Manual Mubadalah: Ringkasan Konsep untuk Pelatihan Perspektif Kesalingan dalam Isu Gender dan Islam

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Metode Mubadalah untuk Kemaslahatan Keluarga

BUKU kecil ini adalah ringkasan dari buku besar yang berjudul ‘Qira’ah Mubadalah Tafsir Progresif Untuk Keadilan Gender Dalam Islam’ yang telah terbit pada awal Februari 2019 lalu.

Manual Mubadalah: Ringkasan Konsep untuk Pelatihan Perspektif Kesalingan dalam Isu Gender dan Islam
Berkas:Buku Manual Mubadalah.jpeg
JudulManual Mubadalah: Ringkasan Konsep untuk Pelatihan Perspektif Kesalingan dalam Isu Gender dan Islam
PenulisFaqihuddin Abdul Kodir
EditorNur Rofiah
Desain coverSetiawan
SeriCetakan 1
PenerbitUmah Sinau Mubadalah dan Anom Pustaka
Tahun terbit
Mei 2019
Halamaniii + 156 hlm

Ringkasan buku kecil ini disebut ‘Manual Mubadalah’ karena memang dimaksudkan untuk bahan pelatihan-pelatihan mengenai penulisan dengan perspektif  mubadalah, yang nantinya, diharapkan muncul tulisan-tulisan dari para peserta ke website: www.mubadalahnews.com.

Buku yang ditulis oleh salah satu pendiri Fahmina Institute Cirebon Jawa Barat ini terdiri dari lima korasan. Pertama, korasan satu tentang perspektif mubadalah (hlm. 29). Mubadalah dalam buku ini adalah sebuah terminologi tentang relasi antara laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada cara pandang dan sikap untuk saling menghormati satu sama lain, karena keduanya adalah manusia yang bermartabat, saling kerjasama dan tolong menolong.

Ia merupakan aternatif dari cara pandang dan sikap sebuah relasi, dimana yang satu merasa lebih baik dan lebih utama yang kemudian membuka segala bentuk penguasaan dan kekerasan. Mubadalah adalah alternatif dari relasi yang bersifat hegemonik ke relasi yang berkarakter partnership.

Korasan kedua berisi tentang metode interpretasi mubadalah (hlm 49). Substansi dari perspektif mubadalah adalah soal kemitraan dan kerjasama dalam membangun sebuah relasi sosial, baik di rumah tangga maupun dalam kehidupan publlik yang lebih luas. Sekalipun hal ini sangat kentara dalam teks-teks Islam, tetapi terkadang ia tidak terlihat secara eksplisit dalam banyak kasus kehidupan nyata.

Korasan ketiga mengenai tentang teks-teks eksplisit mubadalah (manthuq) (hlm 93). Jika dikaitkan dengan gagasan mubadalah dalam relasi laki-laki dan perempuan, maka ada teks-teks yang sudah eksplisit menegaskan nilai dan prinsip mubadalah, atau menyebut laki-laki dan perempuan dan ada yang masih implisit, atau hanya menyebut satu jenis kelamin saja. Teks yang eksplisit ini disebut manthuuq dalam konteks mubadalah. Teks ini tidak memerlukan kerja interpretasi mubadalah, karena sudah mubadalah secara literal dan eksplisit. Teks yang implisit disebut mafhuum. Ia memerlukan kerja-kerja interpretasi untuk membuatnya menyapa laki-laki dan perempuan.

Korasan keempat menguraikan tentang teks-teks implisit mubadalah (mafhum) (hlm 105). Korasan ini menjabarkan kerja-kerja metode mubadalah yang sesungguhnya ada pada teks-teks yang implisit (mafhuum) yang tidak menyebukan kata ‘laki-laki’ dan ‘perempuan’, bukan yang sudah eksplisit (manthuuq), yang sudah menyebutkan laki-laki dan perempuan, serta kerjasama antar mereka.

Kerja metode yang dimaksud adalah proses mengeluarkan makna dari suatu teks agar ia bisa disalingkan kepada jenis kelamin yang tidak disebutkan dalam teks. Langkah utamanya adalah dengan menjadikan teks-teks eksplisit mubadalah sebagai dasar inspirasi bagi pemaknaan teks-teks yang implisit mubadalah.

Dan, korasan kelima menjelaskan tentang konklusi, eksepsi dan ekspansi. (hlm 131). Terminologi mubadalah didalam buku ini digunakan untuk gagasan mengenai perspektif relasi kemitraan dan kerja sama antara laki-laki dan perempuan. Secara terminologi, ia bisa digunakan lebih luas lagi untuk kemitraan segala jenis relasi antara dua pihak, antara individu, atau antara komunitas dan masyarakat, baik ditingkat lokal, nasional ataupun global.

Termasuk, relasi kerjasama dan kesalingan antara generasi sekarang dengan yang akan datang, misalnya dalam bentuk komitmen kelestarian lingkungan dan alam. Bahwa apa yang diterima generasi saat ini dari alam, hasil komitmen generasi sebelum mereka, harus disalingkan dengan komitmen memberi untuk kelestarian alam, yang manfaatnya akan diiterima generasi berikutnya. Diharapkan akan muncul karya-karya, selain buku ini, mengenai relasi mubadalah yang lebih luas ini.

Dosen Tafsir Sekolah Pascasarjana PTIQ Jakarta, Dr. Nur Rofiah, Bil, Uzm, sekaligus selaku editor buku ini menyampaikan, metode ‘mubadalah’ telah membantu mengatasi ketatnya aturan gender dalam bahasa Arab yang membuat teks-teks keislaman sangat maskulin menjadi seimbang. Cara baca ini telah memungkinkan lahirnya narasi Islam yang menempatkan laki-laki dan perempuan setara sebagai manusia.

Ini adalah pencapaian sangat penting mengingat ketimpangan relasi gender dapat diperbaiki menjadi seimbang. Karenanya, laki-laki dan perempuan sama-sama berhak memperoleh kemaslahatan dan terhindar kemafsadatan. Relasi gender memang menyebabkan perempuan tidak memperoleh kemaslahatan dan terhindar dari kemafsadatan sebagaimana laki-laki. Selain itu, relasi yang timpang juga mengabaikan kondisi khas perempuan yang berbeda dengan laki-laki, baik secara biologis maupun sosial.

Metode ‘mubadalah’ telah berhasil mendorong kesadaran bahwa laki-laki dan perempuan adalah sama-sama manusia seutuhnya. Namun, kesadaran ini mesti dilanjutkan dengan kesadaran tentang pentingnya mempertimbangkan kekhasan kedua belah pihak dalam perumusan kemaslahatan dan kemafsadatan. Inilah agenda lanjutan dari metode ‘mubadalah’. []


Penulis: Akhmad Syarief Kurniawan, Pegiat LTN NU Lampung Tengah

Sumber: https://labrak.co/2020/09/metode-mubadalah-untuk-kemaslahatan-keluarga/



Bagi yang ingin membaca buku ini secara lengkap silahkan download dalam bentuk pdf di link berikut ini.

Download