Masruchah
Masruchah lahir di Tayu, Pati Jawa Tengah pada 17 Desember 1965. Masruchah merupakan Komisioner Komnas Perempuan 2010-2014 dan 2015-2019. Saat ini ia aktif sebagai anggota Pengurus Perhimpunan Rahima dan anggota Majelis Musyawarah (MM) KUPI. Di sela aktivitasnya, ia menjadi dosen tamu untuk mata kuliah Gender dan Hak Asasi Perempuan di beberapa universitas, di antaranya Universitas Atmajaya Jakarta, Universitas Indonesia, Universitas Widya Mataram Yogyakarta, Universitas Islam Negeri Jakarta dan Yogyakarta.
Pada pelaksanaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) tahun 2017, Masruchah masuk dalam jajaran Steering Committee. Ia juga berperan sebagai penghubung beberapa tokoh, di antaranya tokoh Muhammadiyah dan Aisyiyah yang kedekatannya telah ia bangun semasa ia kuliah. Melaui KUPI, Masruchah juga menyuarakan perjuangan yang sudah ia lakukan bersama Komnas Perempuan. Baginya, ulama perempuan memiliki peran penting dalam merespon isu-isu perempuan, seperti kekerasan seksual, kawin anak, hingga isu lingkungan.
Riwayat Hidup
Masruchah yang biasa di panggil Ruchah adalah anak keempat dan perempuan pertama dari pasangan H. Maksum Djalil dengan Hj. Zuhairiyah. Ia lahir dari keluarga dengan background pesantren. Kakeknya merupakan a’wan pertama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada tahun 1926.
Masruchah menyelesaikan pendidikan formalnya di Madrasah Miftahul Huda (MMH) hingga kelas 5 Ibtidaiyah dan menamatkan Sekolah Dasarnya pada Sekolah Dasar Negeri (SDN) II Tayu. Ia melanjutkan sekolah ke Pendidikan Guru Agama Pertama (PGAP) Tayu dan dilanjutkan ke Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Kudus. Ia menamatkan S1 di Fakultas Ushuluddin Jurusan Ilmu Perbandingan Agama IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1990) dan S2 Fakultas Hukum di Universitas Islam Sumatera Utara (2011). Pada tahun 2001, ia pernah mengikuti studi pendek tentang isu-isu sensitif perempuan di Universitas Hawaii Honolulu dengan dukungan Ford Foundation. Ia juga mulai aktif berorganisasi semenjak di PGAP dan pernah meraih juara III tingkat Kabupaten Pati untuk program sandiwara Radio berbahasa Jawa. Saat di PGAN ia aktif di Ikatan Putri Pelajar Nahdlatul Ulama (IPPNU) Cabang Kudus, dan juga menjadi pengurus OSIS.
Selama kuliah, Masruchah melihat dan menyadari fakta-fakta bahwa ada jurang pemisah antara laki-laki dan perempuan akibat diskriminasi. Kegelisahannya itu mendorongnya untuk melakukan berbagai kajian maupun pelatihan. Selain itu, Masruchah juga aktif mengurus perpustakaan jalanan. Kegigihannya dalam berbagai aktivitas mengantarkannya menjadi Ketua Rayon Korp PMII Puteri (KOPRI) pada semester 3 di kampusnya. Kemudian pada semester 7 ia didaulat menjadi Ketua Cabang KOPRI DIY periode 1986-1988. Saat itu, keanggotaan cabang terdari dari seluruh kampus/komisariat di DIY, yakni komisariat UIN Sunan Kalijaga, Universitas Negeri Yogyakarta/UNY, Universitas Gadjah Mada/UGM, Universitas Pembangunan Nasional/UPN Veteran, Universitas Islam Indonesia/UII, dan Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa /APMD. Uniknya, Masruchah menjadi ketua Cabang KOPRI karena diminta oleh mayoritas anggota PMII, karena ia sendiri sebenarnya tidak hadir di dalam konferensi.
Menjadi Ketua Cabang KOPRI membuat Masruchah memiliki pandangan yang lebih luas. Terutama terkait problem sosial kemanusiaan di level kampus, tentang terjadinya diskrimininasi terhadap mahasiswi, kasus pelecehan seksual, hingga kekerasan dalam pacaran. Keresahan itu kemudian ia tuangkan ke dalam ide untuk mendialogkan isu-isu tersebut bersama gerakan mahasiswa lainnya, seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Gerakan Mahasiswa Kristen (GMKI). Ia mengajak gerakan mahasiswa dari lintas agama karena sesuai dengan jurusan kuliahnya di Ilmu Perbandingan Agama. Bagi Masruchah, isu lintas iman itu sudah melekat dalam dirinya apalagi diskriminasi terhadap perempuan dapat terjadi di berbagai sektor kehidupan. Selain di KOPRI, Masruchah juga aktif sebagai anggota divisi pendidikan kader PW Fatayat NU DIY dari tahun 1986-1998.
Selesai menjabat sebagai ketua KOPRI, potensi Masruchah disadari oleh salah satu dosen dari Fakultas Adab di kampusnya. Ia diminta untuk aktif di Lembaga Kajian Pengembangan Sumberdaya Manusia atau LKPSM NU DIY (atau di level nasional dikenal dengan istilah Lakpesdam NU). Ia menjadi Staf divisi Kajian dan Penelitian LKPSM NU DIY (1990-1995). Masruchah memiliki basis pemahaman tentang isu perempuan dan agama-agama. Ia mulai melakukan kajian dan diskusi rutin bulanan terkait perempuan dalam perspektif agama-agama dan pembangunan. Kala itu, ia telah mengangkat isu gender namun tidak menggunakan istilahnya. Istilah gender digunakan paska International Conference on Population and Development (ICPD) pada tahun 1994. Baik dalam kajian maupun diskusi rutin, Masruchah selalu mengatakan bagaimana agama memposisikan perempuan tanpa pembedaan.
Terlibat dalam berbagai aktivitas di LKPSM NU DIY membuat Masruchah memiliki kedekatan dengan Presiden ke-4, Abdurrahman Wahid atau yang dikenal dengan Gus Dur. Ia sering bertemu untuk diskusi ketika berkunjung ke Yogyakarta, memberi masukan untuk narasumber dari lintas iman. Gus Dur juga beberapa kali menjadi pembicara kunci dalam kegiatannya. Dari sana, Masruchah melihat peluang untuk mengembangkan diskusi lintas iman serta diskusi lintas organisasi masyarakat Islam, seperti NU dan Muhammadiyah. Hal ini menjadikannya memiliki kedekatan dengan tokoh-tokoh lintas agama maupun ormas.
Masruchah juga pernah menjadi dosen pada Sekolah Ilmu Tarbiyah Yogyakarta (STITY) yang lokasi kampusnya di Wonosari Gunungkidul pada tahun 1991-1992 dengan mengampu mata kuliah sosiologi agama dan psikologi agama. Ia juga pernah menjadi kontributor Majalah Bangkit (sebuah majalah terbitan Lembaga Kajian Pengembangan Sumberdaya Manusia/LKPSM NU DIY, Bulletin MITRA (sebuah bulletin terbitan Yayasan Kesejahteraan Fatayat yang berfokus pada penguatan hak-hak reproduksi perempuan), Jurnal Perempuan, dan Swara Rahima.
Tokoh dan Keulamaan Perempuan
Tahun 1998 Masruchah mendirikan sekaligus menjadi Direktur Pelaksana Yayasan Kesejahteraan Fatayat/YKF. Di YKF, ia memulai program untuk pesantren di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Meskipun ia memiliki latar belakang dari NU, ia mampu melibatkan pesantren dari Muhammadiyah ke dalam program karena jaringan yang ia bangun selama bekerja di LKPSM. Program YKF tersebut adalah Perempuan dan Penguatan Hak-hak Reproduksi Perempuan dalam Pandangan Islam. Salah satu kajiannya adalah bagaimana sebenarnya Islam memposisikan perempuan. Istilah gender kala itu dikesampingkan dulu karena ada penolakan dari kelompok tertentu, YKF menggunakan istilah kesetaraan umat untuk membangun proses penerimaan terhadap isu perempuan.
Kajian rutin tersebut dimuat ke dalam buku-buku kecil, salah satunya berjudul Gender dalam Islam. Buku tersebut merupakan inisiatif Yogyakarta tapi dibawa dan dimanfaatkan di lintas daerah, sampai akhirnya dapat diterima oleh publik dari NU, Muhammadiyah, dan masyarakat sosial lainnya untuk memperkenalkan bahwa Islam tidak membedakan laki-laki dan perempuan.
Kajian rutin YKF juga membahas mengenai kekerasan dalam pacaran, aborsi dalam pandangan Islam, dan kekerasan seksual yang terjadi di sekolah. Kemudian Masruchah mengajukan untuk mulai membuat proposal yang kemudian didiskusikan dengan LKPSM NU dan Interfidei. Interfidei adalah organisasi lintas iman yang dikenal dengan Dialog Antar Iman (Dian). Salah satu pendiri Dian adalah Gus Dur.
Tahun-tahun selanjutnya Masruchah menjadi Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga/LKK NU DIY untuk periode 2001-2004. Ia menjadi ketua pertama untuk lembaga ini. Masruchah kemudian membuka isu kekerasan terhadap perempuan di dalam kehidupan keluarga dan isu kekerasan di lembaga-lembaga pendidikan NU. Karena ia bisa menjalankan program dengan baik, pimpinan wilayah NU, Muslimat, dan jajaran lainnya pun menerima. Sehingga isu kekerasan terhadap perempuan itu menjadi isu yang diperjuangkan oleh LKK NU pada tahun-tahun itu. Masruchah juga memiliki riset soal isu perkawinan anak dan dampaknya terhadap kehidupan sosial. Riset tersebut tidak hanya dilakukan di Yogyakarta, tetapi juga di beberapa daerah lain dengan melihat persoalan perkawinan anak dalam perspektif agama Islam. Riset itu merupakan hasil kerja sama dengan Plan Internasional.
Masruchah pernah menjadi Sekretaris Koalisi Perempuan Indonesia periode 2004-2009. Lalu pada tahun 2006, ia diminta untuk menjadi pengurus Rahima. Gerakan yang ia lakukan di Yogyakarta sebelumnya selaras dengan yang dilakukan oleh Rahima terkait penguatan hak reproduksi dan hak-hak perempuan dalam Islam. Tahun 2011 Masruchah menjadi ketua pengurus Rahima hingga 2018. Masruchah juga turut membidani Alimat, gerakan yang berfokus pada keadilan dalam konteks keluarga di Indonesia dalam pandangan Islam pada tahun 2007. Gerakan Alimat merupakan representasi dari Koalisi Perempuan, Pekka, Fatayat NU, Rahima, dan organisasi lainnya.
Ketika menjabat sebagai Komisioner Komnas Perempuan periode kedua, gagasan terkait kongres ulama perempuan mulai muncul. Ada kegelisahan dari ulama perempuan alumni program Pengkaderan Ulama Perempuan (PUP) Rahima untuk menggelar perjumpaan antar ulama perempuan dari Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, untuk bisa merefleksikan gagasan-gagasan penting tentang keulamaan perempuan. Kemudian ide kongres tersebut dikolaborasikan dengan dua lembaga lainnya, yakni Fahmina dan Alimat.
Masruchah kini menjabat sebagai anggota Majelis Musyawarah (MM) KUPI mewakili Perhimpunan Rahima yang di antara mandatnya adalah mengawal substansi persiapan pelaksanaan KUPI kedua tahun 2022 di Jawa Tengah dan terlibat mengawal implementasi rekomendasi dan hasil musayawarah keagamaan KUPI I.
Masruchah juga menaruh kepedulian terhadap peningkatan keterwakilan perempuan di lembaga strategis pengambil keputusan termasuk di parlemen. Ia diminta oleh Presidium Kaukus Perempuan Parlemen RI/KPP RI sebagai Dewan Pakar Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP RI) periode 2015 – 2019 dan periode 2019-2023. Kemudian, pada tahun 2014 hingga kini ia dipercaya sebagai salah satu dewan pembina Indonesian Feminist Lawyers Club/IFLC (organisasi advokat di tingkat nasional dengan organisasi cabang di beberapa provinsi yang konsen terhadap keadilan perempuan dan anak korban kekerasan), dan sebagai salah satu pengurus Ardhanary Institut (sebuah lembaga yang peduli pada pendidikan/pemberdayaan kelompok minoritas) sejak 2011 sampai kini.
Penghargaan/Prestasi
- Penerima SK Trimurti tahun 2008 karena perjuangannya dalam menyuarakan hak-hak kelompok minoritas, isu intoleransi, isu kesetaraan dan keadilan gender.
- Tokoh Muda inspiratif versi KOMPAS pada tahun 2009.
Karya-Karya
Berikut adalah di antara tulisan-tulisan Masruchah yang dimuat di media massa:
- “Representasi Perempuan dalam Politik”, Bernas 2003,
- “Affirmative Action untuk Perempuan dalam Politik”, Media Indonesia 2008.
- Editor buku Perempuan dalam Percakapan Antar Agama dan Pembangunan, LKPSM NU DIY: 1993.
- Editor buku Perempuan, Agama dan Kesehatan Reproduksi, Sinar Harapan: 1999
- Editor buku Pemberdayaan Hak dan Kesehatan Reproduksi, Koalisi Perempuan Indonesia: 2006,
- Gender dan Hak-hak Perempuan, Pvt Ltd., India: 2005.
Penulis | : | Isthiqonita |
Editor | : | Nor Ismah |
Reviewer | : | Faqihuddin Abdul Kodir |