Asniah

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Asniah
Asniah.jpg
Tempat, Tgl. LahirSamarinda, 21 Agustus 1976
Aktivitas Utama
  • Anggota Pokja Perlindungan Anak Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar)
  • Kepala Seksi (Kasi) Kementerian Agama (Kankemenag) Kab. Kukar
Karya Utama
  • . . .
  • . . .

Asniah lahir di Samarinda pada 21 Agustus 1976. Sejak 2022, ia menjadi anggota Pokja Perlindungan Anak Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Provinsi Kalimantan Timur. Ia merupakan Kepala Seksi (Kasi) yang berjenis kelamin perempuan pertama yang menjabat selama 7 tahun di Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kab. Kukar. Selain itu, perempuan yang hobi membaca buku ini juga aktif berdakwah.

Asniah berpartisipasi sebagai peserta pada Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pertama tahun 2017 di Cirebon, Jawa Barat. Kehadirannya di Kongres KUPI 1 memberi inspirasi terkait aktivitas dakwahnya. Pasca KUPI 1, ia banyak berdakwah sampai ke Hulu Mahakam dengan muatan isu pernikahan anak, kekerasan dalam rumah tangga, dan pelecehan seksual.

Tidak hanya itu, Asniah membuka ruang konsultasi dan pendampingan bagi korban kekerasan seksual di ibu kota Kabupaten Kukar, Tenggarong. KUPI juga menginspirasinya untuk melanjutkan pendidikan S3 jurusan Pendidikan Agama Islam di UIN Antasari Banjarmasin.

Riwayat Hidup

Asniah berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, Alm. H. Muhammad Amin bin Badru dan ibunya, Hj.Siti Alang, merupakan pendiri Pesantren Al Mu’minun (1974). Pesantren ini adalah sistem pembelajaran dan pendidikan Islam tertua yang ada di Kutainegara, Provinsi Kalimantan Timur. Sejak kecil, anak ke 2 dari 4 bersaudara ini sering ikut ketika orangtuanya berdakwah hingga ke perbatasan Malaysia. Hal tersebut yang membuatnya gemar untuk berdakwah.

Ibu dari 4 orang anak ini telah menempuh pendidikan di SD negeri 073 Samarinda (1987), MTs. Alkosar Samarinda (1991), SMA 2 Samarinda (1994), S1 Pendidikan Agama Islam STAIN Samarinda (2000), S1 Pendidikan Matematika UIN Smarinda (2003), S2 Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Dokter Sutomo Surabaya (2012).

Sejak mahasiswa, Asniah senang berorganisasi. Ia pernah menjabat menjadi Ketua Umum PW IPPNU Kalimantan Timur (2004-2007) dan Ketua 1 bidang pengkaderan di Pengurus Pusat IPPNU (2006-2009). Pada tahun 2009–2012, ia menjadi anggota Fatayat di PC Kukar, Tenggarong, dan sekarang menjadi anggota muslimat PC Kukar.

Asniah mengawal karirnya sebagai kepala MTs. Pondok Pesantren Al Mu’minun (2007- 2009). Ia pernah mengepalai 4 seksi di Kankemenag Kab Kukar, di antaranya Kasi Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Dasar atau Mapenda (2011-2015), Kasi Madrasah (2015-2017), Kasi Madrasah (2017-2019), Kasi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren atau PD Pontren (2017-2019).

Selama menjadi Kasi, ia membuat gerakan dan melakukan berbagai inisiatif. Tahun pertama menjabat Kasi (2011), Asniah mendorong agar alokasi anggaran kemenag bisa menyentuh madrasah secara menyeluruh. Ia menemukan ada 80 persen madrasah di Kukar-Tenggarong yang belum terakreditasi dan tidak mendapatkan bantuan dana dari Kemenag.

Asniah mengambil waktu Sabtu dan Minggu di luar jam kerjanya untuk turun ke lapangan. Ia turun dengan biaya sendiri. Selama ini tidak banyak aparatur pemerintahan di Kukar turun langsung menjangkau wilayah-wilayah terpencil. Apalagi, kondisi geografis Kukar sangat luas, berbukit, mencakup wilayah pesisir atau pantai, memiliki puluhan danau, dan penduduknya banyak yang tinggal di tepian Sungai Mahakam.

Asniah menyusuri 18 kecamatan yang ditempuh melalui jalur darat dan menyusuri sungai. Ia mengumpulkan semua data madrasah yang ada. Pada tahun kedua menjabat Kasi (2012/2013), madarasah di Kukar sudah terakreditasi dan mendapatkan anggaran. Hal itu berdampak pada perbaikan infrastruktur madrasah.

Pengarusutamaan Gender

Ia juga mendata guru-guru yang belum tersertifikasi. Selama ini madrasah banyak dipimpin oleh laki-laki. Ia datang ke setiap madrasah dan berdiskusi dengan pemimpin madrasah dengan menegaskan bahwa guru perempuan pun punya potensi dan kesempatan yang sama dengan laki-laki.

Awalnya ia ditolak karena dianggap menyampaikan hal yang tabu. Namun Asniah tetap gigih. Ia yakin bahwa perempuan juga mampu memimpin di lembaga pendidikan Islam. Ia pun terus menerus melakukan audiensi ke madrasah.

Ia juga memberi pemahaman ke guru-guru perempuan terkait hak perempuan di lembaga pendidikan. Asniah juga memotivasi agar mereka berani dan percaya diri untuk memimpin. Hasilnya, selama ia jadi Kasi Madrasah telah banyak perempuan yang menjadi kepala madrasah.

Ia juga mendorong pengajar laki-laki untuk terlibat di pendidikan Taman Kanak-kanak. Ia memberi pemahaman kepada pengajar bahwa tugas di lembaga pendidikan dini tidak hanya perempuan, tetapi juga laki-laki.

Asniah tak bosan mendorong guru-guru perempuan melanjutkan pendidikan hingga ke bangku kuliah. Ia membangun jaringan di universitas-universitas agar memberikan beasiswa ke guru perempuan. Upayanya berbuah. Banyak guru perempuan yang melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi.

Sekarang, di Kakanwil Kemenag Kukar telah ada 3 perempuan yang menjadi kepala Kasi. Di pertemuan kemenag, ia membuat terobosan agar perempuan bisa menjadi pembaca doa. Hal ini tentu tidak serta merta diterima. Namun ia menyakinkan dengan pengetahuan agama yang ia miliki bahwa perempuan pun punya hak untuk tampil di depan dan memimpin doa. Tak pelak, hari ini, jika ada pertemuan kemenag, perempuan sudah bisa menjadi pembaca doa.

Tokoh dan Keulamaan Perempuan

Keterlibatannya di KUPI 1 bermula dari informasi yang diberikan sang suami. Suaminya mendapatkan informasi tersebut dari hastag di Metro TV terkait kongres ulama perempuan di Cirebon. Asniah mendaftar dan membuat tulisan. Saat itu, ia satu-satunya perwakilan dari Kalimantan Timur.

KUPI 1 membuat banyak perubahan dalam hidup Asniah. Ia gelisah melihat kasus kekerasan terhadap perempuan dan pernikahan anak di Kalimantan Timur yang cukup tinggi. Bahkan, Asniah sendiri dulunya pernah menjadi korban kekerasan seksual.

KUPI 1 menginspirasinya untuk membuka layanan konseling dan pendampingan bagi perempuan korban kekerasan. Tidak hanya itu, ilmu yang ia dapatkan dari KUPI 1 dibagikan ke keluarga, seluruh kenalan, dan publik secara luas.

Ia berdakwah dari satu tempat ke tempat lain secara sukarela. Baginya perempuan mesti memiliki wawasan luas dan berani menyampaikan apa yang dirasakannya. Perempuan mempunyai hak yang sama di hadapan Tuhan.

Asniah bekerja sama dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), dinas sosial dan kepolisian untuk mendampingi kasus kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Jika ada kasus, pihak tersebut melibatkan Asniah untuk mendamping korban agar kuat dan mampu berbicara kepada pihak yang berwenang. Ada banyak kasus yang ia dampingi.

Beberapa kasus KDRT yang ia dampingi sampai ke pengadilan. Ia pernah mendampingi seorang istri kyai yang menjadi korban KDRT. Ada kasus lainnya, seorang istri dipukul dan mendapatkan kekerasan seksual, Asniah mendampingi bersama kepolisian hingga di pengadilan.

Karena terlampau berat KDRT yang dialami perempuan, beberapa korban ada yang ingin bunuh dini. Pada titik itu Asniah memberikan penguatan kepada korban agar tetap melanjutkan hidup.

Selain itu, ia pernah mendampingi seorang anak kelas 3 SMP yang dikeluarkan sekolah di desa karena mengalami kehamilan yang tidak direncanakan (KTD). Awalnya, anak tersebut diusir orangtuanya, karena menganggap yang dihadapi anaknya sebagai aib. Asniah bersama dinas sosial datang ke sekolah memberi pemahaman kepada pihak sekolah terkait hak pendidikan si anak. Akhirnya, anak tersebut bisa kembali bersekolah dan mendapatkan ijazah kelulusan.

Ia juga memberi pemahaman ke orang tua dan keluarga besar agar anak tersebut tetap didampingi. Baginya, anak yang menanggung KTD tidak memahami pengetahuan soal seksualitas sehingga membutuhkan pendampingan. Anak itu sempat direhabilitasi oleh dinas sosial. Beruntungnya, orangtua kemudian menerima anak itu pulang.

Asniah juga pernah mendampingi korban pemerkosaan yang akan dinikahkan dengan pelaku karena dianggap aib. Masyarakat di sana menyalahkan korban. Perempuan ulama ini langsung datang ke orangtua dan keluarga besar korban dengan menjelaskan bahwa kejadian itu bukan aib.

Ia memberi pemahaman kepada mereka bahwa pemerkosaan bukan sesuatu yang diinginkan korban. Itu terjadi karena cara pandang pelaku yang salah. Ia menjelaskan bahwa anak mereka akan menderita secara psikis jika harus dinikahkan dengan pelaku. Dengan terbangunnya pemahaman yang berperspektif korban di lingkaran keluarga, anak tersebut tidak jadi dinikahkan dan pelaku dipenjara melalui proses hukum.

Advokasi dan pendampingan yang ia lakukan menghadapi banyak tantangan. Ia, bahkan, pernah hampir dilaporkan ke polisi karena dianggap melakukan penculikan anak. Padahal, pengalamannya yang nyaris dikriminalisasi itu justru karena dirinya menyediakan rumah aman bagi beberapa anak korban kekerasan.

Prosedur yang dilakukan Asniah adalah mendatangi orang tua para korban untuk memberikan pemahaman. Itu pun tidak langsung dipahami oleh orang tua. Terkadang Asniah membutuhkan waktu lama, sampai berbulan-bulan.

Ia pernah dianggap membela anak yang berzina ketika mendampingi korban. Namun ia memberi pemahaman kepada orang-orang di kampung tentang pentingnya membangun ruang aman dan pendidikan seksualitas sejak dini. Itu juga membutuhkan waktu berbulan-bulan.

Tidak hanya soal isu kekerasan seksual dan KDRT, Asniah juga mendampingi anak-anak bekas pengguna narkotika. Anak-anak tersebut berasal dari Hulu Mahakam hingga Tenggarong. Ada sekitar 20 anak yang didampingi secara gratis. Mereka datang ke rumah Asniah.

Mereka adalah anak-anak yang ditinggalkan keluarga. Banyak di antaranya memiliki keluarga yang tidak harmonis. Ada juga yang tidak dipercaya orangtuanya lagi, karena sempat anak mereka menggunakan narkotika.

Asniah dan suaminya mendampingi anak-anak tersebut. Asniah mengajak mereka zikir dan solawat. Asniah menyediakan diri menjadi tempat cerita ketika mereka mengalami masalah. Asniah tak lupa mengajak anak-anaknya untuk terlibat di pendampingan eks-pengguna narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif (narkoba) yang berbahaya.

Tidak hanya itu, Asniah dan suaminya datang ke keluarga anak-anak pemakai narkoba untuk memberikan pemahaman bahwa anak tersebut harus dirangkul kembali ke kehidupan yang lebih sehat. Mereka tetap mendampingi rutin, sesekali datang ke sana dan kadang dengan menelpon.

Asniah dan keluarganya sangat percaya apa yang diupayakan secara tulus dan bersungguh-sungguh akan berbuah positif. Ia pun senang karena tidak sedikit anak yang keluarganya dampingi terlepas dari ketergantungan narkoba dan kemudian memiliki kehidupan yang lebih baik.

Mubadalah

Salah satu yang ia dalami saat mengikuti KUPI 1 adalah soal relasi mubadalah. Ia memberi pemahaman kepada suami dan anak-anaknya mengenai konsep yang dikembangkan KUPI. Sebuah nilai tentang hubungan suami dan istri atau laki-laki dan perempuan maupun relasi antaridentitas gender yang saling bekerja sama dan mengedepankan kemitraan atau kesalingan yang setara.

Ia bersama suaminya sering mendengarkan ceramah dari Kyai Faqihuddin Abdul Kodir dan ulama perempuan KUPI Dr. Nur Rofiah, Bil.Uzm. yang memaparkan konsep mubadalah. Sejak itu, Asniah dan suaminya mulai menerapkan konsep mubadalah dimulai dari dalam rumah.

Pekerjaan domestik juga menjadi tanggung jawab suami. Asniah menggambarkan aktivitas domestik di keluarganya. Jika ia memasak, suaminya ikut berbagi tugas di dapur. Jika ada tamu yang datang, suaminya yang menghidangkan minuman. Begitu sebaliknya. Tak jarang Asniah menyetir mobil ketika bersama suami.

Kebiasaan-kebiasaan itu ditunjukkan kepada anak-anak mereka juga anak-anak yang menghadiri majelis (pengajian atau pendidikan Islam). Ketika ada acara akbar, suaminya ikut terlibat di dapur untuk memasak.

Asniah secara memberikan pemahaman sekaligus praktik tentang konsep mubadah kepada santri dan satriwati di Pesantren Al Mu’minun.

Asniah dan suaminya sama-sama berdakwah. Adliansyah, suaminya, sering berdakwah tentang kesetaraan bahwa istri bukanlah pelengkap, melainkan teman sejawat dan sahabat berjuang.

Suaminya yang juga menjadi guru di salah satu pesantren di Tenggarong membahas bagaimana laki-laki tidak boleh lupa dengan hak istri. Suami haruslah memberikan ruang kepada istri untuk melanjutkan pendidikan tinggi.

Adliansyah mendakwahkan konsep mubadalah pada setiap kesempatan, termasuk saat pengajian bapak-bapak dan anak muda laki-laki di majelis.

Sekarang jika suaminya diundang ceramah, Asniah selalu dilibatkan. Suaminya mengisi majelis laki-laki, sedangkan Asniah mengisi ceramah di majelis perempuan.

Dari dakwah mubadalah ini, mereka berdua kini dipercaya menjadi konsultan pernikahan yang menjunjung tinggi prinsip kesalingan di Tenggarong-Kukar. Mereka berharap prinsip kesalingan dan kesetaraan menghidupi keluarga-keluarga di masyarakat Tenggarong-Kukar.

Perjuangan Asniah dan suami untuk membumikan konsep mubadalah di Tenggarong tidak mudah. Tantangan terbesarnya dari keluarga besar dan masyarakat. Masyarakat masih memahami bahwa laki-laki sebagai imam tidaklah pantas melakukan pekerjaan domestik. Hal tersebut masih dianggap tabu.

Asniah dianggap istri yang tidak patuh terhadap suami. Suaminya pun dianggap takut terhadap istri. Ia dan suaminya pernah dianggap liberal serta tidak sesuai dengan ajaran agama. Namun suaminya bisa menjelaskan prinsip mubadalah dengan pemahaman agama yang dimilikinya.

Perempuan yang memiliki moto hidup “Khoirunnas Anfa’uhum Linnas” ini terinspirasi dari Sayyidah Khadijah, Sayyidah Aisyah dan Nyai Dr. Nur Rofiah, Bil.Uzm. Nur Rofiah berpengaruh sangat besar terhadap Asniah untuk terus melanjutkan pendidikan ke jenjang S3.

Ia sering mengikuti forum-forum yang diampu oleh Nur Rofiah. Apa yang ia dapat selama forum itu disampaikan ke para perempuan di Tenggarong. Tak lupa ia membagikannya saat menjadi narasumber di sekolah, pesantren, dan pengajian ibu-ibu.

Asniah kembali mengikuti KUPI 2 di Semarang dan Jepara. Ia mengajak teman-temannya untuk ikut menghadiri perhelatan itu. Ia melihat banyak perbedaan antara KUPI 1 dan KUPI 2. KUPI 1 tidak banyak laki-laki yang terlibat dalam pertemuan diskusi. Pada KUPI 2, selain diikuti oleh delegasi mancanegara, juga banyak delegasi laki-laki yang ikut berkontribusi. Ada yang mengisi panel dan ikut memberikan rekomendasi.

Saat KUPI 2, Ia mengikuti panel terkait seksualitas dan ekstremisme. Ia mendapat pengetahuan terkait paham ekstremisme yang masuk ke ranah pendidikan dan gerakan dakwah.

Selama ini paham ekstremisme juga mulai masuk di kurikulum pendidikan agama dan banyak konten buku-buku SD yang harus dikaji ulang. Menurut pengamatannya, pengajian-pengajian tak sepi dari materi-materi yang berisi doktrin ekstremisme.

Pengetahuan baru tentang pencegahan ekstremisme ini ia jadikan bahan dakwah pada saat pertemuan majelis dan halaqah yang diadakan di Tenggarong-Kukar. Ia juga berniat, jika kembali tugas di Kasi PD Pontren sehabis menyelesaikan S3, akan memberikan pemahaman soal bahaya ektremisme dan pencegahannya ke lingkungan Kakanwil Kemenag tempat ia bekerja.  

Karya

Pada tahun 2012 hingga sekarang, Asniah didapuk sebagai Ketua Majelis Taklim Asy-Syifa Tenggarong. Sementara, sejak tahun 2022, ia diminta menjadi penceramah khusus di Majlis Taklim Muslimah di Tenggarong.

Ia memberikan edukasi kepada anggota majelis bahwa perempuan memiliki kesempatan untuk pendidikan tinggi. Upayanya yang konsisten ini berdampak baik, banyak anak perempuan yang diizinkan untuk melanjutkan pendidikan tinggi dan bekerja.

Dari inisiatif Asniah mendakwahkan prinsip kesetaraan gender dan mubadalah, pergeseran perspektif keagamaan masyarakat di sekitar Asniah beraktivitas dan berdakwah terbangun. Setidaknya, angka pernikahan dini di lingkungan majlis taklim berkurang.

Ia juga membuka ruang konsultasi untuk keluarga. Ia memberi pemahaman ke para perempuan agar mau membangun dialog dengan suami dan anak. Ada beberapa kasus perceraian karena ketidakharmonisan pasangan. Asniah membantu memberikan pemahaman ke pasangan suami-istri (pasutri). Buah dari konsultasi adalah perceraian-perceraian tidak terjadi karena pemahaman yang baik tentang prinsip kesetaraan dan kesalingan (mubadalah).

Terhadap para korban dan keluarganya, Asniah mendorong agar perempuan berani melaporkan ke pihak yang berwenang jika kasus kekerasan menimpa mereka.


Penulis : Angelique Maria Cuaca
Editor :
Reviewer :