Alasan 780 Ulama Perempuan Berkongres di Cirebon
Sebanyak 780 ulama perempuan dari berbagai daerah di Indonesia dan juga negara lain menghadiri Kongres Ulama Perempuan Indonesia (Kupi) di Cirebon, Jawa Barat, 25-27 April 2017.
“Sejarah Islam mencatat bahwa ulama perempuan telah menjadi bagian dari setiap perkembangan peradaban Islam, termasuk Indonesia,” kata Sekretaris Umum Komite Pelaksana KUPI, Ninik Rahayu, Selasa, 25 April 2017. Namun sayangnya, catatan tentang kiprah ulama perempuan dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia sangat kecil akibat konstruksi sejarah yang sepihak.
Untuk itu, kata Ninik, dibutuhkan upaya kultural dan struktural untuk menegaskan kembali kerja-kerja sosial keulamaan perempuan dalam meneguhkan nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan. “Atas dasar itulah muncul gagasan untuk menyelenggarakan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI),” kata Ninik.
Sebanyak 780 ulama perempuan itu terdiri dari 580 orang peserta dan 200 orang pengamat. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan sejumlah negara. Ada pun tema yang diangkat yaitu Peran Ulama Perempuan Dalam Meneguhkan Nilai Keislaman, Kebangsaan dan Kemanusiaan. Kongres tersebut akan digelar di Pondok Pesantren Kebon Jambu, Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon mulai 25 hingga 27 April 2017.
Dalam kegiatan tersebut, ratusan ulama perempuan mengadakan seminar internasional, seminar nasional dan musyawarah fatwa tentang persoalan kebangsaan aktual di ruang publik dengan metode yang bisa dipertanggungjawabkan.
Untuk seminar internasional tentang ulama perempuan rencananya akan menghadirkan beberapa narasumber dari Indonesia dan sejumlah negara. Di antaranya Pakistan, Afganistan, Malaysia, Saudi Arabia, dan Nigeria. Sedangkan seminar nasional tentang ulama perempuan akan diisi diskusi panel tentang sejarah, peran, tantangan, strategi dakwah dan metode studi Islam ulama perempuan dalam menjawab isu-isu kontemporer di Indonesia.
Sementara itu perwakilan dari Arab Saudi, Hatoon Al Fasi, pada seminar internasional ulama perempuan yang berlangsung di IAIN Syekh Nurjati, Selasa 25 April 2017 mengungkapkan jika ulama perempuan bertanggung jawab menyampaikan Islam moderat, kesetaraan serta kemanusiaan. “Di Arab Saudi, ulama perempuan atau alimat adalah para pendidik perempuan,” kata Hatoon.
Mereka ahli dalam studi agama yang memiliki kemampuan untuk memberikan fatwa dan ijtihad. Mereka juga memiliki pengetahuan tentang Islam yang dapat memberikan spirit kesetaraan dan keadilan. Sayangnya, di dunia Arab, para alimat tidak banyak.
Ketika berbicara tentang perempuan Arab Saudi, lanjut Hatoon, hal tersebut menjadi lebih kompleks karena perempuan harus memikul beban tradisi negara Islam yang menjadikannya sangat kaku dalam semua tingkatan. “Baik politik, ekonomi dan social,” katanya.
Info Artikel
Sumber Original | : | Tempo.co |
Penulis | : | IVANSYAH |
Tanggal Terbit | : | 25 April 2017 |