Musyawarah Keagamaan tentang Pengelolaan Sampah bagi Keberlanjutan Lingkungan Hidup dan Keselamatan Perempuan

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Pertemuan dihantarkan oleh Kurnia Atiullah yang menyampaikan bahwa fase terakhir dari rute perjalanan KUPI adalah musyawarah. Para peserta dipastikan berperan penuh mempunyai tanggung jawab dan pikiran untuk menyumbangkan perkembangan, saran, nasihat terbaiknya untuk umat dan kebaikan-kebaikan di masyarakat khususnya dalam mengenai Pengelolaan Sampah bagi Keberlanjutan Lingkungan Hidup dan Keselamatan Perempuan. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan tawasul kepada semua yang sudah muassis kepada seluruh ulama di Indonesia yang telah memberikan ilmu-ilmunya dengan bersanad sampai hari ini, bisa dinikmati keberkahannya khususnya kepada Dewan Penasehat KUPI yang telah berpulang, dengan membaca al-fatihah bersama.

Ketua Sidang, Laelatis Syarifah, LC., MA kemudian diberi waktu menyampaikan kenapa pembahasan sampah penting untuk dibahas hingga mendapat hasil musyawarah keagmaaan KUPI. Pada musyawarah tidak lagi membagi kelompok untuk setiap pembahasan namun semua turut terlibat merumuskan. Pada pembahasan pertama pertanyaan yang dibahas “apa hukum pembiaran perusakan lingkungan hidup akibat polusi sampah?” dengan disertai hukum, dalil, serta istidlal nya. Para peserta diskusi aktif memberikan masukan-masukan yang dipandu langsung oleh ketua sidang. Ada Isnayati Kholisah yang memberi masukan soal eco enzim dan mengapresiasi forum pra musyawarah keagamaan yang dihadiri narasumber Bapak Wahyudi. Umni Labibah sebagai anggota musyawarah memastikan pertanyaan pertama dan mengajak peserta untuk menjawab. Pertama direspon oleh Duratul A’timah bahwa hukumnya haram atau tidak boleh. Begitu juga dengan Muhammad I’zam Mutaqi-dari Sukabumi yang juga berpendapat haram untuk pembiaran perusakan lingkungan hidup akibat polusi sampah.

Dilanjutkan dengan pembahasan pertanyaan yang kedua “apa hukum membangun infrastruktur politik, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendukung pengelolaan sampah untuk berkelanjutan lingkungan hidup dan keselamatan perempuan?”. Pertanyaan kedua mendapat respon dari Ibu Nyai Umdatul Khoirot dari  Pondok Pesantren Tambak Beras bahwa tugas sulthon atau penguasa itu minimal ada tujuh. Jadi menjaga agama, mendorong agar orang mengamalkan agama, termasuk tadi mengamalkan yang ada di dalam Alquran dan hadis dalam konteks ini mungkin adalah kaitannya dengan kebersihan. Kemudian yang kedua adalah menjaga keamanan, termasuk di dalamnya menjaga harta dan menjaga lingkungan. Kemudian memakmurkan Negara, bumi dengan mengusahakan untuk kemaslahatan bagi umat dan mencari cara mencapai untuk bisa mencapai satu tujuan Negara yang makmur, termasuk yang makmur itu yang sehat, tidak kotor, karena kalau kotor menyebabkan sakit.

Pembahasan dalil berjalan ke pertanyaan ketiga “siapakah pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk mengelola sampah demi keberlanjutan lingkungan hidup dan keselamatan perempuan?”.  Respon-respon para peserta dalam musyawarah penuh antusias yang dapat dilihat dari setiap argumen yang disampaikan sehingga kesimpulan dapat dengan lengkap didapat. Pembahasan hingga akhir sidang musyawarah berjalan dengan lancar.

Tiba pemaparan dari Musohih, yang pertama disampaikan oleh Ibu Nyai Ala’i Najib, MA. yang diakhir menyampaikan bahwa biasanya dunia internasional itu ada fatwa al-Azhar. Ada kitabul al-Bi’ah dari Syekh Ali Jumm’ah. Ini salah satu mufti di Mesir, tapi bukan Grand Syekh, ada seorang mufti. Selain ada pandangan dari MUI, NU, Muhammadiyah dan Persis ya. Jadi bersama-sama semua ormas, elemen dan dunia internasional, Grand Syekh sendiri dalam sebuah pidatonya, bukan fatwa menyampaikan keprihatinan terhadap lingkungan dunia saat ini yang semakin banyak kerusakannya.

Forum diskusi musyawarah keagamaan kongres ulama perempuan tentang pengelolaan sampah untuk keberlanjutan lingkungan hidup dan keselamatan perempuan berjalan dengan kondusif dan menyenangkan. Dinamika diskusi yang saling merespon dan memberikan argumentasi dengan jelas baik dengan menggunakan teks dan konteks. Karena terbatasnya waktu sehingga musyawarah sangat dibatasi untuk fokus pada isu.

Tiga pertanyaan dalam musyawarah keagamaan ini masing-masing dikupas dengan dalil yang merujuk pada sumber-sumber yang dapat dipertangungjawabkan. Selan al qur’a dan hadis yang emnjadi sumber rujukan ada juga pengalaman-pengalaman yang kaya sehingga kontes yang terjadi pada hari-hari ini dapat dilihat dan menjadi perhatian penting untuk ditemukan solusinya. Ulama perempuan merumuskan betul bagaimana fatwa dapat menjadi solusi kehidupan beragama umat seluruh alam. [] (ZA)

Baca juga Hasil Musyawarah Keagamaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia Ke-2. Selengkapnya untuk mendapatkan dokumen-dokumen pendukung kegiatan ini bisa lihat di Dokumen Kegiatan Musyawarah Keagamaan tentang Pengelolaan Sampah bagi Keberlanjutan Lingkungan Hidup dan Keselamatan Perempuan.