Pengelolaan Sampah untuk Keberlanjutan Lingkungan Hidup dan Keselamatan Perempuan;
  3. Perlindungan Perempuan dari Bahaya Pemaksaan Perkawinan;
  4. Perlindungan Jiwa Perempuan dari Bahaya Kehamilan Akibat Perkosaan; dan
  5. Perlindungan Perempuan dari Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan yang Membahayakan tanpa Alasan Medis.

Dalam membahas setiap tema, MK KUPI memiliki perspektif yang khas, yakni Keadilan Hakiki, Mubadalah dan Ma'ruf. Tiga konsep ini menjadi tritunggal perspektif KUPI saat ini. Tentu sangat diharapkan dalam KUPI berikutnya ada konsep lain yang makin menguatkan perspektif Islam yang mengintegrasikan empat visi KUPI, yaitu visi keislaman, keindonesiaan, kemanusiaan, dan kesemestaan.

Setiap tema, awalnya menjadi pembicaraan di berbagai komunitas, lalu dipilih Majlis Musyawarah KUPI untuk menjadi kepedulian bersama yang kemudian harus dibahas dan dijawab MK KUPI secara metodologis. Selanjutnya, ia dibahas dalam serangkaian halaqah di berbagai daerah, yang melibatkan ulama perempuan dari berbagai pesantren dan perguruan tinggi, para pakar dan praktisi, serta mendengarkan pengalaman perempuan (biologis, sosiologis, psikologis, intelektual dan spiritual) terkait tema tersebut, baik perempuan penyintas, maupun pendamping. Pembahasan setiap tema ini sudah berjalan secara mendalam oleh berbagai lembaga. Setidaknya, sejak tahun 2020, beberapa lembaga penyelenggara KUPI telah melakukan berbagai kegiatan berikut ini:

  1. Rahima telah melakukan berbagai pelatihan metodologi fatwa KUPI, terutama dengan tema khusus pemaksaan perkawinan. Proses ini menghasilkan draft tentang isu pemaksaan perkawinan yang menjadi bahan beberapa halaqah pra-Kongres. Dalam kegiatan ini, selain para ulama perempuan, juga hadir dokter, pakar, psikolog dan psikiater serta korban dalam halaqah-halaqahnya.
  2. Fahmina juga melakukan berbagai pelatihan metodologi fatwa KUPI dengan tema pencegahan ekstremisme dan radikalisme keagamaan, dan tema pelestarian lingkungan melalui pengelolaan sampah rumah tangga. Proses ini menghasilkan draft yang menjadi bahan beberapa halaqah pra-KUPI 2 terkait dua tema tersebut. Dalam kegiatan ini, selain ulama perempuan, hadir juga para pakar, praktisi, perempuan penyintas, aktivis LSM yang bergerak di isu ini, selain para ulama perempuan dari perguruan tinggi dan pesantren. Fahmina juga menerbitkan buku “Metodologi Fatwa KUPI”, yang digunakan seluruh ulama perempuan dalam melakukan proses fatwa, baik melalui halaqah yang dilaksanakan Fahmina, Rahima maupun Alimat.
  3. Sementara Alimat melakukan serangkaian halaqah yang secara khusus mendiskusikan tema Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP) dan perlindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan. Kegiatan-kegiatan ini melibatkan jaringan ulama perempuan, dokter, tenaga kesehatan, dan korban. Alimat juga melakukan riset dokumen pada isu perlindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan.
  4. Aman Indonesia, secara khusus juga mengadakan berbagai kegiatan, untuk menjaring berbagai data, pengalaman, pengetahuan, dan pemihakan korban dan penyintas, terkait isu ekstrimisme dan terorisme. Hasil dari kegiatan ini, bersama hasil dari kegiatan Fahmina, Jalastoria dan yang lain, menguatkan perspektif perempuan dalam halaqah-halaqah pra-KUPI 2, yang kemudian menjadi draft terkait tema peminggiran perempuan dalam perlindungan NKRI dari kekerasan berbasis agama.

Draft-draft hasil dari berbagai kegaitan di atas, tentang lima tema besar itu, kemudian dikaji lebih khusus lagi dalam halaqahhalaqah resmi menjelang Kongres di Pesantren Bangsri Jepara. Ada Halaqah Region Barat di Medan (4-6 Oktober 2022), Halaqah Region Tengah di Yogyakarta (30 september - 2 oktober 2022), dan Halaqah Region Timur di Makassar (17-19 September 2022). Lalu, konsolidasi draft dilakukan pada Halaqah Nasional di Jakarta (17-18 Oktober 2022), untuk menghasilkan draft akhir yang akan dibawa dalam Kongres di Jepara. Setelah dibahas dalam kegiatan utama, yaitu Musyawarah Keagamaan pada saat Kongres (26 Nopember 2022), hasilnya dirumuskan kembali oleh Tim Perumus dan kembali dimusyawarahkan bersama, hingga disahkan menjadi hasil resmi MK KUPI-2 sebagaimana di dalam buku ini.

Sistematika Hasil MK KUPI ini dimulai dengan tashawwur (deskripsi masalah) yang diakhiri dengan pertanyaan, adillah (dasardasar hukum), istidlaal (analisis terhadap dasar-dasar keputusan), sikap dan pandangan keagamaan, taushiyah (rekomendasi), maraji’ (referensi), dan mulhaqat (lampiran-lampiran). Terkait dengan sumber rujukan, perlu dijelaskan bahwa KUPI, sebagaimana umat Islam di seluruh dunia, menjadikan Al-Qur'an dan Hadits sebagai rujukan utamanya, yang diperkuat, diperluas, dan diperjelas oleh Aqwal Ulama. Dalam hal ini, Aqwal Ulama mencakup kaedah ushul fikih, kaedah fiqhiyah, maqashidus syariah, juga pendapat ulama dalam turats islami/kitab kuning, baik ulama klasik maupun kontemporer, dari negara berbahasa Arab maupun tidak (termasuk Indonesia), ulama laki-laki maupun perempuan, secara kolektif melalui lembaga fatwa atau secara pribadi.

Sebagai bagian tak terpisahkan dari bangsa Indonesia, MK KUPI juga menjadikan Konstitusi Negara sebagai rujukannya. UUD 1945 dalam pandangan KUPI adalah kesepakatan bangsa Indonesia yang dibuat dan mengikat semua warga negara, yang isinya sejalan dengan prinsip-prinsip dan tujuan syariat Islam. Pandangan keagamaan KUPI hadir dalam konteks masyarakat dan bangsa Indonesia yang terikat oleh Konstitusi Negara sebagai kesepakatan bersama. Karena itu, Konstitusi Negara menjadi penting sebagai rujukan fatwa keagamaan.

Selain itu, KUPI juga hadir untuk mengakui keulamaan perempuan demi peradaban yang berkeadilan bagi semua umat manusia, termasuk perempuan. Ikrar Kebon Jambu dan Ikrar Jepara menjelaskan hal ini. Selama berabad-abad, dalam pembahasan masalah yang terkait dengan perempuan sekalipun, perempuan seringkali dianggap tidak ada, terlupakan atau terpinggirkan. Suara dan pengalaman hidupnya sebagai manusia tidak atau kurang didengar dan dipertimbangkan, baik pengalaman biologis, psikologis, sosial, intelektual maupun spiritual. Akibatnya, fiqh atau tafsir tidak selalu mampu menghadirkan kemaslahatan bagi perempuan.

Oleh karena itu, KUPI memberikan perhatian khusus pada pengalaman hidup perempuan sebagai manusia seutuhnya dan subyek hukum sepenuhnya serta menjadikannya sebagai pertimbangan penting dalam mengambil kesimpulan hukum dan pandangan keagamaan. Apa yang ditempuh KUPI ini sejatinya bukan hal yang sama sekali baru. Dalam jurisprudensi Islam, para ulama sejak berabad-abad yang lalu telah menjadikan realitas sosial sebagai sumber hukum, di samping Al-Qur'an dan Hadits. Digunakannya kaedah al-‘Adah Muhakkamah (adat sebagai rujukan hukm) dan al-‘Urf (kebiasaan masyarakat) menjadi bukti dari perujukan pada realitas sosial ini. Metode mencari data dari lapangan juga sudah dilakukan para ulama melalui Istiqra'

Perkembangan pemikiran hukum Islam kontemporer, sebagaimana telah berlaku di Darul Ifta' Mesir, telah menjadikan ayat-ayat kauniyah (tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta, baik manusia secara biologis maupun psikologis, raga maupun jiwa, individual maupun sosial, juga alam raya) sebagai rujukan perumusan hukum, di samping ayatayat qauliyah (firman Allah Swt dalam Al-Qur'an maupun wahyu dari Allah yang disampaikan kepada dan dilafadzkan oleh Nabi Muhamamd Saw. melalui hadits). Baik ayat kauniyah maupun qauliyah semuanya bersumber dari Allah Swt. Manusia dengan akal budinya harus mampu membaca semua ayat itu.

Dalam konteks inilah KUPI memberikan penekanan dan penguatan tentang perlunya membaca ayat-ayat kauniyah berupa data, fakta, serta pengalaman biologis, psikologis, dan sosial perempuan yang sering terlupakan dalam perumusan hukum selama ini. Pengalaman hidup perempuan sebagai manusia perlu dipertimbangkan karena perempuan adalah subyek sekaligus obyek hukum, terlebih jika hukum tersebut langsung terkait dengan tubuhnya, nasibnya, dan peri kehidupannya baik sebagai makhluk biologis, sosial, intelektual, maupun spiritual.

Untuk memberi jalan keluar dari berbagai masalah penting dan strategis, namun tidak bisa dibahas dalam kegiatan utama yaitu MK KUPI, panitia menyediakan ruang untuk membahasnya dalam diskusi paralel yang diselenggarakan secara partisipatoris, dengan melibatkan kementerian dan lembaga negara, perguruan tinggi, LSM, Pesantren, dan Ormas Islam. Ada 21 tema yang dibahas dalam diskusi paralel di KUPI 2 di Pesantren Hasyim Asy'ari Bangsri Jepara. Ada yang terkait dengan isu-isu sosial, ada yang terkait dengan keulamaan perempuan, ada pula yang terkait dengan strategi gerakan. Dokumen lengkap tentang semua halaqah, konferensi internasional, seminar nasional dan diskusi paralel yang menjadi agenda KUPI 2 akan dipublikasikan tersendiri. Secara digital, semua dokumen ini juga akan disimpan dan dipublikasikan di Kupipedia.id.

Perjalanan panjang dan metodologi MK KUPI ini perlu dijelaskan sebagai bentuk pertanggungjawaban ilmiah KUPI atas pandangan keagamaannya. KUPI menyadari sepenuhnya tidak semua orang, dengan argumennya masing-masing, dapat menerima hasil MK ini. KUPI menghormati dan mengapresiasi semua respon atas hasil MK KUPI-2 ini, baik yang setuju dan mendukung, yang ingin tahu lebih dalam, maupun yang belum atau tidak mendukung. KUPI membuka diri untuk terus membangun dialog pemikiran. Yang penting, dialektika ilmiah dan proses saling belajar terus menerus berjalan secara bersahabat dan bermartabat agar ada pemahaman hingga kesepahaman.

Jika tidak pun, bisa tetap ada kesalingpahaman atas ketidaksepahaman yang ada. Para imam mujtahid telah mencontohkan betapa perbedaan pendapat dapat disikapi secara arif, dan justru diambil hikmahnya, yakni adanya pilihan pendapat keagamaan bagi umat yang beragam keadaan dan kebutuhannya. Umatlah yang pada akhirnya menentukan mana pandangan keagamaan yang paling tepat, maslahat, menjadi solusi, menenteramkan hati, sekaligus dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan Islam. Para ulama Islam telah berabad-abad hidup dalam kedewasaan dan kearifan perbedaan pendapat yang dengannya khazanah Islam menjadi kaya dan terus berkembang. Hasil MK KUPI-2 ini diharapkan dapat memperkaya khazanah pemikiran Islam, khususnya di Indonesia. Sebagai hasil ijtihad, apalagi kolektif (ijtihad jama'i), ia tidak bisa dibatalkan oleh ijtihad yang lain. Dalam kaidah ushul fiqh, disebutkan “Suatau ijtihad tidak gugur karena ada ijtihad lain” (بالاجتهاد لاينقض الاجتهاد).

Akhirnya, dengan mengucapkan Bismillah wa la haula wa la quwwata illa Billah, KUPI mempersembahkan hasil Musyawarah Keagamaan ini kepada umat Islam, bangsa Indonesia dan dunia, serta siapa saja yang memerlukan, khususnya yang memiliki ghirah dan semangat mewujudkan peradaban yang berkeadilan bagi laki-laki dan perempuan. Peradaban yang berkeadilan adalah wujud Islam yang rahmatan lil alamin dan akhlakul karimah yang menjadi indikator tercapainya maqashid asy-syariah (tujuan syariah). Dan KUPI, dengan izin Allah dan pertolongan-Nya, akan senantiasa menjadi bagian yang terus berikhtiar mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan umat yang berakhlakul karimah, sehingga membentuk peradaban yang berkeadilan sebagaimana dicita-citakan.

Berikut beberapa naskah hasil musyawarah keagamaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) ke-2:

  1. Hasil Musyawarah Keagaaman KUPI ke-2 tentang Peminggiran Perempuan dalam Menjaga NKRI dari Bahaya Kekerasan Atas Nama Agama
  2. Hasil Musyawarah Keagaaman KUPI ke-2 tentang Pengelolaan Sampah untuk Keberlanjutan Lingkungan Hidup dan Keselamatan Perempuan
  3. Hasil Musyawarah Keagaaman KUPI ke-2 tentang Perlindungan Perempuan dari Bahaya Pemaksaan Perkawinan
  4. Hasil Musyawarah Keagaaman KUPI ke-2 tentang Perlindungan Jiwa Perempuan dari Bahaya Kehamilan Akibat Perkosaan
  5. Hasil Musyawarah Keagaaman KUPI ke-2 tentang Perlindungan Perempuan dari Pemotongan dan Pelukaan Genetalia Perempuan (P2GP) yang Membahayakan tanpa Alasan Medis