Nur Azizah Nuhuyanan
Nur Azizah Nuhuyanan lahir di Ambon, 21 Mei 1984. Ibunya, Son Sillehu, merupakan seorang wiraswasta. Sedangkan ayahnya, Muhlis Nuhuyanan, purna tugas di Kementrian Agama Kota Ambon. Kakeknya, Muhammad Nuhuyanan, menjadi pendiri madrasah pertama di kampungnya, Desa Dullah Laut, Tual. Ia adalah seorang kepala madrasah sebelum akhirnya diangkat menjadi pegawai Kementerian Agama Provinsi Maluku. Setelah menjadi PNS Kementrian Agama, orang tua Nur Azizah yang di kampung menitipkan anak-anak mereka kepada Muhammad Nuhuyanan untuk sekolah atau kuliah di Ambon. Mengikuti jejak ayah dan kakeknya, kini Nur Azizah Nuhuyanan bekerja di Kementrian Agama Kota Ambon sebagai Penyuluh Agama.
Nur Azizah Nuhuyanan mengenal KUPI untuk pertama kali dari Ustadzah Fatimah Kilwo. Awalnya ia mengira KUPI semacam LSM atau bagian dari MUI. Tetapi ternyata tidak demikian. Nur Azizah Nuhuyanan belum pernah bersinggungan langsung dengan KUPI, tetapi ia terlibat dalam pendidikan kader ulama melalui kegiatan Mubalighoh yang diadakan MUI Ambon. Baginya, perempuan juga bisa menjadi ulama. “Ulama itu ‘kan asal kata Ilmu. Orang yang mengajarkan dan mengamalkan ilmu itu namanya ulama,” jelasnya. Ia teringat perkataan ustadz dan ustadzahnya sewaktu menimba ilmu di Pondok Pesantren Raudlatul Banat, Ustadz Sodiq dan Ustadzah Amirah, yang pernah berpesan kepadanya untuk melanjutkan dakwah di Ambon. “Di Ambon saja, pahalanya lebih besar. Kamu bisa menjadi ulama di sana, insyaallah.”
Riwayat Hidup
Nur Azizah Nuhuyanan lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga dan masyarakat yang berpendidikan, agamis, dan kental dengan kegiatan-kegiatan budaya. Sewaktu kecil, Nur Azizah sering mengikuti Kakek dan Nenek ke acara Mauludan. Kakek dan neneknya adalah tokoh yang menggerakkan warga di kampung halaman Nur Azizah untuk mengadakan kegiatan keislaman.
Nur Azizah memperoleh pendidikan keislaman yang ketat dari keluarganya. “Ngaji itu sehari mesti dua kali. Belajar ngaji itu pagi sama malam. Pagi jam enam, malam habis Maghrib,” tuturnya. Sewaktu kecil, ia memiliki beberapa guru yang mengajarinya ilmu agama. Berbeda materi, berbeda guru mengaji. Kedua nenek dari orang tua Nur Azizah ahli dalam pengobatan herbal dan terapi pijat. Mereka juga sering membantu dalam persalinan. Setelah Muhammad Nuhuyanan wafat, kebiasan-kebiasaan keagamaan dan mengurusi keluarga diteruskan oleh keduanya.
Setelah menuntaskan pendidikan sekolah dasarnya di SDN 67 Ambon, Nur Azizah yang merupakan anak pertama dari lima bersaudara ini melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al-Fattah Ambon. Lulus dari MTs, bersamaan dengan terjadinya kerusuhan di Ambon tahun 1999, ia pindah ke Jawa. Oleh pamannya yang tinggal di Jawa, Nur Azizah Nuhuyanan diantar ke Pondok Pesantren Raudlatul Banat, Pereng, Sepanjang, Sidoarjo, dan menyelesaikan pendidikan Aliyahnya di sana. Setelah lulus dari IAIN Sunan Ampel (sekarang UIN Sunan Ampel) pada tahun 2007, ia mengunjungi Kampung Inggris Pare, tidak hanya untuk belajar Bahasa Inggris tetapi juga belajar komputer. Setelah menetap satu tahun di Pare, pada Oktober tahun 2018 ia memutuskan untuk kembali ke Ambon.
Sejak tahun 2011, Nur Azizah menjadi Penyuluh Agama di Kementerian Agama Kota Ambon. Pada awal ia bertugas, ia mengerjakan tugas-tugas administrasi atau dengan kata lain bekerja di ruangan sambil ia belajar memahami tugas dan tanggung jawab seorang Penyuluh Agama.
Ketika terjadi pergantian Kepala Tata Usaha (KTU), Nur Azizah mencoba menjelaskan kondisi yang dihadapinya. Ia mendatangi pejabat baru dengan membawa Petunjuk Teknis Penyuluh Agama. “Saya bilang, ‘Pak, saya mau lapor. Saya ini punya jabatan dan tugas khusus sebagai penyuluh. Jadi, sebenarnya saya tidak bisa bekerja di atas meja. Pekerjaan saya itu mestinya ke lapangan membina masyarakat dengan ilmu agama,” jelasnya. Sejak saat itulah Nur Azizah mulai bertugas di masyarakat secara langsung untuk melakukan pembinaan di wilayah Kecamatan Nusanewe.
Di luar lingkup aktivitasnya sebagai Penyuluh Agama, Nur Azizah aktif sebagai anggota di BPD LASQI Kota Ambon. Ia terlibat dalam program persiapan dan pembinaan anak-anak sebelum mengikuti pentas-pentas atau lomba-lomba Qasidah. Ia bersama LASQI Kota Ambon sering mengadakan lomba Qasidah untuk menemukan bibit-bibit baru. Setiap Ramadhan Nur Azizah juga mengisi Mimbar Islam yang mengudara pukul 5 pagi dan Renungan Ramadhan setiap menjelang berbuka di radio RRI Ambon. Selain itu, ia juga seorang enterpreneur dengan membuka bisnis produk kesehatan herbal yang halal.
Tokoh dan Keulamaan Perempuan
Perkenalan awal Nur Azizah Nuhuyanan dengan dunia dakwah secara tidak langsung dimulai sejak ia masih berusia 3 atau 4 tahun, saat Kakek dan Nenek mengajaknya dari satu kegiatan keagamaan ke kegiatan keagamaan lainnya. Akan tetapi, keterlibatannya secara langsung dengan dakwah dimulai sejak ia berada di Kementerian Agama. Tugasnya sebagai Penyuluh Agama membuatnya bersentuhan langsung dengan masyarakat. “Jadi, kalau guru kan sudah ada muridnya, kami enggak. Kami mencari. Kami observasi dulu ke lapangan, ketemu sama tokoh-tokoh masyarakat,” jelasnya.
Pada tahun 2012, Nur Azizah mendatangi suatu wilayah bernama Air Mata Cina. Di tempat itu, ia tidak mendapati majelis taklim ataupun Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ). Ia pun kemudian menggagas pembentukan TPQ at-Taqwa. Nur Azizah lalu memutuskan untuk indekos agar bisa dekat dengan masyarakat Air Mata Cina, khususnya anak-anak.
Di lingkungan ia tinggal, ia sering mendapati orang-orang dewasa minum minuman keras dan melakukan judi king. Mereka minum dan mabuk bahkan di lingkungan masjid. Ia ingin sekali menegur, namun ia sadar kalau tegurannya akan sia-sia saja. Maka ia memilih untuk berdakwah dengan mendidik anak-anak. Selepas mengaji, ia meminta para santrinya untuk mencium tangan orang-orang yang sedang mabuk ketika melewati mereka. Benar saja, tidak sampai satu bulan, orang-orang tersebut tidak lagi mabuk di belakang dinding masjid.
Memberi pengertian kepada para penjudi king ia rasakan jauh lebih sulit. Nur Azizah harus mendatangi kepala RT dan RW hingga imam masjid untuk mencari bantuan. Kepala RT memberikan teguran secara lisan dan mengambil peralatan-peralatan judi dan membuangnya ke kali. Tetapi, beberapa hari kemudian para penjudi kembali membawa peralatan judi king yang baru. Besama kepala RW dan imam masjid, Nur Azizah mengajak mereka bicara baik-baik hingga akhirnya orang-orang yang biasa bermain judi itu berpindah tempat.
Di tempat yang sama juga pernah terjadi kerusuhan yang disebabkan oleh kesalahpahaman pada tahun 2013. Hal ini bermula dari terjadinya kebakaran. Beredar kabar jika kebakaran terjadi karena adanya perselisihan antaragama. Daerah tersebut dipisahkan oleh sebuah kali. Orang-orang menganggap lemparan berasal dari wilayah seberang kali yang berbeda agama. Tetapi, Nur Azizah meyakini bahwa isu itu tidak benar dengan beberapa pertimbangan dan bukti.
“Rumah yang di samping kita, ini orang yang sebelah ini, lihat itu tempat airnya itu, saluran airnya itu kering. Jadi saya bilang ini ada provokator. Kering itu artinya nggak ada orang,” jelasnya. Setelah melewati perdebatan dan proses panjang akhirnya kerusuhan itu bisa diatasi.
Pembinaan tidak hanya dilakukan di majelis taklim saja, Nur Azizah juga pernah melakukan pembinaan keagamaan di daerah Tanjung, yaitu sebutan lokal untuk daerah lokalisasi. Ia juga melakukan pembinaan di lembaga permasyarakatan untuk anak-anak hingga orang dewasa. Perempuan yang dipanggil ustadzah ini tidak hanya mangajar di majelis-majelis dengan jamaah perempuan saja, tetapi juga jamaah laki-laki.
Dalam setiap kehadirannya, Nur Azizah selalu memosisikan dirinya sebagai penyuluh, bukan penceramah. Itulah sebabnya sejak awal karirnya ia mendapat respon baik dari masyarakat. Sebagai penyuluh, ia membuat kurikulum pengajaran dan evaluasi. Pengetahuannya dalam bidang kesehatan herbal halal juga membantunya untuk dapat diterima di masyarakat. Ia menggunakan pengetahuannya tentang thibbun nabawi sebagai media dakwah dan pendekatan kepada masyarakat. Selain memberikan ilmu agama, ia juga memberikan terapi kesehatan.
Dalam setiap pengajian, Nur Azizah sering mendapatkan pertanyaan seputar persoalan sehari-hari, seperti shalat, wudu, puasa, dan masalah rumah tangga. Jika ada binaannya yang datang berkonsultasi masalah perceraian, ia tidak akan meminta langsung mengurus segala sesuatunya. Ia akan menampung terlebih dahulu, membiarkan si ibu bercerita, mencoba meluruskan, hingga mengajak terapi Quran.
“Oya, kalau saya pribadi dikenal sebagai guru Al-Qur’an,” katanya ketika menjelaskan bahwa jamaahnya lebih memilih meminta doa dibandingkan solusi. “Karena mereka sendiri sudah merasa solusi itu mungkin sudah pernah dicoba,” lanjutnya. Selain itu, julukan itu muncul karena Al-Quran adalah tema yang paling sering ia bawakan. Hal ini didasari atas pesan gurunya, Ustad Sodiq di Pondok Pesantren Raudlatul Banat.
“Azizah, kalau sampean balik ke kotamu, Ambon, ora usah mikirno duit. Ora usah mikirno dunyo, tidak usah pikirkan uang, tidak usah pikirkan dunia, tugasmu siji, tugasmu satu, urukno ngaji, ajarkan orang mengaji Al-Quran. Insyaallah bila kau laksanakan, uang dan dunia akan datang dengan sendirinya,” Nur Azizah Nuhuyanan mengulang kata-kata gurunya.
Dalam sesi konsultasi, Nur Azizah lebih senang mendengarkan para jamaahnya dan ia meresponnya dengan kembali pada pengalaman dan logika. Oleh karena itu, dalam setiap dakwahnya ia lebih banyak menyentuh sisi-sisi kemanusiaan.
Melihat ke belakang lagi perjalanannya dalam dunia dakwah, Nur Azizah melihat adanya perubahan. Dulu, saat pertama kali datang ke Air Mata Cina tidak terdapat satu TPQ pun di sana. Saat ini, ia melihat masyarakat telah bertumbuh. Telah muncul satu sentral TPQ di sana. Tetapi memasuki masa pandemi ini, keinginan anak-anak untuk belajar mulai berkurang.
Penghargaan dan Prestasi
Nur Azizah sudah berkontribusi melakukan pendidikan Islam bagi masyarakat. Karena pendidikan itu ia sekarang dapat melihat adanya perubahan perilaku masyarakat menjadi lebih sopan dan berakhlak sesuai dengan tuntunan Islam. Ia juga telah mengajarkan Al-Qur'an kepada ratusan santri anak-anak dan santri perempuan dewasa. Ia juga pernah terpilih menjadi Penyuluh Teladan tingkat Kota Ambon. Ketika ditanya tentang pencapaian, ia menjelaskan tentang cita-cita awalnya. Cita-cita besarnya adalah membangun pesantren yang bukan hanya menjadi tempat belajar santri, melainkan juga sebagai ruang untuk membangun ekonomi umat. Ia sudah memulainya dengan membuka bisnisnya sendiri.
Karya-Karya
Alumnus tahun 2007 UIN Sunan Ampel (dulu masih IAIN Sunan Ampel) ini menyelesaikan studi dengan mengkaji peristiwa kerusuhan di Maluku pada tahun 1999. Skripsi yang berjudul Relevansi Pela bagi Umat Islam Desa Batumerah Pasca Konflik 1999-2004 di Ambon Maluku ini tersimpan di perpustakaan kampusnya.
Daftar Bacaan Lanjutan
- Nuhuyanan, Nur Azizah. Relevansi Pela bagi Umat Islam Desa Batumerah Pasca Konflik 1999-2004 di Ambon Maluku http://catalog.uinsby.ac.id/index.php?p=show_detail&id=65564&keywords
- Kumparan, “Dukung Ambon sebagai Kota Musik, LASQI Gelar Festival Seni dan Qasidah” https://kumparan.com/lenteramaluku/dukung-ambon-sebagai-kota-musik-lasqi-gelar-festival-seni-dan-qasidah-1rl6GyjBQua/full
- Kompas.com. “Ratusan Warga Masih Memilih untuk Mengungsi”, https://regional.kompas.com/read/2011/09/19/15175911/ratusan.warga.masih.memilih.mengungsi?source=autonext
Penulis | : | Yuliana Rizki Yuliatin |
Editor | : | Nor Ismah |
Reviewer | : | Faqihuddin Abdul Kodir |