Mashunah Hanafi
Mashunah Hanafi lahir di Banjarmasin 17 Desember 1952. Ulama perempuan dari Banjar ini merupakan ahli ilmu falak. Ia menjadi dosen di Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari, Banjarmasin, dan sudah menyelesaikan masa baktinya di kampus tersebut setelah 34 tahun mengajar ilmu falak dan fiqh.
Mashunah bersama rombongan dari Kalimantan Selatan ikut berpartisipasi sebagai peserta dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada 2017 di Cirebon, Jawa Barat.
Riwayat Hidup
Mashunah Hanafi merupakan anak keenam dari pasangan ulama besar dari Banjar, Tuan Guru KH Muhammad Hanafi Gobit dan Ibu Asiah Hanafi. Pasangan tersebut dikaruniai dua belas anak yakni Naziroh, Ma’mun, Siti Wardah, Rusydah, Yusriah, Mashunah, Unaizah, Madihah, Shofwati, Usamah, Nailah, dan Rajihah. Menikah dengan Qathalani, Mashunah Hanafi dikaruniai empat orang anak, yaitu Muhammad Mubarak, Hosnu El Wafa, Thif Raihan, dan Hanief Monday.
Nama Hanafi Gobet sangat dikenal masyarakat sebagai ulama ahli ilmu falak asal Banjar dan tokoh yang disegani karena segudang kiprah dan prestasi. Hanafi Gobit merupakan Qadhi Besar di Kalimantan tahun 1942-1950, anggota pimpinan wilayah Masyumi Kalimantan Selatan tahun 1950-1959, Kepala Kantor Urusan Agama Kalimantan tahun 1951-1963, pimpinan haji Indonesia tahun 1960, utusan Indonesia menghadiri Kongres Masjid Sedunia tahun 1957 di Makkah Al-Mukarramah, anggota Dewan Banjar tahun 1948-1950, Penasihat Pengurus Besar Serikat Muslimin Indonesia (Sermi) yang kemudian dilebur menjadi Masyumi Wilayah Kalimantan Selatan, Ketua Dewan Pertimbangan Pengurus Wilayah Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) Kalimantan Selatan tahun 1963-1971, anggota MPR-RI masa bakti 1977-1982, dan mendapat Tanda Kehormatan Satyalencana Karya Satya Tingkat III dengan SK Presiden Nomor 076/TK/Tahun/1976.
Hanafi Gobit juga salah satu tokoh pencetus berdirinya sekolah menengah Islam pertama (SMIP) yang didirkan pada tanggal 15 Oktober 1946 yang kini bernama SMIP, pendiri Al-Ma’had al-Islamy, guru pada Sekolah Hakim dan Jaksa (SHD), Guru pada sekolah Kaikyo Gakko Ing., Guru pada Kwekschool Nieuw Stijl tahun 1947, dosen agama Islam pada Universitas Lambung Mangkurat tahun 1967-1969, guru pamong praja selama 10 tahun, dosen tetap IAIN Antasari dan menjabat sebagai Wakil Dekan III Fakultas Syari’ah tahun 1971-1972, Dosen Luar Biasa IAIN Antasari tahun 1974-1983, dan pendiri Pesantren Hunafaa Masjid Jami Banjarmasin. Pesantren inilah yang kemudian dalam perkembangan seterusnya dilanjutkan pasangan Mashunah Hanafi dan H.M. Qasthalani, LML, serta keluarga besarnya.
Muhammad Hanafie Gobit tidak memiliki karya tulis yang dicetak, karya tulisnya sebagian masih dalam bentuk tulisan tangan dan sebagiannya lagi diketik dengan mesin ketik manual. Adalah Mashunah Hanafi yang dalam laporan penelitiannya berjudul H. Muhammad Hanafie Gobit Sebagai Tokoh Ilmu Falak memberikan identifikasi tentang pengetahuan dan ilmu falak dari Hanafie Gobit sebanyak kurang lebih 84 halaman dan lampirannya berupa tabel sejumlah 24 halaman.
Tokoh dan Keulamaan Perempuan
Mashunah Hanafi menyelesaikan program S2-nya di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) program Hukum Islam dengan mengambil tugas akhir Karakteristik Pemikiran Hukum Islam Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Tesis tahun 2003. Ia dikenal sebagai ulama perempuan asal Banjar yang ahli ilmu falak, mewarisi ilmu falak yang dimiliki ayahandanya, KH Muhammad Hanafie Gobit. Selama kurang lebih 34 tahun ia mengamalkan pengetahuan di bidangnya tersebut sebagai dosen ilmu falak di UIN Antasari, Banjarmasin, hingga masa purna tugas. Waktu itu, ia juga menjabat sebagai Wakil Dekan 1 Fakultas Syariah di UIN Antasari.
Dengan pengetahuannya tersebut, pada 2012, Mashunah Hanafi bersama Akhmad Syaikhu dan Budi Rahmat Hakim melakukan penelitian tentang arah kiblat masjid-masjid di Banjarmasin. Hasilnya, presisi arah kiblat masjid-masjid di kota Banjarmasin bervariasi. Berdasarkan kategori yang dibangun, ada masjid yang presisi arah kiblatnya sangat tinggi, tinggi, sedang, cukup, rendah dan rendah sekali. Dari 40 masjid yang sudah diteliti, jumlah masjid yang presisi arah kiblatnya termasuk kategori sangat tinggi ada 3 buah, tinggi ada 1 buah, sedang 2 buah, cukup 27 buah, rendah 7 buah, dan presisi yang terbanyak adalah dengan kategori rendah sekali, yaitu 20 buah masjid.
Selain sebagai dosen di UIN Antasari, ia juga aktif di berbagai organisasi, di antaranya adalah sebagai Anggota Badan Hisab Rukyat Kemenag Kalsel, Ketua Yayasan Pendidikan Bakti Wanita Islam Kalsel, Wakil Ketua Gabungan Organisasi Penyelenggara TK Kalsel, Pengurus Gabungan Organisasi Penyelenggara TK Islam Kalsel, Ketua Badan Pengelola TK Islam DMI Kalsel, Pendiri Koperasi Serba Usaha Setia Banua Anyar Banjarmasin, Pembimbing Bimbingan Tenaga Penentu Arah Kiblat (Pelatih), Ketua Wilayah Organisasi Wanita Islam Kalsel, Pengurus MUI Kalsel, dan Wakil Ketua DMI Kalsel.
Besama DMI Kalsel, Mashunah menggandeng Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) dan Kemenag Kanwil Kalsel mencanangkan program Masjid Ramah Anak (MRA). Tujuannya yakni untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengenalkan masjid ke anak-anak dan remaja. MRA bisa berbentuk organisasi remaja masjid, TK Al-Quran, taman bermain, pojok baca, maupun pojok menyusui. Melalu program MRA, pihaknya juga mendorong agar marbot masjid bisa merangkul dan mengayomi anak-anak dan remaja agar mereka bisa betah dan tak sungkan datang ke masjid.
Selain itu, anak-anak dan remaja juga didorong untuk menyemarakkan masjid dengan meningkatkan majelis taklim, mengadakan pelatihan, melakukan pendampingan anak korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan menjadikan masjid sebagai tempat dakwah bagi anak dan remaja. Menurutnya, bentuk pemakmuran masjid bisa dilakukan dengan menjaga fisik dan bangunan masjid dengan menjaga kebersihan dan kesucian masjid, bisa juga memakmurkan dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, seperti menggelar majelis ilmu.
Mashunah Hanafi juga mempunyai perhatian terhadap isu-isu Islam dan perempuan. Dalam masalah paedofilia, Mashunah berpendapat bahwa pelakuanya sebaiknya dihukum mati dibandingkan harus dikebiri. Menurutnya pemerkosaan lebih buruk dari berzina. Padahal dalam Islam, hukuman bagi orang berzina adalah rajam. Bila pelakunya sudah menikah, dirajam sampai mati. Oleh karena itu, pelaku paedofilia, menurut Mahsunah, pantas dihukum mati. Itu karena perbuatan tersebut membawa banyak kerusakan pada korban. Bukan hanya hilangnya kehormatan, tapi juga masa depan. Selain itu, menurutnya, pelecehan seksual menimbulkan trauma mendalam bagi anak. Trauma tersebut bakal membekas selama hidup dan memberikan pengaruh negatif dalam perjalanan hidupnya.
Adapun tentang isu kawin kontrak, Mashunah menolaknya mentah-mentah. Menurutnya, nikah mut’ah sebenarnya hanya untuk bersenang-senang yakni memuaskan nafsu, bukan pernikahan sungguhan. Pasangan dalam nikah mut’ah tidak bergaul layaknya suami istri dan tidak ada niatan mendapatkan keturunan. Padahal tujuan pernikahan dalam Islam tak lain adalah membina rumah tangga yang langgeng (mitsaqan ghalidzha), kedamaian (sakinah), saling cinta (mawadah), dan saling kasih sayang (rahmah). Juga melaksanakan sunah Nabi, mendapatkan keturunan, menenteramkan jiwa serta menutup pandangan pada orang lain.
Pada saat Perang Kahibar, nikah mut'ah memang sempat dibolehkan karena lokasi perang jauh dari para istri. Sehingga para sahabat yang ikut perang merasa sangat berat. Akan tetapi kita harus melihat konteks pada waktu itu. Pada masa itu adalah masa peralihan dari zaman jahiliyah. Waktu itu juga pertimbangannya untuk menghindari zina, lalu keluar hadits Nabi yang diriwayatkan Ahmad dan Muslim. Tetapi Allah SWT kemudian menurunkan wahyu yang mengharamkan nikah mut'ah sampai kiamat.
Menurutnya, banyak kerugian nikah mut'ah terutama bagi perempuan. Sehingga praktik kawin kontrak tidak boleh dilakukan karena akan banyak merugikan perempuan dan anak-anak. Ketika perempuan hamil dan kontraknya habis, maka penderitaan perempuan tidak berhenti. Anak yang lahir dari rahimnya tidak mendapatkan status hukum yang jelas, tidak mendapatkan hak yang layak, termasuk tidak mendapatkan waris dan sebagainya.
Karya-Karya
- Nusyuz: Apa Dan Kenapa? (Yogyakarta: Ardana Media, 2010)
- “Persepsi Ulama di Banjarmasin terhadap Asuransi”. Laporan Penelitian. LP2M IAIN Antasari Banjarmasin. 2015.
- “Menunda Bersuci Sehabis Haidh di Kalangan Mahasiswi Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari”. 2015.
- “Tinjauan Yuridis tentang Paten Berdasarkan Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001”. 2014.
- “Zakat Hasil Laut: Kajian Literatur Arab Tentang Hukum Islam”, Khazanah, Nomor 3, Mei - Juni 2003.
- “Presisi Kiblat Masjid-Masjid di Kota Banjarmasin”, Tashwir Vol 1, No 1 (2013).
Daftar Bacaan Lanjutan
- Husna, H. Husna (2020), Kontribusi Keluarga Besar K.H. Hanafie Gobit dalam Mengembangkan Pendidikan Islam di Kota Banjarmasin (Studi Tentang Penguatan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Menengah Islam Pertama (SMIP) 1946, Pondok Pesantren Hunafaa dan STAI Al Jami Banjarmasin). Tesis, Pasca Sarjana.
- Serambi Ummah edisi 749, Jumat 16 Mei 2014
- Serambi Ummah edisi 797, Jumat 23 April 2015
- Serambi Ummah edisi 824, Jumat 30 Oktober 2015
- Sinergi DPPPA, Kemenag, dan DMI Kalsel Kenalkan Masjid ke Anak-Anak, akses dari https://diskominfomc.kalselprov.go.id/2021/06/21/sinergi-dpppa-kemenag-dan-dmi-kalsel-kenalkan-masjid-ke-anak-anak/+pada+21+Agustus+2021.
- Ulama Banjar (145): Drs. H. Muhammad Qasthalani, LML., akses dari https://alif.id/read/redaksi/ulama-banjar-145-drs-h-muhammad-qasthalani-lml-b235514p/+pada+21+Agustus+2021.
- Ulama Banjar (49): KH. Muhammad Hanafie Gobit, akses dari https://alif.id/read/redaksi/ulama-banjar-49-kh-muhammad-hanafie-gobit-b234470p/+pada+21+Agustus+2021.
Penulis | : | Abdul Rosyidi |
Editor | : | Nor Ismah |
Reviewer | : | Faqihuddin Abdul Kodir |