Kongres Ulama Perempuan Se-Indonesia, Usung Isu Eksistensi Ulama Perempuan

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Islamic woman Scholars at International Seminar on Women Ulama

Mulai Selasa (25/4) hingga dua hari ke depan, lebih dari 500 orang Ulama perempuan se-Indonesia berkumpul di Pesantren Kebon Jambu dan IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan menyelenggarakan Kongres Ulama Perempuan se-Indonesia (KUPI). Para Ulama Perempuan ini hadir untuk membicarakan peran ulama perempuan dalam kehidupan masyarakat berbangsa.

Ketua Panitia Pengarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia, Badriyah Fayumi mengatakan ulama perempuan berkontribusi besar di masyarakat dalam isu kemanusiaan dan kebangsaan.

"Bahwa KUPI ini hadir, justru menjadi bagian dari penguatan untuk meneguhkan ke Islaman ke Indonesiaan dan kemanusiaan kita," kata Badriyah Fayumi.

Badriyah menambahkan acara ini juga dihadiri ulama perempuan dari berbagai negara untuk berbagi pengalaman terkait eksistensi ulama perempuan.

"Kami kemudian sharing (berbagi) dengan berbagai negara, yang menyampaikan pengalaman-pengalamannya mengenai bagaimana (cara para) ulama perempuan di berbagai negara tersebut, dalam melakukan langkah-langkah baik berupa pemikiran maupun aksi, untuk peneguhan eksistensi ulama perempuan. Dan sekaligus memberikan contoh kerja nyata, ulama perempuan menjalankan misi kemanusiaan dengan dorongan dan spirit Islam," lanjutnya.

Kongres Ulama Perempuan Internasional di kampus IAIN Syekh Nurjati, Cirebon, Jawa Barat, 25 April 2017. (Foto: VOA/Andylala)

Badriyah Fayumi yang saat ini Wakil Ketua Pengurus Pusat Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (PPLKNU) dan pernah menjadi Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mengatakan, dominasi budaya patriaki mengakibatkan tenggelamnya dan terpinggirkannya ulama perempuan dalam mengisi ruang-ruang publik. Padahal lanjutnya, perempuan, memiliki banyak kemampuan akademi dan intelektual.

Sementara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama bidang pendidikan Neng Dara Affiah kepada VOA menjelaskan isu besar yang menjadi perhatian di antaranya adalah kekerasan terhadap perempuan dan perkawinan usia dini.

"Pertama soal kekerasan seksual yang dari hari ke hari itu bulan ke bulan semakin meningkat. Lalu perkawinan usia dini perempuan yang juga semakin meningkat. Dan soal lingkungan hidup dan kerusakan alam sehingga mereka bermigrasi ke luar negeri menjadi tenaga kerja wanita," kata Neng Dara Affiah.

Kongres ini juga dihadiri ulama perempuan Mossarat Qadeem dari Pakistan, Zainah Anwar (Malaysia), Hatoon Al-Fasi (Saudi Arabia), Sureya Roble-Hersi (Kenya), Fatima Akilu (Nigeria), dan Duta Besar Afghanistan untuk Indonesia Roya Rahmani. [aw/ab]



Voaindonesia.com, 25 April 2017

Sumber: http://www.voaindonesia.com/a/kongres-ulama-perempuan-seindonesia-usung-eksistensi-ulama-perempuan/3824658.html