Mutmainnah

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Mutmainnah
Muthmainnah.jpg
Tempat, Tgl. LahirCamba, 27 Maret 1994
Aktivitas Utama
  • Dosen STAI DDI Mangkoso
  • Anggota PC Fatayat NU Maros
  • Pembina Pondok Pesantren DDI Mangkoso
Karya Utama
  • . . .
  • . . .

Mutmainnah dilahirkan di Camba 27 Maret 1994 beliau di usianya yang cukup muda sudah mengabdikan dirinya di dunia pendidikan sebagai pengajar di Pondok Pesantren DDI Mangkoso sejak tahun 2014 hingga sekarang. Sementara kegiatan Pendidikan lainya adalah mengajar sebagai dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) DDI Mangkoso.

Seperti keluarga muslim di Indonesia pada umumnya, Muthmainnah pun diarahkan oleh kedua orang tuanya untuk mengenyam pendidikan di pondok pesantren As-Salafi Parepare juga bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah di DDI Mangkoso. Selepas itu ia bertolak ke MA Pi As'adiyah Sengkang dan menamatkan di tahun 2012 M. Semangat belajar Mutmainnah tidak berhenti di tahap Madrasah Aliyah saja melainkan ia melanjutkan kuliah di perguruan tinggi. Gelar sarjananya ia dapatkan di STAI DDI Mangkoso (S1) pada tahun 2017 M. Semangat belajarnya tidak menghalanginya untuk terus berkembang, selama dahaga keilmuan belum terpenuhi ia terus melebarkan sayapnya di dunia pendidikan. Dengan demikian Muthmainnah melanjutkan ke Ma'had Aly DDI Mangkoso kemudian mendapatkan gelar magisternya di IAIN Parepare (S2).

Putri dari pasangan Bapak Jamaluddin dan Ibu Raru itu lahir di tengah keluarga yang agamis, sederhana dan sadar dengan pendidikan. Ayahnya dikenal sebagai orang yang tegas terhadap anak-anaknya. Ayahnya menganjurkan semua putra-putrinya untuk mengaji dan belajar di pondok pesantren. Meskipun demikian, kedua orang tuanya tidak mengalami mengaji di pesantren dalam skala lama (alumni pesantren) tetapi hal tersebut bukan berarti alasan untuk tidak memahami agama secara khusus. Semasa kecil ayahnya mendapatkan pendidikan agama dari orang tuanya, mulai dari hal-hal dasar hingga persoalan yang penting.

Orang tua adalah rujukan utama dalam kehidupan, ia bertanggung jawab atas masa depan anak-anaknya. Semua orang tua pastinya memiliki harapan yang mulia untuk anak-anaknya seperti sukses di dunia dan akhirat kelak, oleh sebab itu tidak jarang para orang tua yang tegas dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua dari Muthmainnah pun demikian, ia memberikan atsar yang sangat mendalam untuk anak-anaknya dalam laku keseharian. Muthmainnah menuturkan bahwa dalam urusan agama ia sangat disiplin dan tegas, terkhusus dalam urusan ibadah dan akhlak keseharian. Sikap tersebut bukanlah hal yang kolot melainkan kepedulian yang sangat dalam. Selain itu, pemikiran orang tua Muthmainnah cukup terbuka dalam urusan kedudukan laki-laki dan perempuan. Pasalnya, ia sejak kecil sudah dijelaskan bahwa anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan memiliki kebebasan berekspresi, keduanya memiliki peran gender dan ruang ekspresi masing-masing sehingga anak-anaknya sudah terbiasa dalam perbedaan. Ini adalah salah satu didikan orang tuanya yang kemungkinan besar menjadi acuan dalam peran dan kehidupan anak-anaknya di masa sekarang dan kedepan.

“Orang tua kami tegas dalam perkara ibadah, sikap, juga tingkah laku keseharian, hal itu juga diajarkan ke anak²nya, terkait pemahaman kedudukan perempuan dan laki², beliau cenderung memahami bahwa perempuan dan laki² punya ruang ekspresinya masing² karena itu kami dididik dengan perbedaan itu,” kata perempuan dari Sulawesi itu.

Tokoh dan Keulamaan Perempuan

Mutmainnah tumbuh besar dan menjalani kehidupan di Camba salah satu daerah yang masyarakatnya mayoritas beragama Islam sementara pemahamanya masih erat dengan budaya pembatasan untuk perempuan. Ajaran Islam  yang diturunkan oleh para pendahulu terasa sangat kental dan sarat dengan budaya ketimuran sehingga perbedaan antara ajaran agama dan budaya sangatlah tipis. Selama ia belajar ilmu agama sampai di perguruan tinggi, Mutmainnah merasakan ada pembatasan-pembatasan aktivitas perempuan yang mana dasarnya bukanlah dari agama. Misalnya perempuan selalu dibatasi dengan alasan kekhawatiran, pembatasan tersebut ada dalam semua hal yang berkaitan dengan perempuan seperti dalam pendidikan, perempuan dianjurkan untuk tidak kuliah jauh dari rumah dan sampai perguruan tinggi. Pembatasan ini hanya berlaku untuk perempuan dan tentunya tidak terjadi pada laki-laki. Sehingga nasib perempuan tidak sedikit yang menikah di usia-usia labil dengan pendidikan yang rendah, karena pemahaman pembatasan tersebut.

Berawal dari pembatasan perempuan akan terjadi pendidikan yang rendah dan mental yang lemah. Sehingga pernikahan dini tidak baik dilakukan karena kurangnya kematangan intelektual dan mentalnya. Mutmainah membeberkan argumen bahwa menikah itu bukan soal angka (usia) tapi soal kedewasaan dan kesiapan. Sebab, usia tidak menjamin kematangan seseorang, bisa jadi lingkungan sosial masyarakat yang mempengaruhinya.

Pengalaman pembatasan dialami oleh Mutmainnah, misalnya dalam urusan kuliah, beberapa pihak di keluarganya menyarankan untuk kuliah yang dekat sama rumah saja. Alasan utamanya adalah kekhawatiran yang absurd karena “perempuan” tidak ada yang menjaga.

”Kalau pengalaman saya dari kecil sampai kuliah saya itu merasakan ada Batasan-batasan karena saya perempuan. Mulai dari pembatasan misal kuliah di jawa itu tidak boleh karena saya perempuan dan tidak ada yang menjaga dan sangat rentan,” ungkap Mutmainnah

Melihat kultur masyarakat yang demikian, ia merasa gelisah. Dalam benak dan pikiranya ada keinginan untuk memberikan perubahan ke arah yang lebih baik namun saat ini ia baru mengupayakan melalui memberikan edukasi dan menyiapkan kader-kader ulama perempuan. Perjalananya di isu perempuan ia dedikasikan di Pondok Pesantren DDI Mangkoso sebagai guru agama. Di tempat tersebut ia bisa memberikan pesan-pesan agama yang ramah, adil dan berkemanusiaan. Ia mengaku kagum dengan pemikiran yang dibawa oleh ulama-ulama perempuan yang ada di Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) seperti penempatan manusia sebagai subyek seutuhnya dan berlaku adil terhadap sesama. Kekaguman ini menjadi modal kuat bagi perempuan asal Sulawesi ini untuk memberikan perubahan yang positif pada lingkunganya.

Sebelumnya, ia memiliki paham yang adil gender diperoleh dalam kelas Pengkaderan Ulama Perempuan (PUP) yang diadakan oleh Rahima Makassar. Sensitivitas Mutmainnah semakin terasa ketika melihat perempuan memiliki banyak persoalan dalam hidupnya. Permasalahan yang kerap ia temui adalah pernikahan dini, kekerasan dalam rumah tangga dan khitan perempuan. Dengan alasan tersebut ia terpantik untuk mengedukasi mulai dari orang terdekatnya hingga murid-muridnya. Terutama setelah ia terlibat dalam perhelatan akbar KUPI ke-2 di Semarang dan Jepara. Hasil dari musyawarah di KUPI ia jadikan penguatan dan bemper untuk mengenalkan pemikiran yang ramah terhadap perempuan di komunitas dan masyarakat agar sadar dengan hak-hak perempuan dengan cara membuat ruang kajian rutin setiap hari senin selepas sholat subuh di Pondok Pesantren DDI Mangkoso, selain itu ia juga mengadakan pertemuan-pertemuan untuk mensosialisasikan pencegahan kekerasan dan membentuk ruang aman.

Sebagai perempuan yang memiliki kepedulian, ia selama ini sedang intens memberikan pendampingan korban kekerasan. Dalam catatan pengalamanya, korban kekerasan yang didampingi adalah para guru pondok pesantren yang ia kelola. Mereka adalah rata-rata korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), langkahnya untuk sementara ia mendampingi secara emosional dengan memberikan rasa nyaman dan ketenangan. Kemudian diselesaikan secara kekeluargaan, ia juga berencana untuk mengadu ke pengadilan apabila korban sudah siap secara materi dan mental. Langkah demi langkah ia jalani, meskipun lagi-lagi tidak sampai ke pengadilan. Karena kebanyakan mereka tidak mau melaporkan kekerasan yang terjadi karena korban belum siap menjadi seorang janda. Mengingat diksi “janda” menjadi kata yang sangat buruk untuk didengar oleh masyarakat sekitar. Masyarakat kurang bisa menghargai seorang janda, mereka melihat dari segi masalah sosialnya saja tidak dalam urusan kemanusiaan.

Impian perubahan dalam isu perempuan ini tidak bisa berjalan sendiri, pastinya membutuhkan teman diskusi untuk mempertemukan ide bersama. Ia bergabung di kepengurusan cabang PC Fatayat NU Maros, salah satu organisasi yang menghimpun pemikiran, gagasan dan gerakan perempuan muda yang dinaungi oleh Nahdlatul Ulama. Selama di Fatayat NU ia berkontribusi dalam kajian-kajian seputar isu yang beredar dan prinsip kupi dalam memahami keadilan hakiki dan menempatkan manusia sebagai subyek seutuhnya, membuat Mutmainnah kagum dan mencita-citakan kan agar semua orang terutama dirinya mampu memperlakukan manusia dengan adil.

Pasca Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) ke-2 Muthmainnah ikut memberikan sosialisasi untuk masyarakat lokal di daerahnya dan mensosialisasikan penerapan hasil musyawarah keagamaan dan rekomendasi KUPI ke dalam semua aktivitas di masyarakat.

Karya

  1. السلالة في  اختصار الرسالة (Karya tulis ilmiah, 2017)
  2. Budaya peran domestik keluarga di kecamatan Cenrana kabupaten Maros dalam perspektif lifestyle perempuan modern dan hukum keluarga Islam (Karya tulis ilmiah, 2022)
  3. Eksistensi dan Reformasi hukum keluarga Islam di Inggris (Jurnal 2020)

Referensi


Penulis : Abdullah Faiz
Editor :
Reviewer :