Ratnawati
Ratnawati | |
---|---|
Tempat, Tgl. Lahir | Cenrana, 28 Agustus 1969 |
Aktivitas Utama |
|
Karya Utama |
|
Ratnawati lahir di Cenrana—dulu merupakan bagian dari Kerajaan Marusu—pada tanggal 28 Agustus 1969. Ia merupakan muballighah yang aktif berdakwah dari satu mimbar ke mimbar yang lain di daerah kelahirannya, Sulawesi Selatan.
Ketika KUPI pertama kali diselenggarakan di Cirebon, Ratnawati belum dapat hadir secara penuh karena jauhnya jarak. Namun, hal itu tidak menyurutkannya untuk memberikan masukan dan harapan terkait penyelenggaraan KUPI. Menurutnya, pengkaderan ulama perempuan perlu diteruskan secara berkesinambungan agar ke depannya mereka dapat membantu sesama perempuan untuk lebih menginternalisasi nilai-nilai Islam dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Riwayat Hidup
Ratnawati adalah puteri pasangan H. Bintang Badar dan Hj. Tahirah. Seluruh tahapan pendidikan dasar Ratnawati dilalui di daerah asalnya, Bone. Menamatkan sekolah dasar di SDN 83 Cenrana pada tahun 1982, ia kemudian melanjutkan sekolah di MTS As’adiyah 1 Pusat Sengkang yang ia selesaikan tiga tahun berikutnya. Ia lalu bersekolah di Madrasah Aliyah As’adiyah Putri Pusat Sengkang, yang ia tamatkan pada tahun 1988. Selesai Aliyah, ia menapaki perguruan tinggi dengan meraih gelar sarjana pada jurusan akidah filsafat. Pada program studi lanjutan, alih-alih mengambil jurusan yang sama seperti S1, untuk S2 ia berubah haluan. Untuk magister, ia justru memilih program Pendidikan Agama Islam yang lebih menunjang kariernya sebagai guru MTS.
Tokoh dan Keulamaan Perempuan
Meski lama berkiprah di Masamba, Luwu Utara, Ratnawati sejatinya adalah pendatang. Ia pindah ke Luwu Utara ketika suaminya ditugaskan bekerja di salah satu daerah di Sulawesi Selatan tersebut. Sebagai istri dari Ketua KUA, ia bersama sang suami memelopori kegiatan pengajian sejak tahun 1995. Hingga kini, secara rutin banyak majelis keislaman diadakan, biasanya seminggu sekali atau dua minggu sekali. Di samping itu, organisasi-organisasi keislaman juga mulai hadir dan mewarnai dakwah di daerah setempat, misalnya Jamaah Tabligh, Darul Dakwah wal Irsyad, dan As Sadiyah.
Bekerja sebagai guru di MTS Negeri Luwu Utara membuat ibu dari empat anak ini lebih banyak berkecimpung dalam dakwah anak-anak muda, selain juga melebarkan sayap dengan mengorganisir majelis keagamaan di kalangan ibu-ibu. Pengalaman pertamanya yakni mengembangkan Taman Pendidikan Al-Quran bagi anak-anak usia sekolah dasar. Hal tersebut ia geluti selama bertahun-tahun meski dalam perjalanannya, tidak semudah membalikkan tangan. Terutama ketika pertama kali terjun, ia tak memiliki banyak modal, terutama finansial. Bahkan dulu pengajar tidak digaji, dan hanya bekerja secara sukarela.
Ratnawati meyakini bahwa generasi muda itu bagaikan tanaman yang perlu terus diperhatikan untuk tumbuh dan kembangnya, perlu terus disiram, dan dipupuk dengan kebaikan. Ia terus aktif untuk membimbing mereka dalam berbagai kegiatan positif. Hal tersebut ia mulai dengan mendirikan Taman Pendidikan Al Quran. Awalnya, banyak anak mengaji hanya di lingkup kecil, dari rumah ke rumah. Sehingga pembelajaran pun tidak terstruktur dan terkoordinir. Melihat kondisi tersebut, ia pun berinisiatif untuk mengembangkan proses belajar yang lebih terpusat dan tersistematis.
Dalam perkembangannya, kini TPA di sana sudah dibantu oleh Dinas Sosial. Ia menyampaikan kini dengan perhatian dari pemerintah setempat, TPA bisa mendapatkan jatah 10 juta per bulan. Selain digunakan untuk memberikan gaji pada pengajar, dana tersebut juga dimanfaatkan untuk memberikan fasilitas pendidikan yang lebih memadai. Lebih khusus, pada musim pandemi seperti sekarang, sebagian besar anggaran justru habis untuk menyediakan sarana kebersihan dengan tujuan untuk mengurangi tingkat penyebaran virus di kalangan peserta didik.
Selain mengembangkan program pendidikan, kiprah dakwahnya dalam memberdayakan masjid juga bertujuan untuk menggali sumberdaya remaja agar ke depannya mereka dapat berakhlak mulia dan Qurani. Cakupannya sendiri tidak sempit, namun diharapkan berjangka panjang dan meliputi berbagai kegiatan produktif. Orientasi kegiatan didasarkan pada aktivitas kemasjidan, keislaman, keilmuan, keremajaan dan keterampilan. Harapannya, melalui organisasi ini, Bu Rahmawati dan tim dapat memberikan kesempatan bagi anggotanya mengembangkan diri sesuai bakat dan kreativitas mereka di bawah pembinaan Pengurus/Ta’mir Masjid.
Pemberdayaan remaja masjid sendiri dilatarbelakangi oleh banyak hal. Salah satunya adalah begitu banyak masyarakat muslim seolah-olah berlomba mendirikan masjid, namun di saat yang sama tidak dimanfaatkan secara maksimal. Masjid-masjid yang ada hanya dijadikan untuk ritual ibadah salat semata. Padahal potensi masjid sebagai pusat edukasi kaum muda sangatlah banyak. Hanya saja karena perspektif yang sempit, peluang ini acap kali terbuang sia-sia. Oleh karenanya, dalam beberapa tahun terakhir Ratnawati yang jeli melihat potensi ini kemudian menyemarakkan suasana masjid dengan giat berdakwah melalui program-program pemberdayaan remaja.
Selain diajak mempejari Al Quran dengan serius, program lain yang ia terapkan yaitu mengajak para remaja mengikuti festival keislaman. Bahkan ia mencatat di suatu pekan Muharram yang mereka ikuti, semua peserta tampak sangat all out, hal ini terlihat dari binaran cahaya mata mereka yang tampak semangat. Meski terkesan sepele, namun kegiatan tersebut menurut perempuan asli Bone ini, mampu membantu meningkatkan kepercayaan diri para remaja, sekaligus mendorong mereka untuk mengaktualisasikan diri secara maksimal.
Kesibukannya dalam membantu pembinaan TPA tersebut ternyata tak menyurutkan semangat Ratnawati untuk menyemarakkan dakwah di lingkungan masyarakat sekitarnya. Secara rutin, ia hingga kini masih mengelola majelis taklim di tingkat kecamatan dan juga kegiatan-kegiatan Muslimat. Meski dalam suasana pandemi, sempat beberapa kali majelis harus rehat semantara untuk menjaga kesehatan masyarakat, terutama para lansia yang banyak aktif dalam pengajian.
Dalam pergerakan pengarusutamaan gender, Ratnawati banyak bergelut dalam pemberdayaan masyarakat, termasuk kelompok remaja. Dalam berbagai kesempatan, ia mencoba menghidupkan aktivitas-aktivitas sosial yang dapat mendorong generasi penerus untuk tidak berleha-leha, seperti mendirikan taman belajar dan membentuk forum diskusi. Terlebih di era media sosial seperti sekarang, seringkali anak-anak muda justru terlena akan hedonisme semu. Oleh karenanya, istri dari H. Muhammad Alwi ini terus mencoba berinovasi dan menggali ide-ide baru supaya para remaja di sekitarnya tidak terjerumus ke hal-hal negatif.
Mengingat kondisi wabah juga, ia yang tergabung dalam Dharma Wanita Persatuan Luwu Utara kerap terlibat dalam penyaluran bantuan sosial bagi warga tak mampu yang terdampak pandemi. Di samping tetap mengaktifkan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat lain, termasuk mendorong peningkatan pelayanan posyandu dan sosialisasi kesehatan bagi masyarakat. Bahkan untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan, pihaknya juga menggandeng Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga di daerah setempat. Selain untuk memaksimalkan pos pelayanan terpadu yang ada di setiap desa dan dusun, kolaborasi lintas sektoral ini diharapkan dapat menggali, menggerakkan, dan mengembangkan potensi masyarakat lewat posyandu. Secara spesifik, kegiatan pembinaan sendiri dilakukan setiap tanggal pelayanan posyandu setiap bulannya.
Karya-Karya
Selama berdakwah, ia kerap membagikan kumpulan dzikir dan doa setelah salat fardhu yang ia cetak secara mandiri. Meski hanya beberapa lembar, namun catatan tersebut sering dimanfaatkan oleh jamaah untuk dipraktikkan dalam aktivitas sehari-hari.
Daftar Bacaan Lanjutan
- https://tirto.id/strategi-pemberdayaan-komunitas-dan-contoh-berbasis-kearifan-lokal-f926
- https://scholar.google.co.id/scholar_url?url=http://202.0.92.5/isoshum/profetik/article/viewFile/1201/1100&hl=en&sa=X&ei=WEtLYbK7G4HUyATl9YTABQ&scisig=AAGBfm0iv_HKmbabiuL4KxF6Z36ByB8l6g&oi=scholarr
Penulis | : | Hasna A. Fadhilah |
Editor | : | Nor Ismah |
Reviewer | : | Faqihuddin Abdul Kodir |