Masyithah Umar

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Prof. Dr. Hj. Masyithah Umar, M. Hum
Masyithah Umar.jpg
Tempat, Tgl. LahirBanjarmasin, 13 Agustus 1955
Aktivitas Utama
  • Guru besar ilmu Fiqh UIN Antasari Banjarmasin Kalimantan Selatan
Karya Utama
  • “Indahnya Kemitraan Laki-laki dan Perempuan dalam Hukum Islam”

Masyithah Umar dilantik sebagai guru besar pada bulan Maret 2021, ulama perempuan bernama lengkap Masyithah Umar ini merupakan salah satu guru besar dalam bidang ilmu fiqih di UIN Antasari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Ia lahir di Banjarmasin pada tanggal 13 Agustus 1955 dari pasangan H. Muhammad Umar dan Hj. Saniah. Ia pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Syariah pada periode 2004-2008, dan menjadi Pembantu Rektor III pada masa bakti 2008 hingga 2012.

Dalam penyelenggaraan Kongres Ulama Perempuan Indonesia yang pertama, sejatinya Masyithah Umar akan datang dan terlibat aktif, namun karena ada urusan mendadak yang tak dapat ditinggalkan, ia akhirnya belum dapat hadir secara langsung. Namun, sebagai gantinya dalam perkembangan KUPI, ia turut memberikan saran masukan agar penyelenggaraan KUPI berjalan dengan lancar dan dapat menyuarakan aspirasi kaum perempuan yang selama ini posisinya masih banyak termarjinalkan di berbagai bidang.

Riwayat Hidup

Masyithah memulai pendidikannya di SD Negeri 1 Tanah Grogot selama enam tahun, dan berhasil lulus pada tahun 1963. Pendidikan dasar tersebut kemudian ia lanjutkan di SMP Negeri 1 Tanah Grogot hingga tahun 1971. Usai menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun, ia melanjutkan ke sekolah persiapan masuk IAIN sampai tamat pada tahun 1974. Syukurlah, keinginannya masuk IAIN terkabul, dan ia akhirnya mampu mengantongi gelar sarjana pada tahun 1981. Ia mendapatkan gelar master dari Universitas Indonesia pada tahun 1993. Selang beberapa tahun beraktivitas di kampus dan menjawab beberapa posisi, ia akhirnya memutuskan kembali ke bangku kuliah dengan mengambil program doktoral di Universiti Utara Malaysia yang ia tamatkan pada tahun 2015.

Setelah enam tahun dari kelulusannya, ia berhasil mendapatkan gelar professor, gelar yang tak sekalipun muncul di dalam pikirannya. Namun bagi Masyithat, gelar tertinggi di bidang akademik tersebut merupakan buah dari perjalanan jauhnya di bidang akademik, serta takdir dari Allah yang akan ia pergunakan untuk memberikan manfaat seluas-luasnya bagi umat. Oleh karena itu, apa pun jabatan yang ia dapatkan, ia berupaya untuk selalu bersyukur dan kemudian melakoninya dengan penuh tanggung jawab.

Di luar kampus, ia pernah ditunjuk menjadi Komisioner KPU Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2013 sebagai ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Ruang lingkup jabatan ini mencakup sosialisasi banyak kebijakan KPU, di antaranya sosialisasi kepemiluan, partisipasi masyarakat dan pendidikan pemilih, publikasi dan kehumasan, dan kampanye pemilu dan pemilihan.

Kemudian pada periode 2013-2018, ia diminta untuk menjabat sebagai wakil Divisi Perencanaan, Keuangan dan Logistik/umum, Rumah tangga dan Organisasi yang mengelola berbagai kebijakan di antaranya terkait administrasi perkantoran, kerumahtanggaan, dan kearsipan, protokol dan persidangan, pengelolaan dan pelaporan Barang Milik Negara, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan keuangan, peresmian keanggotaan dan pelaksanaan sumpah janji, dan perencanaan, pengadaan barang, dan jasa serta distribusi logistik pemilu

Tokoh dan Keulamaan Perempuan

Segudang kiprahnya di bidang akademik tak menyurutkan semangat dakwah dari perempuan asli Banjar ini. Dalam berbagai kesempatan, ia sering diminta menjadi narasumber kajian keislaman baik di tingkat lokal maupun nasional. Beberapa kejadian pernah ia alami, baik yang menyenangkan atau tidak. Suatu ketika ia pernah mendapatkan undangan menyampaikan ceramah di daerah terpencil dan ia hampir tersesat karena kesulitan menemukan jalan pulang. Ia bersyukur karena pada akhirnya ia dapat kembali ke rumah dengan datangnya bantuan yang tak pernah ia sangka. Dari pengalaman tersebut, Masyithah menjadi semakin yakin bahwa jika seseorang berniat baik, perjuangan untuk mewujudkan niat itu harus tetap dilanjutkan dan jangan pernah berhenti.

Kegigihan Masyithah dalam menyebarkan syiar-syiar Islam pun mendapatkan pengakuan dari berbagai organisasi keagamaan yang fokus pada isu-isu perempuan. Ia mendapatkan amanah dari berbagai organisasi tersebut, di antaranya Pusat Studi Wanita, Lembaga Perlindungan Anak, WCCC, Muslimat al-Washliyah Kalimantan Selatan, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia cabang Kalimantan Selatan, Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak lingkup Provinsi Kalimantan Selatan, dan Majelis Ulama Indonesia cabang Kalimantan Selatan. Akivismenya dalam menyuarakan isu-isu perempuan dan anak tidak hanya dilakukan melalui lisan saja, tapi juga tindakan nyata. Selain bergerak di ranah pendidikan, ia kerap membantu anak yatim piatu yang kekurangan.

Perhatian terhadap persoalan pengarusutamaan gender ia tegaskan di dalam orasi guru besarnya. Ia mengatakaan, “Indek Kesetaraan Gender (IKG) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG) menunjukkan masih banyak ketimpangan gender/ tidak setara di hadapan peradilan. Dalam banyak kasus, kaum perempuan masih lemah dalam mengekspresikan diri. Hal ini tentu perlu didukung melalui program-program pemberdayaan. Sebab, jika dibiarkan begitu saja, kasus-kasus diskriminasi terhadap perempuan akan terus berlanjut.”

Secara spesifik, ia merekomendasikan agar pemerintah dan pemangku kebijakan membantu perempuan untuk berdaya secara ekonomi, pengetahuan, emosi, sosial, politik, dan hukum. Tujuan dari pemberdayaan ini adalah agar dapat memberikan rasa keadilan yang komprehensif bagi perempuan. Adapun strategi yang diusulkan Masyithah adalah, pertama, perlu peningkatan jumlah iwadh yang tertulis di dalam buku nikah. Kedua, perlu pelayanan prima oleh majelis Hakim mengingat perkara peceraian sangat tinggi. Ketiga, peningkatan pencerahan melalui sosialisasi dan penyuluhan hukum. Keempat, memaksimalkan fungsi BP4. Kelima, program pemberdayaan harus dilakukan secara terus-menerus. Keenam, publikasi tentang kasus-kasus hukum keluarga yang diputus perlu ditingkatkan melalui pengumuman resmi, media cetak, media elektronik, atau media lainnya. Kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat secara luas akan pentingnya pemenuhan keadilan bagi kaum perempuan yang seringkali terpinggirkan.

Penghargaan atau Prestasi

Masyithah mendapatkan gelar guru besar pada peringatan Hari Perempuan Internasional pada tanggal 8 Maret 2021. Ia juga pernah mendapatkan penghargaan yang diberikan oleh Datu Cendekia Hikmadiraja oleh Kesultanan Banjar.

Karya-karya

Masyithah banyak menghasilkan karya tulis ilmiah, berupa artikel jurnal hingga hasil riset. Di antara topik-topik yang ditulisnya adalah:

  1. “Pernikahan Dini, Pendidikan, Kesehatan, dan Kemiskinan di Indonesia, Masihkah Berkorelasi?”, Jurnal Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora, 18 (1). pp. 1-24, tahun 2020.
  2. “Marriage and Divorce: How the Two Manifest within the Banjarise Community in Indonesia”, The Journal of Social Sciences Research, 6 (3). pp. 251-271, tahun 2020.
  3. “Examination of DNA Test of Children Privileges as Legitimate Evidence in Indonesia Marriage Law”, Revista Argentina de Clínica Psicológica, 2020, Vol. XXIX, N°3, 551-558
  4. “Indahnya Kemitraan Laki-laki dan Perempuan dalam Hukum Islam”, Journal of Islamic Law, 3 (1). ISSN 2656-8683, di tahun 2019.
  5. “Kedudukan Wanita dalam Undang-undang Peradilan Agama di Banjarmasin Indonesia”, merupakan hasil risetnya untuk meraih program doktor di tahun 2015.
  6. “Wanita dalam Perspektif Hukum Acara Peradilan Agama: Kajian Norma dan Kasus-kasus Hukum di Pengadilan Agama Jakarta”, hasil penelitiannya dalam program magister di tahun 1993.

Daftar Bacaan Lanjutan


Penulis : Hasna A. Fadhilah
Editor : Nor Ismah
Reviewer : Faqihuddin Abdul Kodir