Refleksi dan Kesan Terhadap KUPI

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

KUPI telah berakhir, kini tinggal implementasinya yang ditunggu. Kerja keras, usaha yang terus menerus, konsisten sampai berbuah hasil. Saya amat bersyukur mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dalam KUPI. Bertemu dan berinteraksi dengan begitu banyak ulama perempuan, pemimpin pesantren, aktivis perempuan dan LSM. Amat terasa potensi yang tersimpan dalam kongres itu. Bagi saya yang belum pernah tinggal di pesantren, peluang untuk berkenalan dengan suasana dan gaya hidup suatu pesantren amat menarik. Gaya hidup yang teratur, disiplin mengutamakan nilai-nilai keagamaan dimana adab dan akhlak diutamakan memberi angin segar yang positif. Ternyata kehidupan Jakarta penuh kepalsuan dan fatamorgana.

Di pelosok dan berbagai daerah Indonesia masih bertebaran komunitas-komunitas yang secara tradisional berpegang teguh pada nilai-nilai yang diajarkan al-Qur’an dan Hadist. Bertemu sesama perempuan yang peduli dengan kekuatan iman, pembinaan akhlak untuk generasi muda, dan terus berjuang menjaga ke-Indonesia-an, kebangsaan dan persatuan membuat optimis dalam menghadapi masa depan. Inilah sisi Indonesia yang tidak terlihat atau diketahui banyak orang di Jakarta. Memang masih banyak yang perlu pembenahan, berbagai terjemah dan tafsir yang didominasi pengerjaannya oleh kaum laki-laki, berbagai sikap dan pendirian dalam masyarakat dan hukum yang cenderung patriarkhal. Namun kita optimis bahwa seiring berjalannya waktu, dengan bertambah banyaknya perempuan yang berpendidikan kesetaraan dapat meningkat.

Suasana guyub, seperti keluarga besar saat ada perhelatan besar, tapi kali ini berkumpul untuk memperjuangkan suatu cita-cita luhur. Suatu cita-cita universal yang dirasakan kaum perempuan di seluruh dunia, yang selama ini merasakan diskriminasi. Masalah kesetaraan gender, kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan seksual dan masalah pelestarian lingkungan hidup adalah masalah-masalah lama yang sudah berulangkali dan sering di usung di seluruh dunia, tapi belum juga dapat ditemukan solusinya yang tuntas dan menyeluruh. Atau mungkinkah ini suatu masalah abadi yang tak akan ada penyelesaiannya sepanjang zaman, selama ada kaum laki-laki dan kaum perempuan yang tidak bersedia bersetara? Semoga setidaknya kesenjangan dapat dikurangi, kekerasan dapat berkurang dan pelestarian alam dapat di tingkatkan.  Mungkin ada baiknya kalau cita-cita ini setiap tahun di evaluasi, diadakan penilaian di seluruh dunia sudah sampai dimana perkembangannya. Di dunia ini terlalu banyak tarik menarik antara berbagai kepentingan yang didasarkan pada perilaku serakah dan egois. Hanya dengan keimanan dan pasrah kepada ALLAH, kita dapat menempatkan diri membela kepentingan seluruh umat manusia dan makhluk ciptaanNya di bumi ini. Keyakinan bahwa ALLAH SWT., menjamin pelestarian dienul Islam dan menjamin surgaNya bagi orang-orang beriman yang berjuang dijalanNya menjadi motivasi untuk para mujahid dalam meneruskan perjuangannya.

Dalam dunia yang penuh kekerasan, dan peperangan dalam persaingan ini, seyogyanya kaum perempuan berbuat lebih banyak untuk meredam dan mengimbangi ketegangan-ketegangan yang muncul. Diadakannya KUPI merupakan gerakan yang menyuarakan kekuatan perempuan yang meneduhkan dan mencerahkan. Perempuan Indonesia patut bersyukur karena sudah ratusan tahun mendapat kesempatan menuntut ilmu pengetahuan dan berjuang mendampingi kaum laki-laki. Dibandingkan dengan perempuan-perempuan di negara-negara lain yang masih harus berjuang untuk kebebasannya. Harapan saya KUPI dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga sejenisnya seperti MAAI, IMWU dan lain–lain untuk menyempurnakan dan menambah kekuatan potensial di dalam dan di luar negeri. Dengan bergandengan tangan dan merajut kebersamaan membentuk pelangi yang indah saat hujan reda.


Jakarta, 7 Mei 2017


Penulis: Sri Artaria Alisjahbana

(Majalah NooR)