Diskursus Keulamaan Perempuan Indonesia; Kumpulan Tulisan Terkait Materi Kongres Ulama Perempuan Indonesia: Perbedaan revisi

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
 
(5 revisi antara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox book|editor=Tim KUPI|publisher=Kongres Ulama Perempuan Indonesia|image=Buku Diskursus Keulamaan.jpg|italic title=Diskursus Keulamaan Perempuan Indonesia|isbn=978-602-73831-3-5|pub_date=Juli 2017|cover_artist=Agus Munawir|pages=xii + 254 halaman, 17x25 cm|series=Cetakan Pertama,|author=Tim KUPI|title_orig=Diskursus Keulamaan Perempuan Indonesia; Kumpulan Tulisan Terkait Materi Kongres Ulama Perempuan Indonesia}}Proses kultural cukup penting telah ditorehkan oleh perempuan Islam Indonesia pada pelaksanaan Kongres [[Ulama Perempuan]] Indonesia (KUPI). Kongres ini pertama kali dilaksanakan di Indonesia bahkan di dunia, yang berlangsung pada 25-27 April 2017 di [[Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy]] Cirebon Jawa Barat. Acara ini dihadiri lebih dari 500 orang dari Aceh sampai Papua. Kegiatan ini diinisiasi oleh tiga [[lembaga]] yang konsen terhadap isu-isu keadilan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan ([[Fahmina]], [[Rahima]], dan [[Alimat]]).  
''Bagi yang ingin membaca buku ini secara lengkap silahkan download dalam bentuk pdf di link berikut ini.''


Kongres ini sebagai event mungkin biasa, tetapi jika dilihat dari perspektif historis pembentukan teologi klasik Islam menunjukkan terlalu kuatnya maskulinitas. Karena itu, keberlangsungan KUPI ini menjadi signifikan sebagai torehan sejarah. Sebagai pembacaan manusia modern terhadap [[khazanah]] pemikiran teologi, Islam yang tampak penuh muatan patriarkhal akan digeser pada muatan pemikiran teologi Islam yang membebaskan, ini harapan semua pemikiran kritis dimana pun.
{{Infobox book|editor=Tim KUPI|publisher=Kongres Ulama Perempuan Indonesia|image=Buku Diskursus Keulamaan.jpg|italic title=Diskursus Keulamaan Perempuan Indonesia|isbn=978-602-73831-3-5|pub_date=Juli 2017|cover_artist=Agus Munawir|pages=xii + 254 halaman, 17x25 cm|series=Cetakan Pertama,|author=Tim KUPI|title_orig=Diskursus Keulamaan Perempuan Indonesia; Kumpulan Tulisan Terkait Materi Kongres Ulama Perempuan Indonesia}} 


Kongres keulamaan merupakan respon dari adanya tuntutan agar perempuan mendapatkan ruang untuk ber-tafaqquh fid-dien, menuntut ilmu dan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Begitupun organisasi-organisasi perempuan yang lain telah menjalankan tugas mulianya untuk melakukan penyadaran publik dan mensejahterakan masyarakat melalui berbagai kegiatannya di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi dan sebagainya. Dalam konteks negara bangsa (nation state), [[Ulama Perempuan Indonesia|ulama perempuan Indonesia]] dengan kerjasama yang baik dengan ulama dan aktivis laki-laki memainkan peranan signifikan untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, menjaga persatuan dan kesatuan, serta melestarikan nilai-nilai kebangsaan.
'''(Klik [https://kupipedia.id/images/6/6c/Buku_Diskursus_Keulamaan.pdf Download] ini)'''


Akhir-akhir ini, diskursus yang berkembang di masyarakat banyak memunculkan dikotomi-dikotomi yang mempertentangkan antara agama dan negara, kesalehan individual dan kesalehan sosial, lokal dan global yang berpotensi memunculkan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam


konteks ini, perempuan seringkali menjadi kelompok yang sangat rentan kekerasan dan ketidak-adilan. Sekedar untuk menyebutkan beberapa contoh, hadirnya beragam bentuk kesalehan simbolik dan pembatasan di ruang publik dengan mengedepankan perempuan sebagai ikon-nya melalui beragam cara seperti aturan tentang cara berpakaian perempuan, jam malam, kriminalisasikorban kekerasan seksual baik di ranah publik maupun domestik, tes keperawanan, kekerasan atas nama agama yang banyak menyasar perempuan miskin dan minoritas -etnis, pilihan ekspresi individu, agama dan aliran kepercayaan dan sebagainya- meniscayakan kehidupan bersama yang perlu ditata ulang.
Buku berjudul “Diskursus Keulamaan Perempuan Indonesia; Kumpulan Tulisan terkait Materi Kongres [[Ulama Perempuan]] Indonesia” adalah semacam ''handbook'' atau ''proceeding'' pada pelaksanaan [[KUPI]] 1 di  Pondok Pesantren [[Kebon Jambu Al-Islamy]] Babakan Ciwaringin Cirebon Jawa Barat pada 2017 yang lalu. Ada 37 artikel karya peserta di antara 500an orang yang menghadiri KUPI pertama pada 25-27 April 2017 tersebut. Seperti komposisi peserta KUPI yang beragam, kontributor artikel dalam antologi ini juga beragam tidak hanya dalam jenis kelamin, tetapi juga profesi, latar belakang keilmuan dan tempat tinggal, hingga perspektif.  


Paradigma keberagaman dan keilmuan di era kontemporer sudah mengalami pergeseran. Manusia kontemporer dihadapkan kepada krisis kemanusiaan sebagai akibat dari represifitas modernitas. Sehingga, paradigma teologi agama-agama dituntut untuk mampu membebaskan manusia dari penindasan, kekerasan, dan kemiskinan. Ajaran teologi Islam ternyata tidak mengakar dan tidak sensitive terhadap persoalan kemanusiaan tersebut.
Buku berjumlah 265 halaman ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama berisi enam artikel yang mengulas sejarah keulamaan perempuan dari berbagai temoat dan masa. Artikel pertama pada bagian ini berisi ulasan umum perihal catatan sejarah para ulama’ perempuan buah karya Buya [[Husein Muhammad]], begitu juga dengan artikel terakhir karya Julia Suryakusuma. ''[[Reinterpreting Islam: First The Female Clerics, Now The Feminists|Reinterpreting Islam: First the Female Clerics, Now the Feminists]].'' Selebihnya, empat artikel lain mengulas [[tokoh]]-tokoh ulama perempuan dari Jepara, Cirebon, Indonesia, dan ''concern'' bersama antara KUPI dan KPI.  Keenamnya memotret kiprah tokoh perempuan dari berbagai masa dan tempat yang kurang lebih mengindikasikan bahwa dalam latar belakang kultur  dan di era apapun, perempuan turut serta menorehkan tinta sejarah melalui berbagai peran dan kontribusi yang tak dapat dibanding sebelah mata.  


Ulama perempuan menyadari betul ancaman teologi Islam klasik terhadap tatanan di era yang akan datang. Dengan melakukan kritik sumber pengetahuan agama, ulama perempuan bermaksud memotong tradisi elitisme dalam agama. Kaum perempuan adalah korban dari elitisme teologi Islam klasik. Usaha untuk membebaskan perempuan dari penindasan budaya patriarkal hanya bisa dilakukan dengan membongkar paradigma teologi Islam yang elitis kepada paradigma teologi Islam yang humanis transformative.
Selanjutnya, berturut-turut, bagian kedua membahas perspektif keulama’an perempuan, bagian ketiga soal eksistensi dan peran sosial keulamaan perempuan, bagian keempat tentang pendidikan keulamaan perempuan, dan bagian terakhir memotret ulama perempuan dan isu-isu kontemporer. Di antara lima bagian tersebut, bagian ketiga adalah yang paling ‘gemuk’ dengan 15 artikel. Jumlah ini kurang lebih menunjukkan betapa beragamnya medan perjuangan para ulama’ perempuan, seperti bagaimana mereka membumikan nilai-nilali Islam moderat (hlm. 125-134), strategi dakwah dalam meneguhkan nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan (hlm. 135-152); tiga hal yang menjadi fokus perjuangan KUPI, hingga soal peran dan suara perempuan dalam proses produksi dan pengamalan fatwa (hlm. 83-86 dan 101-2014). 


Saat ini, peran profetik keulamaan memiliki tanggung-jawab besar untuk menghapus segala bentuk ketidak adilan dan kekerasan yang menimpa perempuan dan memenuhi hak-hak sosial mereka, serta mengokohkan nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan. Oleh karena itu, segala upaya kultural dan struktural diperlukan dalam rangka menegaskan kerja-kerja sosial keulamaan untuk hak-hak perempuan, nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan, sekaligus dalam rangka me“reclaim” keberadaan dan fungsi ulama perempuan dalam kancah sosial Indonesia dan dunia.
Beragamnya ''concern'' para ulama’ perempuan juga tampak dalam bagian terkahir yang membahas isu-isu kontemporer. Tujuh artikel yang berada dalam ''clustering'' terakhir tersebut mengulas beberapa isu kontemporer, termasuk isu lama yang tetap bertahan menjadi buah bibir di segala kondisi, seperti poligini (hlm. 187-192), ekologi (hlm. 235-240) dan jihad (hlm. 193-204) serta bagaimana para ulama’ perempuan menyikapinya. Isu-isu lain yang dibahas dalam [[Musyawarah Keagamaan]] KUPI I juga muncul sebagai variabel inti dari artikel-artikel di bagian ini, seperti penghapusan kekerasan seksual (hlm. 205-208 dan 209-234)


Buku “Diskursus Keulamaan Perempuan Indonesia; Kumpulan Tulisan Terkait Materi [[Kongres Ulama Perempuan|KONGRES ULAMA PEREMPUAN]] INDONESIA” ini, isinya merupakan pandangan dari orang-orang yang konsen tentang isu-isu keulamaan perempuan yang bersumber dari makalah seminar dan diskusi pada saat KUPI maupun yang dimuat di media online maupun cetak baik lokal maupun nasional dan sumber lainnya.  Untuk memudahkan pembaca, buku ini dibagi menjadi lima bagian yang coba mengurutkan logika berfikir yang lewat ragam ekspresi keharuan, kekaguman, dan analisis mendalam yang mencerminkan perjalanan pokok-pokok pikiran yang berkembang selama perjalanan KUPI juga aksi sosial yang dilakukan perempuan Indonesia. Bagian pertama mengenai Sejarah Keulamaan Perempuan. Bagian kedua Pikiran-pikiran yang menjejaskan Perspektif Perempuan. Bagian ketiga, ingin memperlihatkan eksistensi dan peran social keulamaan perempuan. Bagian keempat mengenai proses pendidikan keulamaan perempuan. Bagian kelima, merupakan refleksi keulamaan perempuan pada isu-isu kontemporer. Diharapkan buku ini memberi angin segar bagi pikiran-pikiran konstruktif dimasa datang.
Sementara itu, dua bab lain masing-masing membahas perspektif keulamaan perempuan (bagian II) dan pendidikan keulaman perempuan (bagian IV). Keduanya sebenarnya saling berkait satu sama lain. Jika yang pertama membedah berbagai perspektif yang relevan terhadap keulama’an perempuan, semisal [[Keadilan Hakiki|keadilan hakiki]] (hlm. 43-50), feminisme (hlm. 51-55 dan 59-64) serta makna ulama’ perempuan (hlm. 39-42), maka yang kedua memotret di mana dan bagaimana perspektif tersebut tumbuh dan berkembang.  
 
[[:File:Buku Diskursus Keulamaan.pdf|Download]]


Sebagai salah satu ''output'' dari musyawarah KUPI pertama, buku ini mendapat apresiasi dari banyak pihak, seperti beberapa di antaranya yang termuat dalam ''backcover'' buku ini. Beberapa tokoh penting tanah air menyatakan apresiasi terhadap buku yang sekaligus menandai momentum bersatunya gerakan-gerakan perempuan yang sebelumnya masih tampak sporadis. KUPI memang tidak hanya menyatukan tiga elemen pembentuknya, yakni [[Rahima]], [[Fahmina]], dan [[Alimat]], tetapi juga para tokoh yang ''concern'' terhadap isu-isu perempuan bari dari dalam maupun luar tiga [[komunitas]] tersebut.
[[Kategori:Khazanah]]
[[Kategori:Khazanah]]
[[Kategori:Buku KUPI]]

Revisi terkini pada 6 Juli 2023 04.36

Bagi yang ingin membaca buku ini secara lengkap silahkan download dalam bentuk pdf di link berikut ini.

Diskursus Keulamaan Perempuan Indonesia; Kumpulan Tulisan Terkait Materi Kongres Ulama Perempuan Indonesia
Buku Diskursus Keulamaan.jpg
JudulDiskursus Keulamaan Perempuan Indonesia; Kumpulan Tulisan Terkait Materi Kongres Ulama Perempuan Indonesia
PenulisTim KUPI
EditorTim KUPI
Desain coverAgus Munawir
SeriCetakan Pertama,
PenerbitKongres Ulama Perempuan Indonesia
Tahun terbit
Juli 2017
Halamanxii + 254 halaman, 17x25 cm
ISBN978-602-73831-3-5

(Klik Download ini)


Buku berjudul “Diskursus Keulamaan Perempuan Indonesia; Kumpulan Tulisan terkait Materi Kongres Ulama Perempuan Indonesia” adalah semacam handbook atau proceeding pada pelaksanaan KUPI 1 di  Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy Babakan Ciwaringin Cirebon Jawa Barat pada 2017 yang lalu. Ada 37 artikel karya peserta di antara 500an orang yang menghadiri KUPI pertama pada 25-27 April 2017 tersebut. Seperti komposisi peserta KUPI yang beragam, kontributor artikel dalam antologi ini juga beragam tidak hanya dalam jenis kelamin, tetapi juga profesi, latar belakang keilmuan dan tempat tinggal, hingga perspektif.

Buku berjumlah 265 halaman ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama berisi enam artikel yang mengulas sejarah keulamaan perempuan dari berbagai temoat dan masa. Artikel pertama pada bagian ini berisi ulasan umum perihal catatan sejarah para ulama’ perempuan buah karya Buya Husein Muhammad, begitu juga dengan artikel terakhir karya Julia Suryakusuma. Reinterpreting Islam: First the Female Clerics, Now the Feminists. Selebihnya, empat artikel lain mengulas tokoh-tokoh ulama perempuan dari Jepara, Cirebon, Indonesia, dan concern bersama antara KUPI dan KPI.  Keenamnya memotret kiprah tokoh perempuan dari berbagai masa dan tempat yang kurang lebih mengindikasikan bahwa dalam latar belakang kultur  dan di era apapun, perempuan turut serta menorehkan tinta sejarah melalui berbagai peran dan kontribusi yang tak dapat dibanding sebelah mata.

Selanjutnya, berturut-turut, bagian kedua membahas perspektif keulama’an perempuan, bagian ketiga soal eksistensi dan peran sosial keulamaan perempuan, bagian keempat tentang pendidikan keulamaan perempuan, dan bagian terakhir memotret ulama perempuan dan isu-isu kontemporer. Di antara lima bagian tersebut, bagian ketiga adalah yang paling ‘gemuk’ dengan 15 artikel. Jumlah ini kurang lebih menunjukkan betapa beragamnya medan perjuangan para ulama’ perempuan, seperti bagaimana mereka membumikan nilai-nilali Islam moderat (hlm. 125-134), strategi dakwah dalam meneguhkan nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan (hlm. 135-152); tiga hal yang menjadi fokus perjuangan KUPI, hingga soal peran dan suara perempuan dalam proses produksi dan pengamalan fatwa (hlm. 83-86 dan 101-2014). 

Beragamnya concern para ulama’ perempuan juga tampak dalam bagian terkahir yang membahas isu-isu kontemporer. Tujuh artikel yang berada dalam clustering terakhir tersebut mengulas beberapa isu kontemporer, termasuk isu lama yang tetap bertahan menjadi buah bibir di segala kondisi, seperti poligini (hlm. 187-192), ekologi (hlm. 235-240) dan jihad (hlm. 193-204) serta bagaimana para ulama’ perempuan menyikapinya. Isu-isu lain yang dibahas dalam Musyawarah Keagamaan KUPI I juga muncul sebagai variabel inti dari artikel-artikel di bagian ini, seperti penghapusan kekerasan seksual (hlm. 205-208 dan 209-234)

Sementara itu, dua bab lain masing-masing membahas perspektif keulamaan perempuan (bagian II) dan pendidikan keulaman perempuan (bagian IV). Keduanya sebenarnya saling berkait satu sama lain. Jika yang pertama membedah berbagai perspektif yang relevan terhadap keulama’an perempuan, semisal keadilan hakiki (hlm. 43-50), feminisme (hlm. 51-55 dan 59-64) serta makna ulama’ perempuan (hlm. 39-42), maka yang kedua memotret di mana dan bagaimana perspektif tersebut tumbuh dan berkembang.

Sebagai salah satu output dari musyawarah KUPI pertama, buku ini mendapat apresiasi dari banyak pihak, seperti beberapa di antaranya yang termuat dalam backcover buku ini. Beberapa tokoh penting tanah air menyatakan apresiasi terhadap buku yang sekaligus menandai momentum bersatunya gerakan-gerakan perempuan yang sebelumnya masih tampak sporadis. KUPI memang tidak hanya menyatukan tiga elemen pembentuknya, yakni Rahima, Fahmina, dan Alimat, tetapi juga para tokoh yang concern terhadap isu-isu perempuan bari dari dalam maupun luar tiga komunitas tersebut.