Nafisah Sahal
Dra. Hj. Nafisah Sahal lahir di Jombang, pada tanggal 8 Februari 1946. Ia merupakan pengasuh Pondok Pesantren Puteri Al-Badi’iyah dan Pondok Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah.
Nyai Nafisah banyak menerbitkan karya terkait isu-isu perempuan yang diakomodasi oleh Rahima, salah satu organisasi penggagas Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). Dalam media terbitannya, yakni Swara Rahima, Nyai Nafisah termasuk salah satu dewan ahli bersama dengan cendekiawan-cendekiawan muslim lainnya seperti Saparinah Sadli, Muhyiddin Abdussomad, Mansour Faqih, Azyumardi Azra, dan Kamala Chandra Kirana. Selain itu, sepanjang perjalanan dakwahnya, ia selalu tergerak untuk memperjuangkan hak-hak perempuan terutama di bidang pendidikan. Salah satu santri Nyai Nafisah adalah Nyai Masriyah Amva yang mengasuh Pondok Pesantren Kebon Jambu, Babakan, Ciwaringin, Cirebon; tempat di mana KUPI tahun 2017 diselenggarakan.
Riwayat Hidup
Nyai Nafisah merupakan puteri dari pasangan KH Abd Fattah bin Hasyim Idris dan Nyai Hj Musyarofah Fattah binti Bisri Syansuri. Ayahandanya adalah pendiri Madrasah Mu'allimin Mua'allimat yang berlokasi di Tambak Beras. Kedua orang tuanya juga pendiri Pondok Pesantren Putri al-Fathimiyyah yang berlokasi di kota santri tersebut. Sedangkan kakeknya dari garis ibu yakni KH Bisri Syansuri merupakan salah satu tokoh Nahdlatul Ulama sekaligus inisiator pembangunan Pesantren Denanyar, Jombang. KH Bisri Syansuri juga tercatat sebagai pendiri madrasah untuk santri perempuan yang pertama di Jawa Timur.
Sebagai putri kyai besar, Nyai Nafisah dari kecil sudah dibekali ilmu agama. Bahkan dari usia 4 tahun, ia telah digembleng mengaji di bawah pengampuan kakek dan neneknya di Denanyar Jombang. Memasuki usia ke-8, ia melanjutkan pendidikan dasar hingga menengah atas di sekolah yang didirikan dan diampu oleh ayahandanya sendiri. Mentas dari Madrasah Mu'allimat Tambakberas, pengembaraan ilmunya berlanjut ke wilayah selatan Jawa, persisnya di IAIN (kini UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Selama menempuh pendidikan di Yogyakarta, ia tinggal di pesantren yang diasuh langsung oleh Prof. Dr. K.H. M. Tolchah Mansoer yang merupakan pendiri Ikatan Pelajar NU (IPNU) dan Rais Syuriah PBNU periode 1984-1986, sekaligus guru besar hukum Islam IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Prof. Dr. K.H. M. Tolchah Mansoer sendiri berkiprah juga di kancah politik sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) mewakili Partai NU dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Nyai Nafisah juga ikut ngangsu kawruh, diajar sebagai mahasiswa oleh KH. Ali Maksum yang pada saat itu memimpin Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak (tahun 1968-1989 M). Pada waktu itu Kiai Ali Maksum mengajar Tafsir di IAIN Sunan Kalijaga.
Ketika masih menempuh pendidikan sarjana, Nyai Nafisah dinikahkan oleh ayahnya dengan putera Kiai Mahfudh, yang tidak lain adalah KH Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh dari Kajen, Pati, Jawa Tengah. Meski telah menikah, Nyai Nafisah tidak serta merta menghentikan kuliahnya. Ia pun menjalin hubungan jarak jauh dengan suaminya agar dapat menyelesaikan studinya. Perjuangan gigih ini pun membuahkan hasil pada tahun 1968 ketika Nyai Nafisah berhasil lulus dari Fakultas Syariah.
Tokoh dan Keulamaan Perempua
Nyai Nafisah tak segan untuk menerapkan pendekatan personal di dalam dakwahnya. Ia bahkan tak jarang bergerak door to door untuk menjangkau masyarakat yang ingin belajar. Selain berdakwah di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, ia turut berbagi ilmu di Perguruan Islam Mathali’ul Falah sejak tahun 1972. Di tengah kesibukannya mengajar, perempuan satu anak ini mulai menjajaki kiprah keorganisasian di lingkungan Nahdlatul Ulama Pati, salah satunya melalui Muslimat NU. Dalam perkembangan selanjutnya ia mendapatkan amanah sebagai ketua Muslimat selama dua periode, yaitu tahun 1976-1982 dan 1982-1987. Periode selanjutnya ia dipercaya untuk memimpin organisasi yang sama, namun di lingkup wilayah Jawa Tengah selama 12 tahun dari 1993 hingga 2005.
Kerja nyata Nyai Nafisah dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar. Ia mengisi pengajian dan melakukan giat dakwah sosial di daerah Kajen, Pati, Jawa Tengah. Ia juga menggandeng pihak ketiga seperti BKKBN untuk memberikan sosialisasi tentang kesehatan, reproduksi, kependudukan, dan alat kontrasepsi yang sangat penting bagi masyarakat terutama anggota Muslimat. Ia terpilih sebagai satu-satunya ulama perempuan yang menjadi pembicara dalam Traveling Seminar di Sulawesi. Program yang bertajuk Membina Keluarga Maslahah ini didukung oleh BKKBN. Bersama sang suami, Nyai Nafisah berkeliling Indonesia hingga Kawasan Asia.
Nyai Nafisah Sahal juga berkiprah di bidang politik. Ia termasuk pioneer ulama perempuan yang berkecimpung di dunia politik. Ketika dicalonkan dalam pemilu, ia merupakan satu-satunya perempuan anggota DPRD II dari Partai Islam. Namun, ia memutuskan untuk tidak maju lagi pada periode selanjutnya. Meskipun dukungan dari berbagai pihak untuknya sangat kuat, ia menyampaikan tidak berambisi untuk mencari kedudukan. Menurutnya, jabatan itu adalah amanah yang tidak bisa dibuat main-main. Namun ketika banyak pihak memintanya untuk maju dalam pemilihan calon anggota DPD dalam masa jabatan 2004-2009, ia tak dapat menolak, apalagi karena mendapat dukungan dari Kiai Sahal Mahfudh. Nyai Nafisah berhasil memperoleh suara terbanyak di antara para anggota DPR RI se-Indonesia.
Selama lima tahun menjabat DPD RI, Nyai Nafisah selalu berupaya menjalankan semua tugasnya, baik sebagai abdi masyarakat, istri, ibu, dan guru. Ia bahkan harus bolak balik Pati-Jakarta setiap minggu dengan membagi waktunya empat hari di Jakarta dan tiga hari di Pati. Ia masih tetap bisa mengajar di Perguruan Mathali’ul Falah maupun di pesantren yang ia asuh. Dengan kerja keras ini, Nyai Nafisah mencoba memperlihatkan bahwa menjadi insan bermanfaat tidak memandang gender, dan bahwa ulama perempuan juga bisa menjadi politisi dengan dasar pengabdian kepada umat.
Penghargaan atau Prestasi
Atas kerja-kerja nyatanya di bidang pendidikan hingga politik, beberapa kali Nyai Nafisah mendapatkan penghargaan di tingkat nasional. Pada tahun 2004, ia meraih penghargaan sebagai Eksekutif Berprestasi dan Citra Kartini Indonesia. Setahun setelahnya, perempuan asal Jombang ini kembali menorehkan catatan gemilang melalui anugerah Men and Women of The Year. Sementara di lingkungan NU, Nyai Nafisah juga tercatat sebagai salah satu dari tiga perempuan yang mendapat posisi sebagai mustasyar PBNU, satu posisi yang selama ini selalu didominasi oleh laki-laki.
Karya-Karya
Karya tulis Nyai Nafisah berupa makalah yang ia presentasikan di forum-forum dan juga dipublikasikan di beberapa media. Ia juga tercatat sebagai pendiri Pesantren Putri al Badi'iyyah, Kajen, dan menginisiasi pendirian Lembaga Pendidikan Terpadu Sekolah An Nismah.
Daftar Bacaan Lanjutan
- http://ma.salafiyahkajen.com/index.php/berita/baca/nafisah-sahal-sosok-perempuan-yanglutfiana-nurul-fadila.html
- https://www.researchgate.net/publication/330012899_NYAI_AGEN_PERUBAHAN_DI_PESANTREN
- https://core.ac.uk/download/pdf/229717086.pdf
- https://pesantren.id/catatan-kecil-pada-ultah-ibunda-nafisah-yang-ke-75-8551/
- https://media.neliti.com/media/publications/103246-none-c694fa95.pdf
- https://www.researchgate.net/publication/324821756_Islam_Perempuan_dan_Politik_Argumentasi_Keterlibatan_Perempuan_dalam_Politik_di_Indonesia_Pasca_Reformasi
Penulis | : | Hasna A. Fadhilah |
Editor | : | Nor Ismah |
Reviewer | : | Faqihuddin Abdul Kodir |