Pra Musyawarah Keagamaan tentang Peran Perempuan dalam Melindungi NKRI dari Bahaya Ekstremisme Beragama
Merawat negara adalah kewajiban setiap warga negara, baik laki-laki maupun perempuan. Menanamkan nilai-nilai kebangsaan untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme pada generasi yang akan datang adalah salah satu cara untuk menjaga persatuan, menjaga nilai-nilai kebangsaan yang tertuang pada Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Laporan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) Tahun 2021 yang dirilis oleh Setara Institut menyoroti tren penyeragaman di masyarakat yang semakin memperkuat intoleransi.
Ekstremisme berbasis agama merupakan fakta yang mencederai empat pilar kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Esensi nilai dasar negara dalam Pancasila mengamanatkan prinsip kebangsaan yang berlandaskan pada nilai religius ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai keadilan, nilai keadaban, dan nilai demokrasi. Sementara itu, visi gerakan ekstremisme berbasis agama yang cenderung mengarah pada perubahan pilar kebangsaan Indonesia semestinya harus dicegah.
Nilai-nilai kebangsaan inilah sebagai pendekatan dalam mendalami fenomena ekstremisme. Ekstremisme merupakan momok masyarakat dan musuh bangsa sehingga perlu menjadi perhatian semua elemen masyarakat bangsa. Istilah ekstremisme kekerasan kerap kali digunakan bergantian dengan terorisme.
Merujuk pada pernyataan al-Qur’an, hadis, pendapat ulama dan penegasan UU yang berlaku, maka segala hal yang menghambat kekokohan negara dengan menanamkan nilai kebangsaan dan mencegah segala bentuk tindakan ekstremisme harus dihilangkan. Hal ini menjadi kewajiban seluruh warga negara baik laki-laki dan perempuan serta semua lapisan, mulai lingkup terkecil seperti keluarga sampai tingkat negara.
Sepanjang sejarah pergerakan perempuan Indonesia, nilai-nilai Pancasila ikut mempengaruhi pembentukan identitas perempuan Indonesia. Jika membaca kembali sejarah gerakan perempuan, sesungguhnya perempuan Indonesia sudah lama berkontribusi dalam upaya kemerdekaan Indonesia. Salah satu momentumnya adalah Kongres Perempuan Indonesia pada tahun 1928.
Dalam kaitannya dengan pencegahan ekstremisme beragama, peran penting ulama perempuan menjadi sangat krusial dalam memberikan pemahaman terhadap narasi-narasi keagamaan yang terkait dengan fiqh jihad.
Pada tanggal 25 November 2022 dalam Halaqah paralel, forum dibuka oleh Siti Rofi’ah dengan bertawassul kepada para ulama dan para pejuang KUPI yang telah mendahului kita semua. Selanjutnya diberikan kepada moderator acara yaitu Kamilia Hamidah.
Kamilia Hamidah memberi pengantar terkait mengapa KUPI penting mengangkat isu peminggiran perempuan dalam menjaga NKRI dari bahaya kekerasan atas nama agama. Peran perempuan masih kurang maksimal dalam pencegahan ekstrimisme, sebelum KUPI proses pembahasan isu ini telah melalui perjalanan panjang melalui berbagai Halaqah, baik regional maupun nasional. Selanjutnya kesempatan diberikan kepada narasumber masing-masing 10 menit. Poin-poin kunci yang disampaikan adalah ekstrimisme selalu dipertentangkan dan tidak ada definisi pasti terkait istilah itu, ekstremisme bisa jadi sangat subjektif dan memiliki bagasi politik tertentu terkait bagaimana negara menerjemahkan. Peran negara dan bagaimana mengartikulasikan istilah ekstremisme ini juga tergantung pada suatu kondisi khusus. Negara bisa jadi akan mengeluarkan pandangan karena misi pertaruhan perebutan kekuasaan. Ekstremisme agama di Indonesia juga sangat dipengaruhi olehnya. Ekstrimisme bisa dilihat dan diidentifikasi, karena seseorang yang terpapar paham ekstrimisme akan mengalami atau melewati proses radikalisasi seperti keyakinan boleh mendominasi orang lain, internalisasi intoleransi, keengganan berkomunikasi dan berelasi dengan orang yang berbeda cara pandang keagamaan dan agama, menyetujui penggunaan kekerasan sebagai alat politik, dan keterlibatan perempuan digunakan sebagai pengalih, mereka akan lebih luput dilihat dari aparat keamanan, karena perempuan dinilai lebih tidak mungkin untuk melakukan kekerasan / ekstremisme.
Komnas Perempuan sebagai lembaga nasional: Pendidikan public, memastikan dukungan dan edukasi terhadap public yang kemudian dirumuskan dalam rekomendasi kebijakan. Ruang kerjasama salah satunya adalah perumusan fatwa. Membangun sistem pemulihan bagi setiap yang terlibat dan menjadi bagian dari ekosistem ini.
Kekerasan atas nama agama mengancam esensi negara. Mengarah pada penghancuran pilar kebangsaan. Sesi dilanjutkan dengan diskusi peserta dan narasumber. [] (ZA)
Selengkapnya untuk mendapatkan dokumen-dokumen pendukung kegiatan ini bisa lihat di Dokumen Kegiatan Pra Musyawarah Keagamaan tentang Peran Perempuan dalam Melindungi NKRI dari Bahaya Ekstremisme Beragama.