Enik Maslahah: Perbedaan revisi
Baris 2: | Baris 2: | ||
Pada Kongres [[Ulama Perempuan]] Indonesia ([[KUPI]]) tahun 2017, Enik hadir dan terlibat dalam diskusi terutama berkaitan dengan persoalan lingkungan yang menjadi salah satu isu yang dibahas dalam musyawarah keagamaan KUPI. | Pada Kongres [[Ulama Perempuan]] Indonesia ([[KUPI]]) tahun 2017, Enik hadir dan terlibat dalam diskusi terutama berkaitan dengan persoalan lingkungan yang menjadi salah satu isu yang dibahas dalam musyawarah keagamaan KUPI. | ||
== Riwayat Hidup == | == Riwayat Hidup == | ||
Enik merupakan anak pertama dari empat orang bersaudara dari pasangan H. Atmain dan Hj. Zulaicha. Enik menikah dengan Farid Wajidi dan dikaruniai seorang putera, yaitu Rifqi Amrullah Karim. Pada tahun 2017, ia bersama suaminya menetap di Kalimantan Selatan (kampung suaminya) dan memulai aktivitas penyelamatan lingkungan terutama dampak dari penambangan liar yang menyebabkan kerusakan alam. Enik dan suaminya mulai memberikan pendidikan untuk penyadaran masyarakat dan pentingnya menjaga lingkungan dan melakukan konservasi pada area yang sudah terdampak. Saat ini bersama keluarganya ia tinggal di Kotaraja, Amuntai Selatan, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. | Enik merupakan anak pertama dari empat orang bersaudara dari pasangan H. Atmain dan Hj. Zulaicha. Enik menikah dengan Farid Wajidi dan dikaruniai seorang putera, yaitu Rifqi Amrullah Karim. Pada tahun 2017, ia bersama suaminya menetap di Kalimantan Selatan (kampung suaminya) dan memulai aktivitas penyelamatan lingkungan terutama dampak dari penambangan liar yang menyebabkan kerusakan alam. Enik dan suaminya mulai memberikan pendidikan untuk penyadaran masyarakat dan pentingnya menjaga lingkungan dan melakukan konservasi pada area yang sudah terdampak. Saat ini bersama keluarganya ia tinggal di Kotaraja, Amuntai Selatan, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. | ||
Baris 17: | Baris 15: | ||
Saat di Kalimantan Selatan, Enik aktif menjadi fasilitator di berbagai kegiatan di Desa Pulau Tambak, Amuntai Selatan, Hulu Sungai Utara. Beberapa di antaranya, fasilitator Workshop Perencanaan Pengembangan Wisata Desa Gambut Menggunakan Asset based Community Development; fasilitator Training Penguatan Layanan Terpadu untuk Korban Kekerasan berbasis Gender untuk Disabilitas; fasilitator Pertemuan Pembentukan Badan Kerjasama Antar Desa untuk Kawasan Perdesaan Desa Gambut 2019; fasilitator Forum Desa Peduli Gambut; Fasilitator forum Badan Kerjasama antar Desa Kawasan Perdesaan di Hulu Sungai Utara 2019; fasilitator penguatan organisasi perempuan di Desa Tambak sari Panji, Haur Gading, Hulu Sungai Utara 2019; fasilitator penguatan organisasi perempuan di Desa Darussalam, Danau Panggang, Hulu Sungai Utara 2019. | Saat di Kalimantan Selatan, Enik aktif menjadi fasilitator di berbagai kegiatan di Desa Pulau Tambak, Amuntai Selatan, Hulu Sungai Utara. Beberapa di antaranya, fasilitator Workshop Perencanaan Pengembangan Wisata Desa Gambut Menggunakan Asset based Community Development; fasilitator Training Penguatan Layanan Terpadu untuk Korban Kekerasan berbasis Gender untuk Disabilitas; fasilitator Pertemuan Pembentukan Badan Kerjasama Antar Desa untuk Kawasan Perdesaan Desa Gambut 2019; fasilitator Forum Desa Peduli Gambut; Fasilitator forum Badan Kerjasama antar Desa Kawasan Perdesaan di Hulu Sungai Utara 2019; fasilitator penguatan organisasi perempuan di Desa Tambak sari Panji, Haur Gading, Hulu Sungai Utara 2019; fasilitator penguatan organisasi perempuan di Desa Darussalam, Danau Panggang, Hulu Sungai Utara 2019. | ||
Selain itu Enik juga aktif menjadi moderator, di antaranya dalam diskusi tentang Perhutanan Sosial di Hulu Sungai Utara 2019; Konsultasi Publik tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan di Hulu Sungai Utara 2020; Diskusi “Apa Kabar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual” (Digital Discussion; Jaringan Perempuan Borneo) 2020. Enik juga menjadi narasumber diskusi, seperti, tentang Perempuan di Lahan Gambut: Eco Feminism dalam Restorasi Gambut (Digital Discussion Forum: Kemitraan dan BRG) 2020 dan menjadi penceramah di kanal youtube ''Swararahima'' 2020. | Selain itu Enik juga aktif menjadi moderator, di antaranya dalam diskusi tentang Perhutanan Sosial di Hulu Sungai Utara 2019; Konsultasi Publik tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan di Hulu Sungai Utara 2020; Diskusi “Apa Kabar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual” (Digital Discussion; [[Jaringan]] Perempuan Borneo) 2020. Enik juga menjadi narasumber diskusi, seperti, tentang Perempuan di Lahan Gambut: Eco Feminism dalam Restorasi Gambut (Digital Discussion Forum: Kemitraan dan BRG) 2020 dan menjadi penceramah di kanal youtube ''Swararahima'' 2020. | ||
== Tokoh dan Keulamaan Perempuan == | == Tokoh dan Keulamaan Perempuan == | ||
Pertama kali Enik tertarik dengan isu perempuan ketika mahasiswa di IAIN Sunan Kalijaga. Ia diperkenalkan isu gender oleh Farha Abdul Kadir Assegaf atau yang dikenal dengan [[Farha Ciciek]], salah satu feminis Muslim dan juga pendiri Rahima. Perkenalan tersebut, membuat Enik mengingat kembali apa yang dipelajari tentang ''fiqhunnisa'' dan kitab-kitab kuning yang membahas mengenai perempuan saat mondok di Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang. | Pertama kali Enik tertarik dengan isu perempuan ketika mahasiswa di IAIN Sunan Kalijaga. Ia diperkenalkan isu gender oleh Farha Abdul Kadir Assegaf atau yang dikenal dengan [[Farha Ciciek]], salah satu feminis Muslim dan juga pendiri Rahima. Perkenalan tersebut, membuat Enik mengingat kembali apa yang dipelajari tentang ''fiqhunnisa'' dan kitab-kitab kuning yang membahas mengenai perempuan saat mondok di Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang. | ||
Baris 38: | Baris 34: | ||
Enik juga sedang berusaha untuk melakukan aktivitas pemanfaatan gambut dengan baik dan bijak mengingat sebagian besar sumber mata pencaharian masyarakat atau perempuan sangat tergantung pada gambut. Enik melakukan penyadaran kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemulihan gambu di desa-desa daerah gambut yang sebagian besar termasuk dalam kategori Desa Sangat Tertinggal dan Desa Tertinggal. Kondisi perempuan di kawasan gambut juga sangat memprihatinkan, baik dari aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik. Apa yang dilakukan Enik terkait penyelamatan lingkungan terinspirasi dan menjadi bagian dari implementasi hasil musyawarah keagamaan KUPI khususnya terkait lingkungan. | Enik juga sedang berusaha untuk melakukan aktivitas pemanfaatan gambut dengan baik dan bijak mengingat sebagian besar sumber mata pencaharian masyarakat atau perempuan sangat tergantung pada gambut. Enik melakukan penyadaran kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemulihan gambu di desa-desa daerah gambut yang sebagian besar termasuk dalam kategori Desa Sangat Tertinggal dan Desa Tertinggal. Kondisi perempuan di kawasan gambut juga sangat memprihatinkan, baik dari aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik. Apa yang dilakukan Enik terkait penyelamatan lingkungan terinspirasi dan menjadi bagian dari implementasi hasil musyawarah keagamaan KUPI khususnya terkait lingkungan. | ||
== Karya-Karya == | == Karya-Karya == | ||
Enik menulis beberapa karya dan melakukan penelitian, di antaranya: | Enik menulis beberapa karya dan melakukan penelitian, di antaranya: |
Revisi terkini pada 20 November 2021 05.17
Enik Maslahah lahir di Gresik, pada tanggal 29 Oktober, 1971. Enik merupakan aktivis yang sudah lama bergelut dengan isu perempuan, lingkungan, dan ekonomi kerakyatan. Ia aktif di beberapa Lembaga yang konsen pada pendidikan dan pendampingan bagi korban kekerasan saat ia tinggal di Yogyakarta. Saat ini Enik adalah Tenaga Analis Penguatan Kelembagaan dan Kemitraan Kawasan Perdesaan Desa Gambut BRGM (Badan Restorasi Gambut dan Mangrove) di Wilayah Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan (2021), dan Founder Cookies Talipuk (Kukis Berbahan Tepung Biji Teratai) sebagai upaya penguatan ekonomi kreatif komunitas dengan memanfaatkan bahan yang melimpah di wilayahnya.
Pada Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) tahun 2017, Enik hadir dan terlibat dalam diskusi terutama berkaitan dengan persoalan lingkungan yang menjadi salah satu isu yang dibahas dalam musyawarah keagamaan KUPI.
Riwayat Hidup
Enik merupakan anak pertama dari empat orang bersaudara dari pasangan H. Atmain dan Hj. Zulaicha. Enik menikah dengan Farid Wajidi dan dikaruniai seorang putera, yaitu Rifqi Amrullah Karim. Pada tahun 2017, ia bersama suaminya menetap di Kalimantan Selatan (kampung suaminya) dan memulai aktivitas penyelamatan lingkungan terutama dampak dari penambangan liar yang menyebabkan kerusakan alam. Enik dan suaminya mulai memberikan pendidikan untuk penyadaran masyarakat dan pentingnya menjaga lingkungan dan melakukan konservasi pada area yang sudah terdampak. Saat ini bersama keluarganya ia tinggal di Kotaraja, Amuntai Selatan, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.
Enik mengawali pendidikan formalnya di MI (Madrasah Ibtidaiyah) Tarbiyatul Wathon Desa Campurejo, Panceng, Gresik tahun 1976-1982. Kemudian melanjutnya ke MTs (Madrasah Tsanawiyah) Tarbiyatul Wathon tahun 1982-1986 dan ke Madrasah Aliyahnya di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang tahun 1986-1889. Pendidikan sarjana (S1) ia tempuh di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ushuluddin, jurusan Aqidah Filsafat tahun 1989-1995. Ia menyelesaikan studi S2 Kependudukan di UGM Yogyakarta tahun 1996-2000.
Enik merupakan perempuan yang senang berorganisasi, baik ketika duduk di bangku kuliah maupun saat kembali ke masyarakat. Hal ini terlihat saat masih menjadi mahasiswa ia aktif di Pers Mahasiswa ARENA IAIN Sunan Kalijaga thn 1990-1993. Selain itu, ia aktif dalam Kelompok Diskusi Filsafat Islam (KPFI), di kampus yang sama thn 1992-1994. Pengalaman organisasi saat di kampus membuatnya bersentuhan dengan isu perempuan. Tahun 2003-2004, Enik menjadi relawan belajar di Women Crisis Centre Rifka Annisa Yogyakarta, dan tahun 2007-2011 sebagai koordinator pendidikan Publik di Mitra Wacana Women Resources Center, Yogyakarta. Ia pernah menjadi Ketua Aliansi Tolak Perda Diskriminasi Terhadap Perempuan (ATPLP) di Yogyakarta 2009-2010, menjadi Manager Program di Mitra Wacana Women Resource Center tahun 2013-2016, Sekretaris di Pimpinan Cabang Fatayat NU Kota Yogyakarta tahun 2010-2014, dan Ketua Pimpinan Cabang Fatayat NU Kota Yogyakarta tahun 2014-2018.
Saat ini Enik tercatat sebagai Anggota Pengurus Cabang Fatayat NU Amuntai, Kalimantan Selatan sejak 2018 dan pernah menjadi Direktur Yayasan Rahim Bumi: Pusat Pemberdayaan Perempuan dan Kelestarian Lingkungan, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan tahun 2018. Ia juga dipercaya sebagai Dinamisator (Province Field Assistance) Program Desa Peduli Gambut BRG (Badan Restorasi Gambut) Wilayah Kalimantan Selatan (2019-2020), dan menjadi Tenaga Analis Penguatan Kelembagaan dan Kemitraan Kawasan Perdesaan Desa Gambut BRGM (Badan Restorasi Gambut dan Mangrove) di Wilayah Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan di tahun 2021.
Untuk memperkuat pengetahuannya, Enik sangat aktif mengikuti berbagai pelatihan maupun workshop baik di tingkat lokal, nasional, bahkan internasional. Hal ini terlihat dari pengalamannya mengikuti pendidikan non formal yang terdokumentasikan sejak 2007. Ia pernah mengikuti training tentang Civic Education for Future Indonesian Leaders (CEFIL) di USC Satunama, Yogyakarta, tahun 2007; Training of Trainer (ToT) tentang Appreciative Inquiry and Visioning-based Methods di USC Satunama, Yogyakarta, tahun 2009; International Summer School on Development and Pluralism at Centre for Cross-cultural and-religious Studies, Gadjah Mada University-Cosmopolis Institute, Yogyakarta tahun 2010; Training of Trainer (ToT) tentang Sphere (penanganan bencana) di AWO International, Jakarta, tahun 2014; Pengkaderan Ulama Perempuan (PUP) Rahima, tahun 2013; Gender Budget, How to be a good Facilitator, Community Development, Monitoring and Evaluation; ToT tentang Asset Based Community Development yang dilakukan sejak 2014-2017.
Saat di Kalimantan Selatan, Enik aktif menjadi fasilitator di berbagai kegiatan di Desa Pulau Tambak, Amuntai Selatan, Hulu Sungai Utara. Beberapa di antaranya, fasilitator Workshop Perencanaan Pengembangan Wisata Desa Gambut Menggunakan Asset based Community Development; fasilitator Training Penguatan Layanan Terpadu untuk Korban Kekerasan berbasis Gender untuk Disabilitas; fasilitator Pertemuan Pembentukan Badan Kerjasama Antar Desa untuk Kawasan Perdesaan Desa Gambut 2019; fasilitator Forum Desa Peduli Gambut; Fasilitator forum Badan Kerjasama antar Desa Kawasan Perdesaan di Hulu Sungai Utara 2019; fasilitator penguatan organisasi perempuan di Desa Tambak sari Panji, Haur Gading, Hulu Sungai Utara 2019; fasilitator penguatan organisasi perempuan di Desa Darussalam, Danau Panggang, Hulu Sungai Utara 2019.
Selain itu Enik juga aktif menjadi moderator, di antaranya dalam diskusi tentang Perhutanan Sosial di Hulu Sungai Utara 2019; Konsultasi Publik tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan di Hulu Sungai Utara 2020; Diskusi “Apa Kabar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual” (Digital Discussion; Jaringan Perempuan Borneo) 2020. Enik juga menjadi narasumber diskusi, seperti, tentang Perempuan di Lahan Gambut: Eco Feminism dalam Restorasi Gambut (Digital Discussion Forum: Kemitraan dan BRG) 2020 dan menjadi penceramah di kanal youtube Swararahima 2020.
Tokoh dan Keulamaan Perempuan
Pertama kali Enik tertarik dengan isu perempuan ketika mahasiswa di IAIN Sunan Kalijaga. Ia diperkenalkan isu gender oleh Farha Abdul Kadir Assegaf atau yang dikenal dengan Farha Ciciek, salah satu feminis Muslim dan juga pendiri Rahima. Perkenalan tersebut, membuat Enik mengingat kembali apa yang dipelajari tentang fiqhunnisa dan kitab-kitab kuning yang membahas mengenai perempuan saat mondok di Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang.
Dari pergulatan pemikiran tentang gender dan Islam tersebut, Enik mulai berpikir dan melihat apa yang dialami oleh perempuan di masyarakat juga keluarganya sendiri. Ia teringat akan sikap keras ayahnya ketika mendidik ibu dan anak-anaknya karena meyakini itu dibenarkan oleh teks agama. Ibunya menentang sikap keras sang ayah, lantaran ibunya tidak pernah mendengar dalam tarikh tasyri’ (sejarah) tentang sikap Rasulullah yang memperlakukan isterinya dengan kasar dan semena-mena. Ibunya mengatakan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad Saw. sangat welas asih dan tidak pernah marah atau memukul istrinya.
Berangkat dari pengalaman itu, Enik semakin tertarik untuk mempelajari Islam dan gender dan melakukan penelitian di beberapa pesantren terkait Identitas dan Peran Perempuan. Enik juga terdorong untuk belajar lebih banyak mengenai ilmu sosial sebagai alat untuk memahami kehidupan perempuan. Saat menempuh kuliah S2, ia mengambil studi kependudukan di UGM dengan penelitian tentang Survival: Strategi Perempuan Kepala Rumah Tangga di desa miskin Sriharjo Kabupaten Bantul. Aktivitas Enik di berbagai organisasi di kampus juga di masyarakat baik LSM maupun ormas Islam yang fokus pada isu perempuan, membuat Enik makin sadar pentingnya pendidikan dan pemberdayaan bagi perempuan.
Ketertarikan Enik dengan isu gender dan Islam menuntunnya mengikuti Pengkaderan Ulama Perempuan (PUP) yang diselenggarakan oleh Rahima pada tahun 2013. Ketika Rahima membagikan formulir ke peserta mengenai usulan ke depan, Enik mengusulkan perlunya diadakan kongres ulama perempuan dari alumni PUP yang memiliki beberapa angkatan dari berbagai daerah. Pemikirannya waktu itu terinspirasi dari Kongres Perempuan di Indonesia pada 22 Desember 1928 yang menyuarakan kondisi ketidakadilan perempuan saat itu. Enik melihat Rahima dapat mengorganisasi ulama perempuan yang memiliki kesadaran atas ketidakadilan bagi perempuan Muslim, serta merespon berbagai situasi yang mendiskriminasikan perempuan Muslim atas nama agama.
Bagi Enik, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) menjadi bagian penting dari sejarah gerakan perempuan Muslim di Indonesia bahkan di Dunia. Hal itu karena dalam sejarah belum ada negara di mana ulama perempuan-nya bersatu untuk memikirkan, membahas, dan memperjuangakan hak-hak perempuan secara adil. Menurutnya KUPI bukan saja sebuah gerakan intelektual perempuan Muslim melainkan juga gerakan pemberdayaan perempuan. KUPI juga menjadi bagian penting pengakuan dunia atas keulamaan perempuan yang selama ini terpinggirkan dan terabaikan di dunia intelektual Muslim.
Pasca KUPI 2017, Enik beserta keluarganya pindah ke kota kecil, Amuntai, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Perpindahan ini dilandasi berbagai alasan, selain ingin dekat dengan kerabat, Enik dan suaminya tertarik pada pertanian organik dan permaculture. Selain itu, ia ingin memahami tradisi dan budaya masyarakat Banjar yang ia rasa unik. Mereka hidup disekitar sungai, rawa, dan gambut.
Enik mulai menyadari bahwa masalah lingkungan adalah masalah yang dekat dengan perempuan. Ia membahas terkait ekofeminisme yang memperlihatkan hubungan antara operasi perempuan dan operasi terhadap alam. Pemecahan masalah ekologi harus menyertakan perspektif perempuan. Dari latar belakang tersebut, Enik bersama teman-temannya mendirikan Yayasan Rahim Bumi, yayasan ini menjadi pusat belajar bersama untuk pemberdayan perempuan dan lingkungan. Rahim Bumi memulai dengan pendekatan social entrepreneurship untuk melakukan penyadaran terhadap masyarakat mengenai pentingnya menggali sumber daya alam yang tidak merusak. Dan kini, Enik merupakan Direktur Yayasan Rahim Bumi.
Yayasan Rahim Bumi telah melahirkan wirausaha, di antaranya unit usaha RB Craft yang melakukan pengembangan desain dan pemasaran kerajinan berbasis serat alam yang berasal dari sumber daya alam sekitar (purun, bamban, dan lupuh). Kerajinan tersebut dikerjakan oleh anak-anak muda melalui koperasi penjualan dan bekerja sama dengan beberapa perajin di desa-desa. RB Craft telah menjadi sumber ekonomi komunitas. Sisa Hasil Usaha (SHU) pada tahun 2019 telah memberikan sebanyak 10 persen dari modal yang digunakan untuk kegiatan sosial, dan untuk peningkatan modal usaha juga keuntungan anggota. Selain kerajinan, Rahim Bumi juga mengembangkan pangan lokal berbasis hasil tani lokal, salah satunya membuat dan menjual sambal labu sehat dan pentol yang aman dikonsumsi. Karena di daerah Enik tinggal labu melimpah, sekitar 102,4 ton/tahun. Di samping itu, tingginya minat masyarakat terhadap konsumsi pentol dan sambal.
Enik juga sedang berusaha untuk melakukan aktivitas pemanfaatan gambut dengan baik dan bijak mengingat sebagian besar sumber mata pencaharian masyarakat atau perempuan sangat tergantung pada gambut. Enik melakukan penyadaran kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemulihan gambu di desa-desa daerah gambut yang sebagian besar termasuk dalam kategori Desa Sangat Tertinggal dan Desa Tertinggal. Kondisi perempuan di kawasan gambut juga sangat memprihatinkan, baik dari aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik. Apa yang dilakukan Enik terkait penyelamatan lingkungan terinspirasi dan menjadi bagian dari implementasi hasil musyawarah keagamaan KUPI khususnya terkait lingkungan.
Karya-Karya
Enik menulis beberapa karya dan melakukan penelitian, di antaranya:
- Pandangan Santri Perempuan tentang “Perempuan” di PP Ploso Kediri Jawa Timur (Skripsi S1) tahun 1994
- Survival Strategy Perempuan Kepala Rumah Tangga di Sriharjo, Yogyakarta (Thesis S2) tahun 1999
- Respon Gerakan Islam Radikal Indonesia tentang Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik di Indonesia (Falsafatuna, Yogyakarta) tahun 2007
- Pandangan Siswa Perempuan tentang Perilaku Rentan terhadap HIV-AIDS (Mitra Wacana WRC and SAN) tahun 2008
- Kondisi Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan di Era Otonomi Daerah di Indonesia, Kasus Perda Syariah, Qanun Khalwat di Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam (tim anggota peneliti Komnas Perempuan) tahun 2009
- Model dan Implementasi Kebijakan Budget dalam Penanganan HIV dan AIDS: Kasus Studi (2010-2012) di Sleman dan Bantul, Yogyakarta, Indonesia tahun 2012
- Kesadaran Perempuan dan Pemerintah Desa tentang Kekerasan Seksual Terhadap Anak di 2 Desa di Banjarnegara, Jawa Tengah (Mitra Wacana WRC) tahun 2013
- Handbook, Perlindungan Anak dari Kekerasan Seksual (Mitra Wacana WRC) 2016
- Penggunaan Dana Desa dari Implementasi UU desa di Sungai Kakap, Sungai Kakap, Kubu Raya, Kalimantan Barat (IRE Yogyakarta) 2017
- “Perempuan dan Lahan Gambut”, Jurnal Perempuan, 2020
Penulis | : | Pera Shopariyanti |
Editor | : | Nor Ismah |
Reviewer | : | Faqihuddin Abdul Kodir |