Nina Nurmila
Prof. Dra. Hj. Nina Nurmila, MA, Ph.D lahir di Cirebon, pada tanggal 6 September 1969. Ia adalah seorang peneliti, penulis, editor, dosen senior dan aktivis di Alimat, yaitu sebuah gerakan untuk keadilan dan kesetaraan di dalam keluarga. Nina sudah menjadi dosen di UIN Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung sejak 1994 dan menjadi Guru Besar atau Profesor di Bidang Ilmu Fikih sejak 2017.
Nina terlibat dalam proses persiapan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) tahun 2017. Pada saat perhalatan KUPI di Pesantren Kebon Jambu, Cirebon, ia juga hadir mengikuti proses jalannya kongres
Riwayah Hidup
Nina Nurmila merupakan alumni Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Gunung Djati Bandung, yang pada saat pertama kali melamar menjadi asisten dosen di almamaternya sempat ditolak. Penolakan tersebut sempat membuatnya kecewa karena ia adalah peraih indeks prestasi kumulatif (IPK) tertinggi di jurusannya saat wisuda sarjana pada September 1992. Ia tentu berharap dapat diterima bekerja di almamaternya sebagai dosen.
Kekecewaannya tidak berlangsung lama karena pada Januari 1993, teman sekelasnya memberi tahu tentang pembukaan pendaftaran Program Pembibitan Calon Dosen (Pembibitan) di lingkungan Departemen Agama. Program ini membawa angin segar bagi Nina karena perekrutannya dilakukan secara nasional, tidak berdasar kedekatan relasi persaudaraan (nepotisme), dan pendaftarannya pun tidak dipungut biaya. Ia mendaftar program tersebut melalui rektorat IAIN SGD Bandung.
Nina menjalani berbagai tes, di antaranya penerjemahan kitab berbahasa Arab yang diselenggarakan di kampusnya untuk menjaring 10 calon terbaik. Ia juga mengikuti tes Bahasa Inggris dan wawancara yang dilakukan secara nasional melibatkan 140 calon terbaik di 14 IAIN di Indonesia. Nina pun akhirnya lulus bersama 29 calon dosen lainnya dan mengikuti Program Pembibitan yang bertempat di IAIN Jakarta selama sembilan bulan. Di akhir program tersebut, Nina diangkat sebagai CPNS di almamaternya terhitung sejak tanggal 1 Maret 1994.
Keputusan Nina untuk menjadi dosen bukan tanpa alasan. Selain ingin mandiri secara finansial, peraih gelar master dari Murdoch University, Western Australia, tahun 1997 ini juga ingin mengamalkan ilmu yang ia dapatkan. Selama menjadi dosen, Nina mengaku banyak mendapat pengalaman berkesan. Salah satu yang menurutnya paling membekas di hati adalah pengalamannya menjadi dosen tamu di Amerika Serikat selama satu tahun pada 2008-2009. Ia menjadi dosen tamu di Departemen Sosiologi dan Antropologi, University of Redlands, California yang dibiayai oleh beasiswa Fullbright. Selama mengajar di Amerika Serikat, Nina mendapat fasilitas seperti satu ruang kantor yang lengkap dengan desktop dan printer yang tersambung ke internet, akses terhadap fasilitas fotocopy, peminjaman buku dengan mudah di perpustakaan, uang buku, penelitian dan mengikuti konferensi serta gaji sesuai standar di Amerika.
Nina melanjutkan, fasilitas yang baik untuk dosen sangat diperlukan. Menurutnya, hal tersebut turut memengaruhi kinerja dan produktivitas dosen. ”Dosen tidak perlu terbebani mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan dasar, sehingga bisa fokus menjadi dosen,” kata profesor UIN SGD Bandung tersebut. “Alhamdulillah saat ini kondisi gaji dan fasilitas untuk dosen sudah jauh membaik dibanding tahun 2009,” tuturnya.
Nina menyebut kewajiban untuk menerbitkan karya ilmiah di jurnal internasional menjadi salah satu tantangan terberat bagi dosen. Ia menilai, masih banyak dosen yang tidak menguasai keahlian penulisan ilmiah yang sesuai syarat jurnal ilmiah, baik dari segi bahasa maupun substansi. Apalagi, penulisan karya ilmiah di jurnal internasional menjadi salah satu syarat kenaikan pangkat menjadi Guru Besar. Nina cukup beruntung. Ia sudah terbiasa menulis dalam Bahasa Inggris. Ia seringkali menulis artikel dalam Bahasa Inggris dan berhasil diterbitkan di jurnal internasional, yang kemudian mengantarkannya menjadi Guru Besar pada 20 September 2017.
Tokoh dan Keulamaan Perempuan
Nina Nurmila yang juga merupakan Anggota Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) menyatakan dukungan KUPI terhadap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS), karena RUU ini memungkinkan adanya mekanisme pemulihan kepada korban, yang belum diatur di peraturan perundang-undangan lainnya. Lebih lanjut ia mengatakan, konsepsi RUU P-KS sesungguhnya berasal dari budaya dan pengalaman masyarakat Indonesia yang telah dibangun cukup lama, dan bukan berdasarkan pengalaman dari Barat seperti yang dituduhkan selama ini. Nina menyampaikan lima alasan mengapa RUU P-KS ini wajib untuk disahkan, yaitu: 1) menolak kemafsadatan, di mana kekerasan seksual masih banyak terjadi dengan berbagai modus, 2) menarik kemaslahatan, 3) menolak kemungkaran, 4) perlindungan martabat manusia dan 5) perlindungan keturunan.
Selain mengajar di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD Bandung, Nina adalah seorang aktivis yang membela hak-hak perempuan. Ini dilakukan di antaranya dengan menjadi salah seorang Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) periode 2015-2019. Keterlibatannya di Komnas Perempuan, salah satu dari tiga lembaga Hak Asasi Manusia, merupakan komponen pengabdian masyarakat, yang menjadi salah satu kewajiban dosen dalam tridharma perguruan tinggi. Menjadi dosen sekaligus mengabdikan diri di Komnas Perempuan dimaknai Nina sebagai sebuah bentuk ikhtiar untuk menjadi orang yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi orang lain.
Prestasi dan Penghargaan
Selain mendapat gelar sebagai Guru Besar, gelar akademik tertinggi seorang dosen, Nina menerima berbagai penghargaan lain, seperti terpilih sebagai dosen terbaik pada 2011. Bagi Nina, penghargaan yang ia dapatkan sejauh ini memiliki makna pengakuan terhadap prestasi dan kerja keras yang sudah ia lakukan. Nina menuturkan, penghargaan yang didapatnya bukanlah dari atasannya, melainkan dari para mahasiswanya, yang menghargai dan menerima manfaat dari pengajarannya.
Karya-Karya
Pada 2009, Nina berhasil mempublikasi buku yang berjudul Women, Islam, and Everyday Life: Renegotiating Polygamy in Indonesia yang diterbitkan oleh penerbit di New York, Routlegde. Buku tersebut merupakan publikasi disertasinya kala menempuh studi doktoral di University of Melbourne, Australia, dan diterbitkan ulang pada 2011. Latar belakang penulisan buku ini adalah ketika pada tahun 2000, Nina mendengar adanya kampanye bahwa poligami itu indah yang dilakukan oleh seorang pengusaha ayam bakar dari Solo. Selain itu, yang sering ia baca di buku-buku yang ada adalah pendapat normatif laki-laki tentang poligami. Maka dari itu, perlu adanya pengetahuan lain berdasar perspektif dan pengalaman perempuan. Nina menemukan banyak fakta yang menunjukkan bahwa poligami menimbulkan banyak keburukan, termasuk kekerasan, baik fisik, psikologis, seksual maupun penelantaran ekonomi.
“Hanya Islam agama yang kitab sucinya menuliskan secara jelas dan eksplisit memerintahkan bermonogami, yaitu dalam QS 4: 3 (fawaahidatan!). Tetapi sayangnya masyarakat cenderung membaca ayat QS 4: 3 hanya setengah, tidak sampai tuntas. Padahal beristri satu itu lebih dekat untuk tidak berbuat aniaya,” ujarnya seperti dilansir Nu.or.id dalam artikel berjudul “Hasil Penelitian Ungkap Pandangan Perempuan soal Poligami”.
Selain itu, Nina juga pernah menulis Modul Studi Islam dan Gender (2008) yang diterbitkan oleh Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan menjadi penerjemah untuk buku Masyarakat Egaliter Visi Islam (1999) yang diterbitkan oleh Mizan.
Ke depannya, Nina ingin lebih banyak meneliti dan menulis dalam rangka mengedukasi lebih banyak orang. Saat ini, Nina sedang menulis buku tentang wacana gender dalam Islam yang diharapkan dapat terbit sebelum akhir 2021 mendatang.
Penulis | : | Rusli Latief |
Editor | : | Nor Ismah |
Reviewer | : | Faqihuddin Abdul Kodir |