Konsep Resiprokal dalam Penafsiran Al-Qur’an (Studi Analisis Pemikiran Faqihuddin Abdul Kodir dalam Karyanya Qira’ah Mubadalah Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender dalam Islam)

Dari Kupipedia
Revisi per 15 Maret 2023 17.27 oleh Faqihuddin Abdul Kodir (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi ''''Penulis: Partomo''' '''Abstrak''' Diskursus seputar ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan bukan persoalan yang baru, berabad-abad lamanya superiorita...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Penulis: Partomo


Abstrak

Diskursus seputar ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan bukan persoalan yang baru, berabad-abad lamanya superioritas laki-laki atas perempuan berakar kuat dan bertahan sampai saat ini. Sub-ordinasi, marginalisasi, bahkan diskriminasi terhadap perempuan semakin marak menghias dinding-dinding kehidupan. Bahkan narasi-narasi agama terkadang menjadi lahan subur bagi tumbuhnya ketimpangan relasi antara laki-laki dengan perempuan. Tafsir-tafsir dan ajaran keagamaan yang diharapkan menjawab problematika ini justru menjadi pupuk bagi suburnya ketimpangan yang terjadi. Kenyataan ini berseberangan dengan konsensus bahwa agama menjadi milik laki-laki dan perempuan, Al-Qur’an hadir menyapa laki-laki dan perempuan.

Riset ini berupaya mengungkap dua hal: Pertama, bagaimana konsep resiprokal Faqihuddin Abdul Kodir. Kedua, bagaimana relevansi konsep resiprokal terhadap pokok permasalahan gender dalam Islam. Guna mencapai tujuan tersebut, periset bertumpu pada dua teori: Pertama, Tafsir Maqashidi Wasfi Asyur Abu Zayd dan hermeneutika Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher.

Riset ini menghasilkan kesimpulan: ertama, interpretasi berbasis mubadalah Faqihuddin Abdul Kodir atau konsep resiprokal dalam penafsiran teks-teks agama ini sudah memenuhi aturan-aturan tafsir maqashidi. Proses penyimpulan yang diperoleh dari interpretasi berbasis mubadalah ini berdasar pada maqashid al-syari’ah dan maqashid Al-Qur’an sebagai basis utama interpretasi ini. Kedua, interpretasi berbasis mubadalah Faqihuddin Abdul Kodir ini juga telah masuk dalam  kerangka hermeneutika Schleiermacher yaitu interpretasi gramatikal di mana seorang mufasir harus memahami bahasa dari teks yang akan dipahami atau yang akan diinterpretasikan. Ketiga, penggunaan interpretasi berbasis mubadalah gagasan Faqihuddin Abdul Kodir ini tidak bisa ditawar lagi. Mengingat ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan semakin hari semakin meluas dan akan semakin sulit dihilangkan. Gagasan interpretasi ini sangat relevan dalam rangka mewujudkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan agar tidak terjadi superioritas, subordinasi, bahkan marginalisasi terhadap perempuan.

Kata Kunci: Tafsir, Resiprokal, Mubadalah, Gender


Baca selengkapnya disini...