Chuzaimah Batubara

Dari Kupipedia
Revisi per 18 Januari 2022 17.48 oleh Agus Munawir (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Dr. Hj. Chuzaimah Batubara, M.A.
Chuzaimah Batubara.jpg
Tempat, Tgl. LahirMedan, 6 Juli 1970
Aktivitas Utama
  • Dosen PNS (Pembina Tk. I / IV/b) sebagai Lektor Kepala di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sumatera Utara
Karya Utama
  • Sourcing the Academic Works for English References: An Analysis of Students’ Perceptions (2021)

Dr. Hj. Chuzaimah Batubara, MA. lahir di Medan, pada 6 Juli 1970. Ia merupakan dosen di Fakultas Syariah, sekertaris umum Pusat Studi Gender dan Anak, dan Ketua Dharma Wanita di Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara.

Chuzaimah mendukung dan sangat senang dengan adanya Gerakan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). Ia berada di jalur yang sama dengan Gerakan KUPI, yaitu untuk keadilan gender sebagaimana yang selama ini telah ia lakukan di Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA). Menurutnya, KUPI yang berada di bawah komando Bu Nyai Badriyah Fayumi dapat mengkoordinir banyak tokoh dan stakeholder.

Gerakan KUPI di Sumatera Utara sendiri sebetulnya cukup potensial. Namun demikian, KUPI perlu memiliki basis pesantren yang kuat di Sumatera dan lebih membumikan lagi konsep dan pengertian keulamaan perempuan beserta kriterianya.

Riwayat Hidup

Ayah Chuzaimah bernama Abdul Chalik Batubara dan ibunya bernama Faridah Nasution. Ibunya adalah seorang abdi negara Golongan II yang bertugas di salah satu sekolah swasta di bawah naungan Organisasi Al-Wasliyah di Medan. Ayahnya adalah seorang buruh bangunan. Kedua orangtua Chuzaimah berharap agar keenam anaknya pandai mengaji, termasuk Chuzaimah.

Chuzaimah menikah dengan Prof. Dr. H. Saidurrahman, M.Ag yang saat ini menjadi rektor UIN Sumatera Utara. Mereka dikaruniai tiga buah hati, yaitu Aufa Awalia Said Harahap, Zidan Abdullah Said Harahap, dan Arsyad Baihaqi Said Harahap.

Meski tidak pernah mondok, sejak duduk di bangku Sekolah Dasar Negeri (SDN), Chuzaimah juga mengikuti Madrasah Diniyah setingkat ibtidaiyah. Ia mempelajari berbagai macam pelajaran, seperti fikih, khot, akidah, bahasa Arab, tarikh, dan tafsir. Jadwal mengajinya bergantung pada jadwal pendidikan formalnya. Jika jam di SDN masuk pagi hari, maka Chuzaimah mulai mengaji di sore hari setelah waktu shalat ashar.

Chuzaimah tamat SD pada tahun 1983. Ia kemudian masuk ke SMP Negeri 14. Kala itu ia masih mengaji di Madrasah Diniyah setingkat tsanawiyah. Sebenarnya Chuzaimah tidak terlalu suka mengaji. Namun karena orang tuanya ingin sekali anak-anaknya menamatkan sekolah mengaji, maka Chuzaimah pun melakukannya. Ibunya pernah berpesan, “Jika ingin berhenti mengaji, maka berhenti juga sekolah formal.” Chuzaimah tidak mau, maka ia pun tetap menjalani keduanya. Guru-guru ngajinya kala itu adalah mahasiswa dari Institute Agama Islam Negeri (IAIN) yang hampir menyelesaikan studi Strata-1.

Pada tahun 1986 Chuzaimah berhasil tamat dari SMPN 14. Melihat ibunya yang berprofesi sebagai seorang guru, ia pun bercita-cita menjadi guru. Ia mencoba mendaftar ke Pendidikan Sekolah Guru (PSG) yang jarak lokasinya dari rumah harus ia tempuh menggunakan angkutan umum sebanyak dua kali. Namun nasib mujur belum berpihak kepadanya. Ia tidak lulus ujian PSG karena keterbatasan yang dimilikinya. Pewawancara bahkan sempat berkata ia tidak bisa menjadi guru jika memiliki kedua bola mata yang tidak simetris. Mendengar anaknya mendapat ketidakadilan, ibunya mencoba berdiskusi dengan kepala sekolah tempat ia mengajar. Lalu kepala sekolah menyarankan agar Chuzaimah masuk ke Madrasah Aliyah (MA) al-Washliyah.

Chuzaimah tetap mencoba peruntungan masuk ke SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas) namun sayang nilainya tidak mencukupi. Akhirnya Kepala Sekolah Isma’iliyah al-Washliyah datang ke rumah Chuzaimah dan memintanya langsung untuk tetap melanjutkan pendidikan dengan mendaftar di MA al-Washliyah. Karena tidak ada pilihan lain, Chuzaimah pun menerima tawaran itu.

Di MA Al-Washliyah, Chuzaimah mendalami mata pelajaran yang ternyata buku ajarnya sama dengan buku-buku yang digunakan di pesantren. Bahkan mu’allim atau asatidz-nya berasal dari lulusan Timur Tengah. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) pada waktu itu hanya mempelajari ilmu-ilmu agama. Agar dapat melanjutkan studi ke perguruan tinggi, Chuzaimah memilih untuk mengikuti ujian penyetaraan. Jadi, ia mengikuti dua kali ujian, yaitu ujian MAN dan ujian penyetaraan. Ia pun tamat dari MA al-Washliyah tahun 1989.

Selain bekerja menjadi guru PNS, ibunya juga menjadi guru privat dari rumah ke rumah untuk menambah pemasukan keluarga. Ketika Chuzaimah ingin melanjutkan perguruan tinggi, ibunya sempat kebingungan. Ibunya meminta Chuzaimah untuk menyudahi saja pendidikannya dan lanjut mengajar di Madrasah Ibtidaiyah. Namun, ternyata Chuzaimah tidak diterima mengajar di Madrasah Ibtidaiyah dengan alasan bahwa jumlah pengajarnya sudah tercukupi. Akhirnya Chuzaimah mendapat izin dari ibunya untuk kuliah.

Ketika melihat brosur Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara, Chuzaimah tertarik dengan Fakultas Syariah jurusan Perbandingan Madzhab. Salah satu alasannya karena sepupu ayahnya atau pamannya yang pernah tinggal bersama keluarga Chuzaimah dan juga seorang alumni pondok pesantren, melanjutkan pendidikannya di Fakultas Syariah. Pamannya juga yang turut mendidik Chuzaimah terkait pendidikan Al-Qur’an. Namun sayang, pamannya meninggal saat sedang sidang munaqasah.

Chuzaimah memutuskan untuk mengambil jurusan Perbadingan Madzhab karena ke depannya ia bisa menjadi jaksa dan hakim. Sedangkan jurusan Pengadilan Agama proyeksi lulusannya hanya dapat menjadi hakim. Oleh sebab itu, Chuzaimah memilih jurusan Perbandingan Madzhab karena peluang kerjanya lebih besar meskipun seleksinya paling sulit karena lebih banyak mengkaji kitab-kitab kuning. Bahkan saat ini, Perbandingan Madzhab menjadi jurusan yang tidak diminati.

Ketika pengumuman masuk universitas keluar, Chuzaimah ternyata mendapatkan nilai tertinggi. Ketika ia menyampaikan berita tersebut kepada orang tuanya, ayahnya berpesan, “Nanti bilang ke Umi. Kalau Umi bilang lanjut, maka belajar yang betul agar berhasil kuliahnya, agar Umi yang membiayai juga bahagia.” Saat itu kakak Chuzaimah juga masih berkuliah. Hanya Chuzaimah dan kakaknya yang berkuliah. Saudara-saudaranya yang lain hanya tamat Sekolah Menengah Atas (SMA). Bahkan adiknya sempat menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. Ketika kakaknya berkuliah, ibunya selalu gali lubang tutup lubang. Hal inilah yang sempat memberatkan ibunya ketika Chuzaimah meminta untuk berkuliah.

Selama kuliah, Chuzaimah menjadi mahasiswa yang berprestasi. Nilainya selalu menduduki posisi tertinggi sehingga dosen-dosen pun mengenalnya. Ia kemudian mendapatkan rekomendasi untuk mendapatkan beasiswa Supersemar mulai dari semester 2 sampai tiga tahun berturut-turut. Beasiswa ini sangat membantu ibunya untuk mewujudkan impian Chuzaimah. Apalagi, sejak ayahnya terserang penyakit jantung dan tidak mampu lagi untuk bekerja, akhirnya ibunya yang menjadi tulang punggung keluarga. Chuzaimah juga aktif berorganisasi di HMI (Himpunan Mahasiswa Indonesia) dan mendapatkan banyak jaringan. Dari sini Chuzaimah aktif menjual buku untuk menambah pemasukan untuk biaya perkuliahannya.

Ketika dekan di fakultasnya kerap mendatangkan alumni-alumni yang mengikuti program pembibitan calon dosen di bawah naungan Kemenag dan baru pulang dari luar negeri, Chuzaimah terinspirasi menjadi dosen sejak semester 3. Di bawah bimbingan alumni yang telah selesai melakukan studi pembibitan calon dosen, selama kuliah Chuzaimah tekun mengembangkan kemampuan bahasa Inggrisnya.

Chuzaimah belajar bahasa Inggris mulai dari kelompok belajar sampai akhirnya ia memberanikan diri untuk tes TOEFL. Ia pun mempercepat kuliahnya apalagi ketika ayahnya berpulang usai Chuzaimah mengikuti KKN. Ketika pendaftaran pembibitan calon dosen dibuka, Chuzaimah ikut mendaftar seleksi untuk wilayah Sumatera Utara dan dinyatakan lulus. Ia pun pergi ke Jakarta untuk mengikuti pembibitan calon dosen bersama di antaranya Bapak Kamarudin Amin (Dirjen Bimas Islam) dan Ibu Nyai Badriyah Fayumi.

Chuzaimah kembali mempelajari bahasa Inggris dalam program pembibitan calon dosen karena tujuan studinya adalah ke luar negeri. Sementara beberapa teman yang lain mengikuti kelas bahasa Arab karena mereka ingin melanjutkan studi ke Timur Tengah. Ketika ada Program Islamic Studies di Mc-Gill University, Kanada, Chuzaimah pun mendaftar dan dinyatakan lulus hingga akhirnya cita-citanya untuk menjadi dosen pun tercapai. Ia menyelesaikan studi magisternya di Mc-Gill University jurusan Islamic Studies pada tahun 1999. Ia lalu menempuh pendidikan doktoral di Program Paskasarjana UIN Sumatera Utara jurusan Hukum Islam dan lulus pada tahun 2015.

Chuzaimah bersama suaminya menerapkan kesetaraan dan keadilan gender bahkan sejak mereka mengawali bahtera pernikahan. Mereka sempat menjalani masa-masa long distance relationship (LDR) saat Chuzaimah sedang menjalani pembibitan calon dosen di Jakarta. Apalagi ketika ia sedang melanjutkan studi di Kanada, hanya telepon yang bisa ia lakukan untuk tetap berkomunikasi dengan suaminya. Namun, itu semua mereka jalani dengan penuh kasih sayang dan pengertian bahwa risiko ini memang harus mereka lalui. Bagi Chuzaimah, dukungan dan kerelaan hati suaminya merupakan bentuk apresiasi untuk emansipasi perempuan. Karena tidak semua peserta pembibitan calon dosen yang telah menikah mendapatkan izin dari suaminya untuk menjalani studi lanjut di luar negeri.

Tokoh dan Keulamaan Perempuan

Setelah lulus dari pembibitan calon dosen pada tahun 1999, Chuzaimah ditugaskan menjadi dosen dan menjadi anggota di pusat penelitian di UIN Sumatera Utara. Ia juga mulai concern dengan persoalan gender karena ia aktif di Pusat Studi Wanita (PSW). Ia mulai mengikuti berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan anak, kekerasan terhadap perempuan, dan kekerasan dalam rumah tangga.

Dulu, PSW bukanlah organisasi struktural di UIN Sumatera Utara, sehingga ketika akan melakukan penelitian, Chuzaimah dan tim harus membuat proposal pendanaan terkait penelitian yang akan dilaksanakan. Namun, saat ini PSW telah menjadi organisasi struktural dan berubah nama menjadi PSGA. Chuzaimah juga diamanahi sebagai tenaga pengajar di Fakultas Ekonomi Bisnis dan Islam yang berkaitan dengan Ekonomi Islam. Karena sudah terlibat di PSGA, ia sering mengaitkan penelitian yang berkaitan dengan ekonomi Islam dengan kajian gender.

Saat ini Chuzaimah aktif sebagai Ketua Dharma Wanita di UIN Sumatera Utara. Jika dulu acara Dharma Wanita hanya berkaitan dengan seremonial ataupun selebrasi, ketika Chuzaimah menjadi Ketua Dharma Wanita, ia membawa para anggota Dharma Wanita ke wilayah marjinal untuk melakukan pemberdayaan bagi perempuan korban bencana alam Gunung Sinabung. Mulai dari pendidikan agama hingga pengembangan potensi diri, seperti pelatihan pembuatan keripik kentang dan memberikan peralatan yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut. Chuzaimah berharap Dharma Wanita selanjutnya meneruskan hal-hal positif ini di masa jabatan yang akan datang.

Chuzaimah juga aktif di Majelis Taklim Rasa Ruhani Dzikir Qalb sebuah majelis taklim yang mengajak jamaahnya untuk beribadah dan berzikir dengan khusuk. Kegiatan ini dilaksankan bersama rekan dosennya yaitu Dr. Iqbal Ilham dengan memberikan pelatihan teknik zikir qalb mulai dari gerakan shalat. Dari pelatihan ini, ada jamaah yang menangis karena bisa merasakan nikmatnya beribadah bagaikan di depan Ka’bah dan lebih dekat kepada Allah. Hubungan dengan sesama manusia pun jauh lebih baik.

Pada dasarnya persoalan perempuan membutuhkan ulama perempuan, untuk menangani kasus-kasus kekerasan, perceraian, hak istri, dan sejenisnya. Mereka dapat memberikan pendampingan dengan waktu yang fleksibel untuk memperluas progres gerakan yang saat ini dilakukan. Hal ini bisa juga diterapkan dengan memberdayakan ibu-ibu yang sering mengikuti majelis taklim.

Chuzaimah berharap KUPI ke depannya selain menggandeng organisasi-organisasi yang telah berskala multi nasional, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, juga melibatkan organisasi lokal seperti untuk wilayah Sumatera Utara adalah Organisasi Fahmina Ummi yang diketuai oleh Prof. DR. Dahlia Lubis. Organisasi ini sangat aktif mengedukasi para ibu dari majelis ke majelis. Ini sangat baik untuk jejaring KUPI.

Prestasi dan Penghargaan

Chuzaimah pernah menerima penghargaan Satyalencana Karya Satya XX tahun 2018 dari Presiden Republik Indonesia

Karya-Karya

Chuzaiman banyak melahirkan karya tulis dan penelitian, di antaranya:


Karya Penelitian

  1. Handbook: Metodologi Studi Islam (2018)
  2. An Analysis of the Effectiveness of the Islamic Economic Movement: A Case Study of Mart 212 in Medan, Indonesia (2018)
  3. Small and Medium-Sized Enterprises (SMEs), Islamic Bank, and Religiousity (2018)
  4. Asset Mapping Pembangunan Struktur Sosial Keagamaan Masyarakat Relokasi Korban Sinabung, Kabanhaje (2018)
  5. Dampak Dana Desa terhadap Kesejahteraan pada Masyarakat Desa-Desa Tertinggal di Indonesia (2019)
  6. Women in Anomaly Communication of Religious Development in Indonesia: Study in Yogyakarta (2019)
  7. Language and Law: Students’ Comprehension of Arabic and English Terminology in Islamic Finance: A Comparative Study (2019)
  8. The Impact of Village Funds on Enhancing Welfare of North Maluku Communities Using Falah Approach (2020)
  9. Social Capital and Economic Development: Learning from Kasih Sayang Village (2020)
  10. Sourcing the Academic Works for English References: An Analysis of Students’ Perceptions (2021)
  11. English Courses for Students of Islamic Economics: What Do They Really Need? (2021)


Penulis : Karimah Iffia Rahman
Editor : Nor Ismah
Reviewer : Faqihuddin Abdul Kodir