2021 Relevansi Ketentuan Kompilasi Hukum Islam Tentang Masa Berkabung Perspektif Mubadalah

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
2021 Relevansi Ketentuan Kompilasi Hukum Islam Tentang Masa Berkabung Perspektif Mubadalah
NO PHOTO.jpg
JudulIstinbath: Jurnal Hukum
SeriVol. 18 No. 2 (2021)
Tahun terbit
2022-01-12
ISBN2527-3973
Nama Jurnal : Istinbath: Jurnal Hukum
Seri : Vol. 18 No. 2 (2021)
Tahun : 2022-01-12
Judul Tulisan : Relevansi Ketentuan Kompilasi Hukum Islam Tentang Masa Berkabung Perspektif Mubadalah
Penulis : Hud Leo Perkasa Maki, Nawa Angkasa, Amrina Rosyada, Ibnu Akbar Maliki, Lisna Mualifah (IAIN Metro)

Abstract

Ihdad is a period of mourning performed by the wife and husband, this is confirmed in KHI article 170 CHAPTER XIX about the period of mourning. However, in the article some words have the potential to cause problems, where the text in article 170 paragraph (1) greets women while not for men. The four words are wajib, iddah time, mourning, and slander. While the men in article 170 paragraph (2) are greeted with the word propriety. The perception raised by the article is the emergence of gender injustice in the form of stereotypes for women as a source of chaos. This study aims to find out how mubadalah reads the vision of ihdad reciprocity in KHI and mubadalah strategy in creating ihdad reciprocity for men and women. This research is a qualitative research using a content analysis approach, namely by dismantling KHI as an authoritative text with a trilogy of mubadalah (mabadi ', qawa'id, and juz'i). Meanwhile, to reveal the meaning of propriety in article 170 paragraph (2), the theory of „urf is used. The findings of the study are that in the perspective of mubadalah implicitly the text in article 170 already greets men and women. The application of the strategy of mubadalah in ihdad must pay attention to the traditions of the community. The contribution of this research is to increase the wealth of knowledge about the understanding of ihdad in KHI which has a vision of mubadalah as well as provide a strategy of mubadalah in realizing the reciprocity of ihdad so that it can be applied in society with a social and legal approach.

Keywords: Ihdad, KHI, Mubadalah

Abstrak

Ihdad merupakan masa berkabung yang dilakukan istri maupun suami, hal ini ditegaskan dalam KHI BAB XIX pasal 170 tentang masa berkabung. Akan tetapi dalam pasal tersebut terdapat beberapa kata yang berpotensi menimbulkan problem secara gender, di mana teks dalam pasal 170 ayat (1) menyapa perempuan sedangkan tidak bagi laki-laki. Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan pendekatan content analysis, yakni dengan membongkar KHI sebagai teks otoritatif dengan trilogi mubadalah (mabadi‟, qawa‟id, dan juz‟i). Data diperoleh dari sumber data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Selanjutanya data dianalisis secara kualitafi dengan menerapkan cara berpikir deduktif. Dari hasil penulusuran pasal 170, diketahui ada empat kata yang berpotensi menimbulkan problem terkait ihdad dalam perspektif mubadalah, ke empat kata itu adalah wajib, masa iddah, berduka cita, dan fitnah. Sedangkan laki-laki dalam pasal 170 ayat (2) disapa dengan kata kepatutan. Persepsi yang ditimbulkan oleh pasal tersebut ialah timbulnya ketidakadilan gender berupa stereotip bagi kaum perempuan sebagai sumber kekacauan. Sedangkan untuk mengungkap makna kepatutan pada pasal 170 ayat (2), digunakan teori „urf. Hasil temuan dalam penelitian ialah bahwa dalam perspektif mubadalah secara implisit teks pada pasal 170 sudah menyapa laki-laki dan perempuan. Penerapan strategi mubadalah dalam ihdad harus memperhatikan tradisi masyarakat.

Kata kunci: Ihdad, KHI, Mubadalah

Untuk membaca penuh artikel ini silahkan klik tautan berikut: https://doi.org/10.32332/istinbath.v18i2.4019