Majelis Mubadalah
Majelis dalam KBBI diartikan sebagai dewan yang mengemban tugas tertentu mengenai kenegaraan secara terbatas atau diartikan juga dengan pertemuan orang banyak, rapat, atau sidang.
Mubadalah berasal dari bahasa Arab : مبادلة, akar kata dari “ba-da-la” (ب - د - ل), yang berarti mengganti, mengubah, dan menukar. Akar kata ini digunakan al-Qur'an sebanyak 44 kali dalam berbagai bentuk kata dengan makna seputar itu. Sementara, kata mubadalah sendiri merupakan bentuk kesalingan (mufa'alah) dan kerja sama antar dua pihak (musyarakah) untuk makna tersebut, yang berarti saling mengganti, saling mengubah, atau saling menukar satu sama lain.
Baik kamus klasik, seperti Lisan al-'Arab karya Ibnu Manzhur (w. 711/1311), maupun kamus modern, seperti Al-Mu'jam al Wasith, mengartikan kata mubadalah dengan tukar menukar yang bersifat timbal balik antara dua pihak. Dalam kedua kamus ini, kata "badala-mubadalatan" digunakan dalam ungkapan ketika seseorang mengambil sesuatu dari orang lain dan menggantikannya dengan sesuatu yang lain. Kata ini sering digunakan untuk aktivitas pertukaran, perdagangan, dan bisnis.
Dalam kamus modern lain, Al-Mawrid, untuk Arab-Inggris, karya Dr. Rohi Baalbaki, kata mubadalah diartikan muqabalah bi al misl. Yaitu menghadapkan sesuatu dengan padanannya. Kemudian, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan beberapa makna: reciprocity, reciprocation, repayment, requital, paying back, returning in kind or degree. Sementara, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "kesalingan" (terjemahan dari mubadalah dan reciprocity) digunakan untuk hal-hal yang menunjukkan makna “timbal balik".
Dari makna-makna ini, istilah mubadalah dalam konteks ini akan dikembangkan untuk sebuah perspektif dan pemahaman dalam relasi tertentu antara dua pihak, yang mengandung nilai dan semangat kemitraan, kerja sama, kesalingan, timbal balik, dan prinsip resiprokal.
Baik relasi antara manusia secara umum, negara dan rakyat, majikan dan buruh, orang tua dan anak, guru dan murid, mayoritas dan minoritas. Antara laki-laki dengan lakilaki, atau antara perempuan dengan perempuan. Antara individu dengan individu, atau antara masyarakat.
Baik skala lokal maupun global. Bahkan antara generasi manusia dalam bentuk komitmen dan tindakan untuk kelestarian lingkungan, yang harus diperhatikan oleh orang-orang sekarang untuk generasi yang jauh ke depan.
Namun, dalam konteks ini, pembahasan mubadalah lebih difokuskan pada relasi laki-laki dan perempuan di ruang domestik maupun publik. Relasi yang didasarkan pada kemitraan dan kerja sama.
Dari prinsip kemitraan dan kerja sama ini, istilah mubadalah juga digunakan untuk sebuah metode interpretasi terhadap teks-teks sumber Islam yang meniscayakan laki-laki dan perempuan sebagai subjek yang setara, yang keduanya disapa oleh teks dan harus tercakup dalam makna yang terkandung di dalam teks tersebut.
Adapun Majelis Mubadalah adalah sebuah kegiatan yang awalnya dilaksanakan untuk menyambut lahirnya buku Qiraah Mubadalah pada tahun 2019. Kegiatannya bertujuan untuk mengkampanyekan atau mendakwahkan konsep mubadalah kepada masyarakat, mulai dari kalangan pelajar atau santri, guru-guru pesantren dan sekolah, anggota pengajian, para aktivis, hingga kalangan komunitas atau akademisi kampus, seperti mahasiswa, dosen, dan peneliti.
Secara spesifik, Majelis Mubadalah ingin menghidupkan dan menguatkan wawasan tentang keadilan relasi laki-laki dan perempuan dalam Islam, memahami interpretasi al-Qur’an dan Hadis, atau bisa dirangkum ke dalam wawasan kemanusiaan, ke-Islaman, Kebangsaan, dan Kesemestaan (pelestarian lingkungan). Target kegiatan ini pada dasarnya adalah publik secara umum. Pada awalnya, Majelis ini lebih banyak dihadiri dari kalangan Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). Namun kemudian berkembang luas dihadiri publik umum, baik yang diadakan dalam skala daerah, nasional, maupun di luar negeri. Majelis ini, sejak awal tahun 2020, ketika pandemi Covid-19 mewabah, juga beberapa kali diadakan dalam bentuk online.
Majelis Mubadalah diisi langsung oleh penulis buku Qira'ah Mubadalah (2019), yaitu Faqihuddin Abdul Kodir. Dalam beberapa kesempatan ditandem dengan Dr. Nur Rofiah, Dosen Pascasarjana PTIQ Jakarta, penggagas konsep Keadilan Hakiki Perempuam dan pengampu Ngaji KGI. Kegiatan Majelis Mubadalah ini dilaksanakan dengan berbagai sistem penyampaian. Umumnya dilaksanakan dengan sistem pengajian, bedah buku, tetapi ada juga yang diadakan dengan sistem akademik kampus, yaitu dengan menerangkan secara teoritis tentang konsep mubadalah, lalu peserta diskusi dipersilahkan untuk bertanya, memberikan pandangan, atau menganalisis sebuah kasus.
Majelis mubadalah telah dilaksanakan di berbagai kota di Indonesia, seperti di Yogyakarta, Cirebon, Bandung, Semarang, Padang, Pekalongan, Surabaya, Madura, Malang, Tasikmalaya, dan kota-kota lainnya. Bahkan sudah pernah dilaksanakan di beberapa kota di luar negeri, seperti Paris, Brussel, Munchen, Leiden, Den Haag, dan Amsterdam. Ketika masa pandemi, kegiatan ini dilaksanakan via daring (online). Sampai tahun 2021, diperkirakan kegiatan ini sudah dilaksanan lebih dari 50 kali.
Dalam Majelis Mubadalah juga disampaikan materi dalam buku 60 Hadis Shahih tentang Hak-hak Perempuan dalam Islam, Kitab Manba’u al-Sa’adah fi Usus Husn al-Mu'asyarah fi al-hayat al-zawjiyah (Telaga Kebahagiaan tentang Dasar-dasar Relasi Kesalingan dan Kebaikan dalam Kehidupan Rumah Tangga), dan kitab Nabiyyu al-Rahmah (Nabi Kasih Sayang), yang berbicara mengenai relasi laki-laki dan perempuan dalam Islam disertai penjelasannya dan teladan kasih sayang dari Nabi Muhammad Saw. Penulis juga memperkenalkan Shalawat Musawah dan Shalawat Samara, yang kemudian dikenal juga sebagai Shalawat Mubadalah, yang memperkenalkan nilai-nilai mubadalah dan kemanusiaan dalam Islam antara laki-laki dan perempuan. Shalawat ini juga menjadi lagu wajib dalam acara KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia). Dengan serangkain kegiatan Mejelis Mubadalah di atas, diharapkan masyarakat semakin akrab dengan wacana keadilan gender dan terwujudnya masyarakat yang bahagia dan membahagiakan.