Di Cirebon, Kongres Ulama Perempuan Rumuskan Fatwa Soal Isu Kontemporer
Setidaknya 1.200 peserta dari 15 negara termasuk Indonesia menghadiri Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang digelar selama beberapa hari ke depan di Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon. Ketua KUPI Hj. Badriyah Fayyaumi mengungkapkan, ada tiga tujuan utama digelarnya acara yang baru pertama kali di Indonesia bahkan dunia itu.
Pertama adalah mengakui dan mengukuhkan keberadaan dan peran ulama perempuan dalam sejarah Islam dan Indonesia.
“Kedua adalah membuka ruang ulama perempuan tanah air dan dunia untuk berbagi pengalaman tentang kerja pemberdayaan perempuan dan keadilan sosial dalam rangka membumikan nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusia,” jelas Badriyah seperti dilaporkan detik.com di acara prekongres KUPI di Kampus Pascasarjana IAIN Gunun Jati, Kota Cirebon, 25/4.
Tujuan terakhir, adalah membangun pengetahuan mengenai ulama perempuan dan kontribusinya bagi kemajuan dan peradaban umat manusia. “Sekaligus merumuskan fatwa dan pandangan keagamaan ulama perempuan Indonesia tentang isu-isu kontemporer dalam perspektif Islam rahmatan lil alamin,” ucapnya.
Selain tiga poin utama itu, KUPI juga akan mengeluarkan sebuah rekomendasi dalam menjawab permasalahan kekerasan seksual, pernikahan anak, perusakan alam, ketimpangan sosial, migrasi, hingga radikalisme.
Selama ini, kata Badriyah, peran ulama perempuan seolah tenggelam dan terpinggirkan. Padahal selama ini banyak kaum akademisi dan intelektual perempuan yang berkontribusi cukup besar untuk Islam dan negaranya.
Badriyah mengungkapkan, ulama sendiri dalam Al Quran dan Hadist merupakan bentuk jamak dari kata ‘alim’ bermakna orang yang tahu atau sangat berilmu. Sehingga tidak menunjukkan batasan disiplin ilmu tertentu atau gender.
Dalam rangkaian KUPI, Kementerian Agama menyelenggarakan ‘International Seminar on Womens Ulama’ di IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Kegiatan ini diselenggarakan bekerjasama dengan Panitia Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), dan AMAN (The Asian Muslim Action Network), dilansir portal kemenag.go.id.
Tampil sebagai narasumber, Kepala Balitbang dan Diklat Kemenag Abdurrahman Masud (mewakili Menag), Rektor IAIN Syekh Nurjati Sumanta, serta sejumlah aktivis perempuan dari berbagai Negara. Mereka adalah Zainah Anwar (Malaysia), Bushra Qadeem (Pakistan), Hatoon Al-Fasi (Saudi Arabia), Roya Rahmani (Afghanistan), Ulfat Hussein Masibo (Kenya), Rafatu Abdul Hamid (Nigeria), serta Badriyah Fayumi, Siti Ruhaini Dzuhayatin, dan Eka Srimulyani (Indonesia).
Para pembicara umumnya memberikan apresiasi atas penyelenggaaan KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia) ini. Ini merupakan langkah mulia dalam membangun peradaban keumatan dan kemanusiaan yang asasi, papar Zainah Anwar di Cirebon, Selasa (25/04).
Aktivis perempuan asal Malaysia ini memuji keberhasilan Indonesia dalam menyeleraskan sejumlah kebijakan dan akses yang terbuka bagi kalangan perempuan. Dia menilai, tidak ada perlakuan kebijakan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan di Indonesia. Ini perlu diapresiasi setinggi-tingginya, ujarnya.
Bahkan, meski persoalan radikalisasi agama masih ditemukan di Indonesia, namun Zainah Anwar menilai kekokohan Islam Indonesia yang moderat akan mampu meredam masalah itu. []
Islamindonesia.id, 26 April 2017