Yulianti Muthmainnah

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Yulianti Muthmainnah, S.H.I, M.Sos
Yulianti Muthmainnah.png
Tempat, Tgl. LahirLampung, 17 Mei 1984
Aktivitas Utama
  • Dosen Institut Tehnologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta dan Kepala Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan (PSIPP). ITB-AD Jakarta
Karya Utama
  • Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (2021)

Yulianti Muthmainnah, S.H.I, M.Sos lahir di Tanjungkarang, Lampung, pada tanggal 17 Mei 1984. Ia adalah dosen dan ketua Komunitas ‘Aisyiyyah Institute Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta. Saat ini ia menjabat sebagai Kepala Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan (PSIPP) di kampus yang sama.

Yulianti sudah mengenal Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) sejak awal mula gerakan ini dirumuskan. Ia adalah alumni Pengkaderan Ulama Perempuan (PUP) Rahima angkatan pertama, yaitu tahun 2005 dan juga alumni Pelatihan Tingkat Tinggi Kader Tarjih DKI Jakarta pada tahun 2019. Profilnya dimuat dalam buku berjudul Profil Kader Ulama Perempuan Rahima; Merintis Keulamaan untuk Kemanusiaan. Dalam perhelatan KUPI tahun 2017, ia terlibat dalam kepanitian, mengikuti halaqah pra KUPI mengenai metodologi fatwa KUPI, sampai perumusan fatwa dan gerakan paska kongres.

Riwayat Hidup

Yulianti Muthmainnah adalah anak pertama dari 4 bersaudara. Sejak usia 2 tahun Yuli telah ditinggal oleh ayahnya sehingga mamanya yang mengurus, mendidik, dan membesarkannya dengan ajaran agama yang kental. Mamanya selalu shalat sambil mengeraskan suaranya sehingga Yuli kecil hafal bacaan shalat dengan sendirinya karena sering mendengarkan mamanya. Mamanya selalu berkata bahwa ia tidak bisa mewariskan harta, sesuatu yang bisa diwariskan hanyalah ilmu. Oleh sebab itu, keempat anaknya diminta untuk concern terhadap pendidikan meskipun hanya Yuli yang tertarik mendalami kajian agama.

Sebagai anak pertama, Yuli merasa memiliki tanggung jawab agar bisa menjadi contoh bagi adik-adiknya. Tidak ada waktu bermalas-malasan dan Yuli selalu berprestasi sejak kecil. Ketika duduk di bangku sekolah dasar, ia tampil membaca puisi baik dalam acara Pramuka, selebrasi 17 Agustus, dan acara di kantor gubernur mewakili sekolah.

Awal mula Yuli tertarik mendalami isu agama adalah karena ia kerap mendengar pemahaman yang seksis dan bias gender. Sehingga setelah lulus dari SD Muhammadiyah I Labuhan Ratu, Bandar Lampung, ia memutuskan menjadi santri di Pondok Pesantren Darunnajah Ulu Jami Jakarta Selatan atas kemauannya sendiri.

Di pondok pesantren, Yuli juga selalu menjadi juara kelas. Ia meraih juara pidato atau muhadloroh tiga Bahasa, yakni bahasa Arab, bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia. Selain berpidato, Yuli juga kerap menjuarai perlombaan puisi dan teater. Sampai ia duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), ia masih kerap menjuarai berbagai perlombaan di bidang yang sama.

Sejak Sekolah Menengah Pertama Yuli sudah mulai berpikir kritis dan mempertanyakan segala hal yang menurutnya tidak masuk akal. Misalnya, setiap kali perempuan haid di pondok diajarkan untuk mengumpulkan kuku yang dipotong sebelum mandi suci agar tidak meminta pertanggungjawaban di akhirat. Baginya hal ini membuat perempuan ketika haid merasa sangat kotor dan tidak bisa merawat kebersihan diri. Padahal haid adalah kodrat perempuan yang tidak bisa dipilih kapan ia harus datang dan selesai.

Masih banyak lagi pandangan agama yang menurut Yuli bias gender sehingga Yuli membutuhkan banyak jawaban dan pengetahuan terkait hal tersebut. Ia juga pernah merasa iba kepada seorang perempuan yang ia lihat di layar kaca sebuah infotainment karena mendapati hukum perceraian yang tidak adil. Hal ini menyebabkan Yuli sempat ingin menjadi hakim.

Setelah lulus SMA di Madrasah Aliyah Negeri (MAN Model) I Bandar Lampung, Yuli memutuskan untuk kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah mengambil jurusan Peradilan Agama. Yuli sempat tidak ingin kuliah di UIN Syarif Hidayatullah tetapi mamanya mencoba menahannya dengan meminta Yuli mengikuti perkuliahan selama satu semester. Ternyata pada semester pertama, Yuli mendapatkan IPK dengan nilai 3.70 lalu pada tahun berikutnya nilainya tetap bagus. Akhirnya mamanya meminta Yuli untuk tetap melanjutkan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah.

Masa kuliah Yuli tidak seperti mahasiswa pada umumnya yang tinggal menerima uang saku bulanan kurang lebih Rp300.000 dari orangtua. Mamanya hanya mampu memberikannya uang saku sebesar Rp150.000. Namun karena nilainya yang bagus, Yuli mendapatkan beasiswa dari Bank Indonesia dan beasiswa skripsi dari PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.

Yuli tumbuh menjadi mahasiswa yang kritis dengan terus mempertanyakan berbagai mata kuliah yang menurutnya bias gender kepada dosen pengampu mata kuliah. Sampai sebagian temannya menilai kalua tindakannya terlalu kritis, namun justru membawanya pada IPK 4.00 pada semester 4-6. Bahkan Yuli menjadi mahasiswa lulusan tercepat dan termuda dari Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada Februari 2005 dengan masa pendidikan 3 tahun 5 bulan.

Selain mencari beasiswa, Yuli juga menjadi karyawan magang ketika masih berkuliah. Ia mencoba bekerja sebagai asisten pengacara di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sahid. Karena sejak dini ia dididik untuk hidup sederhana, ia pun sering berpuasa selama menjadi mahasiswa dan hidup dengan minimalis hingga kini.

Setelah lulus dan menikah, Yuli melanjutkan studi melalui jalur beasiswa ke Universitas Paramadina. Pada saat kuliah magister ia baru saja melahirkan. Oleh sebab itu, ia dan suaminya berbagi peran untuk mengurus anak dan melakukan pekerjaan domestik. Ketika memutuskan untuk studi lanjut, Yuli juga memutuskan untuk berjualan guna menambah pemasukan keluarga. Karena pada waktu itu ia juga tengah bekerja di Komnas Perempuan dan tidak diperkenankan untuk cuti. Ia pun kemudian memutuskan untuk resign.

Tesis Yuli menjadi tesis terbaik dan ia juga menjadi wisudawan terbaik dengan nilai IPK 3.74 pada jurusan Diplomasi-Hubungan Internasional Universitas Paramadina pada bulan Desember 2015. Ia juga mendapatkan dukungan beasiswa pendidikan dari Medco Energi, beasiswa tesis dari The Ford Foundation, dan Prudential.

Tokoh dan Keulamaan Perempuan

Ketika menjadi mahasiswa, Yuli masih melanjutkan hobinya sejak kecil, yaitu menulis dan membaca. Ia meresensi buku karya Ratna Saptari dan Brigitta yang berjudul Perempuan Bekerja dan Perubahan Sosial. Ia juga aktif menulis di JIMM Front Advokasi. Selain menulis, ia kerap menghabiskan waktu untuk membaca. Buku-buku terbitan Lingkar Pena habis dibacanya.

Namun ada sebuah buku yang mengusik pikirannya, yaitu buku karya Nawal El Shaadawi yang berjudul Perempuan di Titik Nol. Menurutnya buku ini sangat membuatnya tertarik untuk mengkaji lebih dalam terkait isu feminis sampai akhirnya ia bertemu dengan Swara Rahima.

Baginya Swara Rahima adalah air di gurun pasir. Artikel-artikel Swara Rahima memiliki frekuensi yang sama dengan pandangannya mengenai kajian tafsir dan gender. Ketika ia menjadi ketua bidang keilmuan di asrama kampus, ia mengadakan seminar nasional dengan mengundang Swara Rahima serta Ibu Amani Lubis sebagai pematerinya. Sejak saat itu, ia semakin tertarik dengan kajian gender dalam perspektif Islam. Jurnal Perempuan juga menjadi salah satu bacaannya.

Sebelum lulus kuliah pada semester 5, Yuli bekerja di beberapa lembaga seperti LBH Apik, PEKKA, Kapal Perempuan, dan Seroja. Ketika itu ia juga peduli terhadap isu kesehatan reproduksi perempuan dan menangani 7 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Ia juga terlibat dalam upaya mengubah perilaku masyarakat di Cianjur yang semula tidak berani berbicara soal hukum dan menggugat, namun setelah melalui proses yang panjang ia mampu mendapatkan kepercayaan masyarakat.

Selain mendampingi kasus kekerasan, Yuli juga memberikan edukasi kepada kelompok ibu-ibu terkait hukum Islam. Di Kapal Perempuan ia concern terhadap isu pluralisme. Sampai akhirnya ia bekerja di Komnas Perempuan sebagai asisten pimpinan untuk kelembagaan dan hubungan internasional Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan tahun 2007-2013 dan bertemu dengan banyak aktivis lainnya, seperti Kamala Candhra Kirana, Yunianti, Masruhah, Desti, Silviana, Ninik, Nyai Badriyah Fayumi, dan Maria Ulfa.

Ia juga mengikuti proses perjalanan Nyai Badriyah Fayumi dan Maria Ulfa ketika mengusung Rancangan Undang-Undang Pornografi dan Undang-Undang Kesehatan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketika itu ia tengah hamil dan harus pulang larut malam karena rapat berlangsung sangat lama. Ia juga pernah terlibat sebagai Tim Staf Khusus Presiden Bidang Keagamaan Internasional (2017–2019).

Di lingkungan tempat Yuli tinggal, ia menjadi ketua pengajian. Ia mengubah kebiasaan para ibu yang dipanggil dengan nama suami dengan menggunakan nama mereka sendiri agar lebih percaya diri dan berani. Selain itu, ia juga membiasakan para ibu untuk ikut andil dalam pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an selama pengajian berlangsung sehingga tidak terjadi monopoli petugas pembaca ayat suci Al-Qur’an.

Yuli pernah menjadi salah satu delegasi dari 12 delegasi berbagai negara dalam agenda Islamabad yang diadakan di Pakistan. Ketika itu ia menyampaikan banyak apresiasi dan pandangannya terhadap pemerintah Pakistan selaku tuan rumah penyelenggara karena menjaga keselamatan penuh seluruh pemerintah dan membebaskan seluruh peserta untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan penerapan madzhab yang dianut dan diyakini oleh setiap peserta.

Saat ini ia aktif sebagai anggota Majelis Ulama Indonesia Komisi Hukum dan HAM (2020-2025), Anggota Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat ‘Aisyiyyah (2015-2022), Koordinator Bidang Kehidupan Sosial yang Sehat Forum Kota Sehat Tangerang Selatan (2020-2023), Ketua Komunitas ‘Aisyiyyah Institute Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta, Dewan Pengarah Lembaga Pedamaian Indonesia (LPI), Peneliti di Ma’arif Institute, serta aktif di Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM), Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB), dan Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI).

Selama mengajar, Yuli selalu mendukung dan memberikan kesempatan untuk para mahasiswi agar ikut terlibat dalam kegiatan apa pun selama kegiatan tersebut positif dan bermanfaat. Ketika mempelajari ayat-ayat tentang penciptaan manusia, ia selalu menyampaikan bahwa tidak ada yang membedakan antara laki-laki dan perempuan kecuali iman dan ketakwaannya di hadapan Tuhan.

Ia selalu menyampaikan pandangan-pandangan KUPI di dalam setiap kesempatan mengajar dan menjadi narasumber. Misalnya, mengenai perkawinan anak, ia menyampaikan, jangan melakukan perkawinan anak mengikuti ajakan para pendakwah yang berkata lebih baik kawin muda daripada zina. Ia juga mengutarakan pandangan KUPI dalam kegiatan Islamabad bahwa perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki untuk menjadi pemimpin termasuk memimpin negara. Seorang pemimpin juga berhak dipilih tanpa memandang agama dan sukunya.

Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa hak beribadah adalah hak setiap warga negara, oleh sebab itu negara tidak perlu bersikap represif. Hak yang lainnya adalah hak pendidikan dan kesehatan perempuan sehingga mengupayakan pendidikan bagi perempuan adalah kewajiban negara. Negara juga harus memastikan tidak ada lagi perkawinan anak dan perkawinan korban dengan pelaku kekerasan seksual karena hal tersebut akan memicu trauma dan membuat kondisi korban menjadi terpuruk.

Prestasi dan Penghargaan

Yuli banyak mendapat awards dan beasiswa baik tingkat nasional maupun internasional, di antaranya ia adalah KAICIID Fellow 2016 dan King Abdullah Bin Abdulaziz International Center for Interfaith and Intercultural Dialogue. Ia juga peserta Young Leaders’ Programme (YLP) and International Conference on Cohesive Societies (ICCS) di Singapura, 18-21 Juni 2019. Ia pernah mengikuti pertemuan Citizens Roundtable: Charting Pathways for Pluralism, di Islamabad, 2–4 Mei 2018, dan berkesempatan berdialog dengan Pangeran Charles dan Pangeran Edward di Clarence House ketika mengikuti MOSAIC International Leadership Programme, di Cambridge dan London, Inggris, 9–20 September 2013.

Karya-Karya

Beberapa karya Yuli yang dimuat dalam jurnal antara lain:

  1. ‘Kapitalisasi Politik Identitas dalam Produk Halal; Industri Fashion dan Kosmetik’. 2021. Jurnal Palastren Vol. 14 No. 1.
  2. ‘An Islamic Legal Hermeneutics on Nafāqah during the Covid-19 Pandemic’. 2020 ULUMUDDIN Journal of Islamic Legal Studies. Vol 1 No 2 (December).
  3. ‘Aisyiyah dan Ijtihad Berkemajuan Hak-Hak Perempuan’. 2019. Jurnal Maarif Vol 14 No 2 (Desember). Memperkuat Kembali Moderatisme Muhammadiyah: Konsepsi, Interpretasi, Strategi dan Aksi. Hal 114-134.
  4. ‘Perempuan-perempuan ‘Pembawa Pesan’ dalam Layar Kaca’. 2018. Jurnal Maarif Vol 13 No 1 (June). Islam dan Media: Kontestasi Ideologi di Era Revolusi Digital. Hal76-86.
  5. ‘Implementation Distortion of Indonesian Health Card (KIS)-Contribution Assistance Recipients (PBI): Studies in Jakarta, Bogor, and Depok’. 2017. Indonesian Feminist Journal, Vol 22 No 1.


Tulisan-tulisan Yuli yang berupa sub bab buku antara lain:

  1. ‘Fatwa Muhammadiyah Selama Covid-19; Menyoal Imam Shalat’. 2021, dalam Fatwa dan Pandemi Covid 19; Diskursus, Teori, dan Praktik. Farinia Fianto dan Fahmi Syahirul Alim (Ed). Jakarta: ICIP.
  2. ‘Buya Ahmad Syafii Ma’arif dan Dukungan untuk Perempuan Korban’. 2021, dalam Mencari Negarawan; 85 Tahun Buya Syafii Ma’arif. David Krisna dan Asmul Khairi dan Asmul Khairi (Ed). Yogyakarta: Jaringan Islam Berkemajuan dan Pustakapedia Indonesia. Hal 178-182.
  3. ‘Redefinisi Tafsir ‘Nafkah’ & Perjuangan Perempuan di Akar Rumput’. 2020, dalam Ekofeminisme V Pandemik Covid-19, Resiliensi, dan Regenerasi Kapitalisme. Dewi Candraningrum, dkk (Ed). Salatiga: Parahita Press dan Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Kristen Satya Wacana. Hal 413-442.
  4. ‘Perempuan-perempuan Pejuang, Penakluk Korona’. 2020, dalam Wajah Kemanusiaan di Tengah Wabah. David Krisna, dkk (Ed). Yogyakarta: Jaringan Intelektual Berkemajuan.
  5. ‘Buku Saku Tanya Jawab RUU Penghapusan Kekerasan Seksual’. 2020. Jakarta: Kongres Ulama Perempuan Indonesia/KUPI dan Rahima.

Daftar Bacaan Lanjutan


Penulis : Karimah Iffia Rahman
Editor : Nor Ismah
Reviewer : Faqihuddin Abdul Kodir