Diskursus Keulamaan Perempuan Indonesia; Kumpulan Tulisan Terkait Materi Kongres Ulama Perempuan Indonesia
Bagi yang ingin membaca buku ini secara lengkap silahkan download dalam bentuk pdf di link berikut ini.
(Klik Download ini)
Buku berjudul “Diskursus Keulamaan Perempuan Indonesia; Kumpulan Tulisan terkait Materi Kongres Ulama Perempuan Indonesia” adalah semacam handbook atau proceeding pada pelaksanaan KUPI 1 di Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy Babakan Ciwaringin Cirebon Jawa Barat pada 2017 yang lalu. Ada 37 artikel karya peserta di antara 500an orang yang menghadiri KUPI pertama pada 25-27 April 2017 tersebut. Seperti komposisi peserta KUPI yang beragam, kontributor artikel dalam antologi ini juga beragam tidak hanya dalam jenis kelamin, tetapi juga profesi, latar belakang keilmuan dan tempat tinggal, hingga perspektif.
Buku berjumlah 265 halaman ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama berisi enam artikel yang mengulas sejarah keulamaan perempuan dari berbagai temoat dan masa. Artikel pertama pada bagian ini berisi ulasan umum perihal catatan sejarah para ulama’ perempuan buah karya Buya Husein Muhammad, begitu juga dengan artikel terakhir karya Julia Suryakusuma. Reinterpreting Islam: First the Female Clerics, Now the Feminists. Selebihnya, empat artikel lain mengulas tokoh-tokoh ulama perempuan dari Jepara, Cirebon, Indonesia, dan concern bersama antara KUPI dan KPI. Keenamnya memotret kiprah tokoh perempuan dari berbagai masa dan tempat yang kurang lebih mengindikasikan bahwa dalam latar belakang kultur dan di era apapun, perempuan turut serta menorehkan tinta sejarah melalui berbagai peran dan kontribusi yang tak dapat dibanding sebelah mata.
Selanjutnya, berturut-turut, bagian kedua membahas perspektif keulama’an perempuan, bagian ketiga soal eksistensi dan peran sosial keulamaan perempuan, bagian keempat tentang pendidikan keulamaan perempuan, dan bagian terakhir memotret ulama perempuan dan isu-isu kontemporer. Di antara lima bagian tersebut, bagian ketiga adalah yang paling ‘gemuk’ dengan 15 artikel. Jumlah ini kurang lebih menunjukkan betapa beragamnya medan perjuangan para ulama’ perempuan, seperti bagaimana mereka membumikan nilai-nilali Islam moderat (hlm. 125-134), strategi dakwah dalam meneguhkan nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan (hlm. 135-152); tiga hal yang menjadi fokus perjuangan KUPI, hingga soal peran dan suara perempuan dalam proses produksi dan pengamalan fatwa (hlm. 83-86 dan 101-2014).
Beragamnya concern para ulama’ perempuan juga tampak dalam bagian terkahir yang membahas isu-isu kontemporer. Tujuh artikel yang berada dalam clustering terakhir tersebut mengulas beberapa isu kontemporer, termasuk isu lama yang tetap bertahan menjadi buah bibir di segala kondisi, seperti poligini (hlm. 187-192), ekologi (hlm. 235-240) dan jihad (hlm. 193-204) serta bagaimana para ulama’ perempuan menyikapinya. Isu-isu lain yang dibahas dalam Musyawarah Keagamaan KUPI I juga muncul sebagai variabel inti dari artikel-artikel di bagian ini, seperti penghapusan kekerasan seksual (hlm. 205-208 dan 209-234)
Sementara itu, dua bab lain masing-masing membahas perspektif keulamaan perempuan (bagian II) dan pendidikan keulaman perempuan (bagian IV). Keduanya sebenarnya saling berkait satu sama lain. Jika yang pertama membedah berbagai perspektif yang relevan terhadap keulama’an perempuan, semisal keadilan hakiki (hlm. 43-50), feminisme (hlm. 51-55 dan 59-64) serta makna ulama’ perempuan (hlm. 39-42), maka yang kedua memotret di mana dan bagaimana perspektif tersebut tumbuh dan berkembang.
Sebagai salah satu output dari musyawarah KUPI pertama, buku ini mendapat apresiasi dari banyak pihak, seperti beberapa di antaranya yang termuat dalam backcover buku ini. Beberapa tokoh penting tanah air menyatakan apresiasi terhadap buku yang sekaligus menandai momentum bersatunya gerakan-gerakan perempuan yang sebelumnya masih tampak sporadis. KUPI memang tidak hanya menyatukan tiga elemen pembentuknya, yakni Rahima, Fahmina, dan Alimat, tetapi juga para tokoh yang concern terhadap isu-isu perempuan bari dari dalam maupun luar tiga komunitas tersebut.