Halaqah Kebangsaan: Perbedaan revisi
Baris 4: | Baris 4: | ||
# [[Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan|Halaqah Kebangsaan: Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan]] | # [[Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan|Halaqah Kebangsaan: Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan]] | ||
# [[Merumuskan Strategi Bersama untuk Percepatan Pengesahan RUU PPRT|Halaqah Kebangsaan: Merumuskan Strategi Bersama untuk Percepatan Pengesahan RUU PPRT]] | # [[Merumuskan Strategi Bersama untuk Percepatan Pengesahan RUU PPRT|Halaqah Kebangsaan: Merumuskan Strategi Bersama untuk Percepatan Pengesahan RUU PPRT]] | ||
== Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan == | |||
Halaqah ini dihadiri oleh 200 lebih ulama perempuan dari berbagai wilayah di Indonesia. Halaqah diawali dengan pembukaan. Terdapat serangkaian kegiatan pembukaan yaitu, lagu Indonesia raya, sambutan dari KUPI selaku tuan rumah yang dalam hal ini disampaikan oleh. Prof. Dr. KH. [[Machasin]], selaku dewan penasehat KUPI 2 dan diakhiri dengan do’a yang dipimpin oleh Ibu Nyai Aisyah Arsyad dari Makassar. | |||
Acara inti Halaqah dipandu oleh Ibu Surayya Kamaruzzaman akademisi dan aktivis dari Aceh. Pertama-tama Ibu Dr. Lestari Moerdijat, S.S., M.M selaku Wakil MPR RI memberikan keynote speech. Narasumber lainnya yaitu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, Lc, M.A rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr (H.C) KH. [[Lukman Hakim Saifuddin]], Menteri Agama RI 2014-2019, dan KH. Nuruddin Amin, Wakil Ketua DPRD Jepara. Akan tetapi karena ada satu dan lain hal, terdapat dua narasumber yang berhalangan yaitu Ibu Prof. Amani Lubis dan KH. Nuruddin Amin. Ibu Prof Amani digantikan oleh Ibu Dr. [[Maria Ulfah Anshor]] komisioner Komnas Perempuan 2020-2024, dan Bapak Nuruddin Amin digantikan oleh Bapak Suyoto Bupati Bojonegoro 2008-2018 dan Dosen Universitas Muhammadiyah Gresik. | |||
Terdapat beberapa isu yang berkembang dalam diskusi Halaqah kebangsaan ini, baik yang disampaikan oleh Ibu Lestari maupun oleh para narasuber berkaitan dengan persoalan kebangsaan, diantaranya: | |||
Kasus KS di pesantren menguat sebagaimana data Komnas Perempuan setidaknya ada 10 kasus terjadi di [[lembaga]] keagamaan. KUPI melalui hasil musyawarah keagamaan menyetujui UU TPKS dan mendorong utk disahkan sebagai landasan hukum untuk mencegah dimanapun dan pemulihan bagi korban yang dilakukan negara. | |||
Masih banyaknya persoalan perempuan seperti perkawinan anak, rendahnya pendidikan anak, KDRT, perceraian hingga akhirnya menjadi pekerja seks atau dilacurkan dan dieksploitasi. Persoalan perempuan ini bagian dari persoalan bangsa yang harus direspon oleh KUPI. | |||
Keterwakilan perempuan di parlemen belum mencapai 30% dan masih menghadapi tantangan besar. Kehadiran perempuan di parlemen bagian dari menyuarakan keislaman, kebangsaan dan kemanusiaan yang diusung oleh KUPI terutama untuk kepentingan perempuan, menjawab berbagai persoalan perempuan dan anak dalam mewujudkan peradaban. | |||
Menguatnya gerakan ekstrim baik kiri maupun kanan yang harus diwaspadai, bagaimana KUPI [[jaringan]] ulama perempuan membentenginya dan terus merajut persatuan. Membangun ketahanan keluarga dalam menghadapi tantangan tersebut yang pada akhirnya kita sanggup menjadi bangsa yang besar | |||
Penting melakukan identifikasi kutub-kutub ekstrim itu di Indonesia itu ada dimana saja. Yang dimaksud ekstrem adalah cara pandang agama yang berlebih-lebihan, yang melampaui batas/ sikap dan praktik agama yang mengingkari ajaran pokok ajaran keagamaan. | |||
Meneguhkan kebangsaan dengan nilai-nilai religius. Agama tidak bisa dipisahkan dalam keseharian, karena beragama itu hakikatnya bernegara, berkebangsaan. Olehkarenaya KUPI mampu menghayati relasi agama dan negara. Dan dengan pemahaman dan penghayatan ini akan lahir program strategis dari KUPI | |||
Dalam konteks merawat dan memperkuat kebangsaan ini fokusnya adalah Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 45. Memperkuat empat pilar kebangsaan, sebagai visi yang tidak terlepas dari KUPI. Visi KUPI menempatkan manusia, perempuan dan laki-laki sebagai hamba Allah, sama-sama sebagai manusia seutuhnya, bukan dipandang sebagai makhluk fisik semata-mata, tapi makhluk intelektual, dan spiritual dan khalifah fil ardh. Menempatkan perempuan sebagai manusia seutuhnya dalam peran kebangsaan memaksimalkan potensi sebagai manusia, jangan dilihat sebagai makhluk seksual, biologis, perempuan bisa membuat kebijakan. | |||
Terdapat empat tantangan bagi ulama perempuan. 1) sebagai bangsa yang religius, tantangan lahir dari fenomena kehidupan keagamaan yang justru mengingkari inti pokok ajaran agama yakni kemanusiaan. Orang mengaku beragama tetapi merendahkan harkat dan martabat manusia. Dalam konteks perempuan banyak sekali, kekerasan terhadap perempuan, pemaksaan dalam pernikahan, pernikahan dini. 2) lahirnya tafsir keagamaan yang tidak bertanggungjawab yang justru sangat merendahkan perempuan. Perempuan masih saja, ter marginalisasi, diskriminasi yang berangkat dari tafsir keagamaan. 3) adanya kebijakan negara melalui regulasi yang belum pro keadilan gender. 4) praktik kehidupan masyarakat, bisa berdasar budaya, yang masih atau belum perspektif perempuan dan anak. [] '''(ZA)''' | |||
== Merumuskan Strategi Bersama untuk Percepatan Pengesahan RUU PPRT == | |||
Halaqah ini dihadiri oleh sekitar 100 peserta dari beragam latar belakang seperti aktivis perempuan, akademisi, media, ormas, dan lain-lain. Adapun narasumber yang hadir dalam kegiatan ini yakni Hj. [[Hindun Anisah]] M.A (Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan), Luluk Nur Hamidah M.Si. (Kementerian Ketenagakerjaan RI), KH. Abdulloh Aniq Nawawi (KUPI), Ari Ujianto (Jala PRT), serta fasilitatornya adalah Kunti Tridewi Yanti SH. MA. | |||
Ibu Hindun Anisah menyampaikan pemaparannya bahwa saat ini diperlukan perlindungan yang kuat terkait pekerja rumah tangga. Karena berdasarkan data, ada 59,5% kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. Sebab itulah diperlukan perlindungan yang lebih kuat berupa undang-undang yang mengikat. Mengingat Indonesia belum memiliki UU tentang pekerja rumah tangga, maka diperlukan sinergi bersama untuk mendorong RUU PPRT ke DPR. | |||
Pemaparan selanjutnya, oleh Luluk Nur Hamidah. Ibu Luluk menjelaskan bahwa pekerja rumah tangga perlu untuk dilindungi, utamanya mereka yang bekerja di luar negeri. Karena mereka sangat rentan untuk dieksploitasi bahkan mengalami kekerasan. Keselamatan kerja dalam hal ini sangat nihil bagi para pekerja rumah tangga. Padahal, pekerja rumah tangga sangat berkontribusi besar dalam pembangunan nasional. Sebab itu, menurut Ibu Luluk terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam mendorong RUU PPRT, yakni: (1) Kolaborasi; (2) KUPI harus merekomendasikan semangat yang kuat bahwa teks-teks Islam juga melindungi para pekerja; (3) kolaborasi dengan media, korban di highlight, perlu dihadirkan fakta-fakta dan ketergantungan pemberi kerja. Pemberi kerja seharusnya menyadari mereka bisa kolaps, jika urusannya tidak diselesaikan atau mendapat kontribusi dari para PRT. | |||
Narasumber selanjutnya, Pak Ari menjelaskan bahwa kontribusi pekerja rumah tangga sangat besar. Sementara hal itu tidak sejalan dengan kasus-kasus yang terjadi pada pekerja rumah tangga, seperti gaji tidak ditunda, pekerjaan yang bersifat eksploitatif, di-PHK secara sepihak, dan lain-lain. Maka dari itu, perlu dibuat gerakan bersama untuk mendorong RUU PPRT, seperti ada yang menjadi bagian lobi, blow up kasus, dan lain-lain. | |||
Adapun Pak Abdullah Aniq Nawawi menyampaikan bahwa kehadiran PRT adalah bagian bagian syariat. Hal tersebut penting untuk diungkapkan karena PRT tidak ada bedanya dengan profesi lainnya. Menurut Nabi, apabila ada orang yang merendahkan PRT maka orang tersebut masih memiliki jiwa jahiliah. Maka sesungguhnya, bukan karena relasi pemberi dan penerima, tetapi relasi ukhuwah, yaitu hubungan saudara. Sebab itu, tidak alasan untuk menolak RUU PRT. Berkaitan dengan itu, diperlukan gerakan bersama, termasuk jejaring KUPI termasuk menggandeng [[tokoh]]-tokoh agama yang lain. [] '''(ZA)''' | |||
== Peran Ulama Perempuan Dalam Merawat Dan Mengokohkan Persatuan Bangsa == | |||
Acara diawali dengan kata pengantar dari ketua Panitia KUPI mba Masrukha, beliau menyampaikan tentang Misi keindonesiaan, misi Pancasila yang tidak berbeda dengan visi dan misi ulama perempuan Indonesia. Mba rukha menyampaikan bahwa KUPI juga memiliki misi kebangsaan, keislaman, kemanusiaan dan keindonesiaan. kemudian dilanjutkan Keynote speaker yang disampaikan oleh Direktur BPIP Prof. Yudian, pak yudian menyampaikan tentang sejarah yang menjadi pondasi kenapa Indonesia menjadikan Pancasila sebagai Ideologi bangsa. | |||
Acara selanjutnya Diskusi dengan Para Narasumber yang di moderatori oleh Kak Nana Azriana Manalu. Moderator mengawali diskusi dengan menyampaikan Sejumlah perempuan termasuk didalamnya ulama perempuan merupakan pahlawan yang mengantarkan Indonesia merdeka selama 77 tahun. Menurutnya Perempuan negara ini telah mengisi semua aspek kehidupan di bangsa Indonesia, tetapi sekarang ini kita dibuat prihatin dengan banyaknya kasus perempuan yang menjadi pelaku bom, pelaku ujaran kebencian dan hoax dan semua ini didasarkan pada kebencian pada kelompok yang berbeda. Sebelum meminta narasumber untuk menyampaikan materinya kak nana memunculkan pertanyaan pertanyaan, seperti Apa yang terjadi pada perempuan Indonesia? Apa yang salah dengan Pendidikan keagamaan kita. Apa yang salah dengan pemahaman kepancasilaan kita? Untuk mendiskusikan pertanyaan pertanyaan itu kak nana mempersilahkan Narasumber untuk menyampaikan materinya. | |||
Narasumber pertama Dr. Muchsin Jamil, Warek UIN Semarang, beliau menyampaikan tentang 4 pendekatan strategis yang penting dalam mengatasi intoleransi, dan Ekstremisme kekerasan. Strategi Pertama pemenuhan hak-hak masyarakat, pemerintah harus menghadirkan kebijakan yang bisa memenuhi hak-hak masyarakat, pemenuhan Kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kedua pemenuhan Kebutuhan terhadap kesejahteraan well being, ketiga Penghargaan terhadap identitas seperti identitas keagamaan dan kebudayaan., keempat Kebutuhan akan jaminan kebebasan. | |||
Narasumber ke 2 Magdalena Sitorus, beliau menyampaikan tentang Kerja-kerja Lintas Agama dalam Menggalang Persatuan Bangsa. Menurut beliau bahwa Hal yang paling hakiki dalam Persatuan Bangsa adalah menjaga dan merawat toleransi dalam menghadapi segala perbedaan. Mulai dari perbedaan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan yang menciptakan ketidak setaraan mulai dari ranah domestik sampai ke publik. Menurut bu magda bahwa Kerja lintas agama bisa dimulai dari hal hal yang paling kecil, berangkat dari sendiri terlebih dahulu baru mempengaruhi yang lain lebih luas bisa melalui orang terdekat atau lembaga dimana kita berada di ruang publik yang lebih luas. | |||
Narasumber ke 3 Prof. Dr. [[Mufidah Cholil]], beliau menyampaikan tentang Peran [[Ulama Perempuan]] dalam Mengukuhkan Pondasi Kebangsaan. Beliau menyampaikan bahwa Ulama perempuan memiliki potensi dan kekuatan untuk mengawal pancasila dan Indonesia kedepan menjadi lebih kuat, lebih baik dan mapan. Ulama perempuan merekontruksi penafsiran melalui sumber-sumber pengetahuan yang diskriminatif untuk membangun peradaban yang berkeadilan. [] '''(ZA)''' | |||
[[Kategori:Proses KUPI2]] | [[Kategori:Proses KUPI2]] |
Revisi per 15 Juni 2023 05.28
Halaqah kebangsaan adalah rekam proses sharing dan diskusi serta dokumentasi mengenai isu-isu kebangsaan yang dilaksanakan pada hari kamis, 24 November 2023 KUPI 2 di PP. Hasyim Asy'ari Bangsri Jepara. Halaqoh kebangsaan ini dibagi menjadi tiga tema seperti:
- Halaqah Kebangsaan: Peran Ulama Perempuan Dalam Merawat Dan Mengokohkan Persatuan Bangsa
- Halaqah Kebangsaan: Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan
- Halaqah Kebangsaan: Merumuskan Strategi Bersama untuk Percepatan Pengesahan RUU PPRT
Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan
Halaqah ini dihadiri oleh 200 lebih ulama perempuan dari berbagai wilayah di Indonesia. Halaqah diawali dengan pembukaan. Terdapat serangkaian kegiatan pembukaan yaitu, lagu Indonesia raya, sambutan dari KUPI selaku tuan rumah yang dalam hal ini disampaikan oleh. Prof. Dr. KH. Machasin, selaku dewan penasehat KUPI 2 dan diakhiri dengan do’a yang dipimpin oleh Ibu Nyai Aisyah Arsyad dari Makassar.
Acara inti Halaqah dipandu oleh Ibu Surayya Kamaruzzaman akademisi dan aktivis dari Aceh. Pertama-tama Ibu Dr. Lestari Moerdijat, S.S., M.M selaku Wakil MPR RI memberikan keynote speech. Narasumber lainnya yaitu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, Lc, M.A rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr (H.C) KH. Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama RI 2014-2019, dan KH. Nuruddin Amin, Wakil Ketua DPRD Jepara. Akan tetapi karena ada satu dan lain hal, terdapat dua narasumber yang berhalangan yaitu Ibu Prof. Amani Lubis dan KH. Nuruddin Amin. Ibu Prof Amani digantikan oleh Ibu Dr. Maria Ulfah Anshor komisioner Komnas Perempuan 2020-2024, dan Bapak Nuruddin Amin digantikan oleh Bapak Suyoto Bupati Bojonegoro 2008-2018 dan Dosen Universitas Muhammadiyah Gresik.
Terdapat beberapa isu yang berkembang dalam diskusi Halaqah kebangsaan ini, baik yang disampaikan oleh Ibu Lestari maupun oleh para narasuber berkaitan dengan persoalan kebangsaan, diantaranya:
Kasus KS di pesantren menguat sebagaimana data Komnas Perempuan setidaknya ada 10 kasus terjadi di lembaga keagamaan. KUPI melalui hasil musyawarah keagamaan menyetujui UU TPKS dan mendorong utk disahkan sebagai landasan hukum untuk mencegah dimanapun dan pemulihan bagi korban yang dilakukan negara.
Masih banyaknya persoalan perempuan seperti perkawinan anak, rendahnya pendidikan anak, KDRT, perceraian hingga akhirnya menjadi pekerja seks atau dilacurkan dan dieksploitasi. Persoalan perempuan ini bagian dari persoalan bangsa yang harus direspon oleh KUPI.
Keterwakilan perempuan di parlemen belum mencapai 30% dan masih menghadapi tantangan besar. Kehadiran perempuan di parlemen bagian dari menyuarakan keislaman, kebangsaan dan kemanusiaan yang diusung oleh KUPI terutama untuk kepentingan perempuan, menjawab berbagai persoalan perempuan dan anak dalam mewujudkan peradaban.
Menguatnya gerakan ekstrim baik kiri maupun kanan yang harus diwaspadai, bagaimana KUPI jaringan ulama perempuan membentenginya dan terus merajut persatuan. Membangun ketahanan keluarga dalam menghadapi tantangan tersebut yang pada akhirnya kita sanggup menjadi bangsa yang besar
Penting melakukan identifikasi kutub-kutub ekstrim itu di Indonesia itu ada dimana saja. Yang dimaksud ekstrem adalah cara pandang agama yang berlebih-lebihan, yang melampaui batas/ sikap dan praktik agama yang mengingkari ajaran pokok ajaran keagamaan.
Meneguhkan kebangsaan dengan nilai-nilai religius. Agama tidak bisa dipisahkan dalam keseharian, karena beragama itu hakikatnya bernegara, berkebangsaan. Olehkarenaya KUPI mampu menghayati relasi agama dan negara. Dan dengan pemahaman dan penghayatan ini akan lahir program strategis dari KUPI
Dalam konteks merawat dan memperkuat kebangsaan ini fokusnya adalah Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 45. Memperkuat empat pilar kebangsaan, sebagai visi yang tidak terlepas dari KUPI. Visi KUPI menempatkan manusia, perempuan dan laki-laki sebagai hamba Allah, sama-sama sebagai manusia seutuhnya, bukan dipandang sebagai makhluk fisik semata-mata, tapi makhluk intelektual, dan spiritual dan khalifah fil ardh. Menempatkan perempuan sebagai manusia seutuhnya dalam peran kebangsaan memaksimalkan potensi sebagai manusia, jangan dilihat sebagai makhluk seksual, biologis, perempuan bisa membuat kebijakan.
Terdapat empat tantangan bagi ulama perempuan. 1) sebagai bangsa yang religius, tantangan lahir dari fenomena kehidupan keagamaan yang justru mengingkari inti pokok ajaran agama yakni kemanusiaan. Orang mengaku beragama tetapi merendahkan harkat dan martabat manusia. Dalam konteks perempuan banyak sekali, kekerasan terhadap perempuan, pemaksaan dalam pernikahan, pernikahan dini. 2) lahirnya tafsir keagamaan yang tidak bertanggungjawab yang justru sangat merendahkan perempuan. Perempuan masih saja, ter marginalisasi, diskriminasi yang berangkat dari tafsir keagamaan. 3) adanya kebijakan negara melalui regulasi yang belum pro keadilan gender. 4) praktik kehidupan masyarakat, bisa berdasar budaya, yang masih atau belum perspektif perempuan dan anak. [] (ZA)
Merumuskan Strategi Bersama untuk Percepatan Pengesahan RUU PPRT
Halaqah ini dihadiri oleh sekitar 100 peserta dari beragam latar belakang seperti aktivis perempuan, akademisi, media, ormas, dan lain-lain. Adapun narasumber yang hadir dalam kegiatan ini yakni Hj. Hindun Anisah M.A (Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan), Luluk Nur Hamidah M.Si. (Kementerian Ketenagakerjaan RI), KH. Abdulloh Aniq Nawawi (KUPI), Ari Ujianto (Jala PRT), serta fasilitatornya adalah Kunti Tridewi Yanti SH. MA.
Ibu Hindun Anisah menyampaikan pemaparannya bahwa saat ini diperlukan perlindungan yang kuat terkait pekerja rumah tangga. Karena berdasarkan data, ada 59,5% kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. Sebab itulah diperlukan perlindungan yang lebih kuat berupa undang-undang yang mengikat. Mengingat Indonesia belum memiliki UU tentang pekerja rumah tangga, maka diperlukan sinergi bersama untuk mendorong RUU PPRT ke DPR.
Pemaparan selanjutnya, oleh Luluk Nur Hamidah. Ibu Luluk menjelaskan bahwa pekerja rumah tangga perlu untuk dilindungi, utamanya mereka yang bekerja di luar negeri. Karena mereka sangat rentan untuk dieksploitasi bahkan mengalami kekerasan. Keselamatan kerja dalam hal ini sangat nihil bagi para pekerja rumah tangga. Padahal, pekerja rumah tangga sangat berkontribusi besar dalam pembangunan nasional. Sebab itu, menurut Ibu Luluk terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam mendorong RUU PPRT, yakni: (1) Kolaborasi; (2) KUPI harus merekomendasikan semangat yang kuat bahwa teks-teks Islam juga melindungi para pekerja; (3) kolaborasi dengan media, korban di highlight, perlu dihadirkan fakta-fakta dan ketergantungan pemberi kerja. Pemberi kerja seharusnya menyadari mereka bisa kolaps, jika urusannya tidak diselesaikan atau mendapat kontribusi dari para PRT.
Narasumber selanjutnya, Pak Ari menjelaskan bahwa kontribusi pekerja rumah tangga sangat besar. Sementara hal itu tidak sejalan dengan kasus-kasus yang terjadi pada pekerja rumah tangga, seperti gaji tidak ditunda, pekerjaan yang bersifat eksploitatif, di-PHK secara sepihak, dan lain-lain. Maka dari itu, perlu dibuat gerakan bersama untuk mendorong RUU PPRT, seperti ada yang menjadi bagian lobi, blow up kasus, dan lain-lain.
Adapun Pak Abdullah Aniq Nawawi menyampaikan bahwa kehadiran PRT adalah bagian bagian syariat. Hal tersebut penting untuk diungkapkan karena PRT tidak ada bedanya dengan profesi lainnya. Menurut Nabi, apabila ada orang yang merendahkan PRT maka orang tersebut masih memiliki jiwa jahiliah. Maka sesungguhnya, bukan karena relasi pemberi dan penerima, tetapi relasi ukhuwah, yaitu hubungan saudara. Sebab itu, tidak alasan untuk menolak RUU PRT. Berkaitan dengan itu, diperlukan gerakan bersama, termasuk jejaring KUPI termasuk menggandeng tokoh-tokoh agama yang lain. [] (ZA)
Peran Ulama Perempuan Dalam Merawat Dan Mengokohkan Persatuan Bangsa
Acara diawali dengan kata pengantar dari ketua Panitia KUPI mba Masrukha, beliau menyampaikan tentang Misi keindonesiaan, misi Pancasila yang tidak berbeda dengan visi dan misi ulama perempuan Indonesia. Mba rukha menyampaikan bahwa KUPI juga memiliki misi kebangsaan, keislaman, kemanusiaan dan keindonesiaan. kemudian dilanjutkan Keynote speaker yang disampaikan oleh Direktur BPIP Prof. Yudian, pak yudian menyampaikan tentang sejarah yang menjadi pondasi kenapa Indonesia menjadikan Pancasila sebagai Ideologi bangsa.
Acara selanjutnya Diskusi dengan Para Narasumber yang di moderatori oleh Kak Nana Azriana Manalu. Moderator mengawali diskusi dengan menyampaikan Sejumlah perempuan termasuk didalamnya ulama perempuan merupakan pahlawan yang mengantarkan Indonesia merdeka selama 77 tahun. Menurutnya Perempuan negara ini telah mengisi semua aspek kehidupan di bangsa Indonesia, tetapi sekarang ini kita dibuat prihatin dengan banyaknya kasus perempuan yang menjadi pelaku bom, pelaku ujaran kebencian dan hoax dan semua ini didasarkan pada kebencian pada kelompok yang berbeda. Sebelum meminta narasumber untuk menyampaikan materinya kak nana memunculkan pertanyaan pertanyaan, seperti Apa yang terjadi pada perempuan Indonesia? Apa yang salah dengan Pendidikan keagamaan kita. Apa yang salah dengan pemahaman kepancasilaan kita? Untuk mendiskusikan pertanyaan pertanyaan itu kak nana mempersilahkan Narasumber untuk menyampaikan materinya.
Narasumber pertama Dr. Muchsin Jamil, Warek UIN Semarang, beliau menyampaikan tentang 4 pendekatan strategis yang penting dalam mengatasi intoleransi, dan Ekstremisme kekerasan. Strategi Pertama pemenuhan hak-hak masyarakat, pemerintah harus menghadirkan kebijakan yang bisa memenuhi hak-hak masyarakat, pemenuhan Kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kedua pemenuhan Kebutuhan terhadap kesejahteraan well being, ketiga Penghargaan terhadap identitas seperti identitas keagamaan dan kebudayaan., keempat Kebutuhan akan jaminan kebebasan.
Narasumber ke 2 Magdalena Sitorus, beliau menyampaikan tentang Kerja-kerja Lintas Agama dalam Menggalang Persatuan Bangsa. Menurut beliau bahwa Hal yang paling hakiki dalam Persatuan Bangsa adalah menjaga dan merawat toleransi dalam menghadapi segala perbedaan. Mulai dari perbedaan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan yang menciptakan ketidak setaraan mulai dari ranah domestik sampai ke publik. Menurut bu magda bahwa Kerja lintas agama bisa dimulai dari hal hal yang paling kecil, berangkat dari sendiri terlebih dahulu baru mempengaruhi yang lain lebih luas bisa melalui orang terdekat atau lembaga dimana kita berada di ruang publik yang lebih luas.
Narasumber ke 3 Prof. Dr. Mufidah Cholil, beliau menyampaikan tentang Peran Ulama Perempuan dalam Mengukuhkan Pondasi Kebangsaan. Beliau menyampaikan bahwa Ulama perempuan memiliki potensi dan kekuatan untuk mengawal pancasila dan Indonesia kedepan menjadi lebih kuat, lebih baik dan mapan. Ulama perempuan merekontruksi penafsiran melalui sumber-sumber pengetahuan yang diskriminatif untuk membangun peradaban yang berkeadilan. [] (ZA)