12.023
suntingan
Baris 16: | Baris 16: | ||
== Profil == | == Profil == | ||
Berbeda dengan organisasi lain yang menjadi fokus penelitian ini, Fahmina-institute (selanjutnya disebut fahmina saja) adalah [[lembaga]] swadaya masyarakat (LSM), bbukan organisasi masyarakat (Ormas) yang memiliki basis massa yang jelas, dan juga bukan organisasi politik (Orpol) yang berorientasi pada perebutan kekuasaan politik. Sebagai LSM, Fahmina organisasi nirlaba, ''non-profit oriented'', dan non-pemerintah. Fahmina memilih bergerak pada wilayah kajian agama, sosial dan penguatan masyarakat sipil ''(civil society)''. Sebagai organisasi ''civil society'', Fahmina terbuka bekerjasama dengan masyarakat lintas etnis, ras, agama dan gender. Ikatan Fahmina adalah sistem nilai dan ideologi perjuangan yang dianut, bukan kesamaan etnik, ras, agama, atau gender. | Berbeda dengan organisasi lain yang menjadi fokus penelitian ini, Fahmina-institute (selanjutnya disebut fahmina saja) adalah [[lembaga]] swadaya masyarakat (LSM), bbukan organisasi masyarakat (Ormas) yang memiliki basis massa yang jelas, dan juga bukan organisasi politik (Orpol) yang berorientasi pada perebutan kekuasaan politik. Sebagai LSM, Fahmina organisasi nirlaba, ''non-profit oriented'', dan non-pemerintah. Fahmina memilih bergerak pada wilayah kajian agama, sosial dan penguatan masyarakat sipil ''(civil society)''. Sebagai organisasi ''civil society'', Fahmina terbuka bekerjasama dengan masyarakat lintas etnis, ras, agama dan gender. Ikatan Fahmina adalah sistem nilai dan ideologi perjuangan yang dianut, bukan kesamaan etnik, ras, agama, atau gender. | ||
Sejarah kehadiran Fahmina berawal dari pergumulan intelektual kawula muda dari kalangan pesantren di Cirebon, yang memunculkan kesadaran berbagai pihak untuk mengembangkan tradisi intelektual dan etos sosial pesantren dalam merespon perkembangan kontemporer dan perubahan sosial yang tiada henti. Berangkat dari semangat pergumulan itu dan sesuai dengan kebutuhan gerakan, pada bulan November tahun 2000 empat aktivis pesantren, yakni Husein Muhammad<ref>Husein Muhammad saat itu adalah kiai pengasuh Pondok Pesantren Dar al-Tauhid Arjawinangun Cirebon, lulusan PTIQ Jakarta, dan al-Azhar Mesir, kader P3M Jakarta dan PP Lakpesdam Jakarta.</ref>, Affandi Mochtar<ref>Affandi Mochtar saat itu adalah anak KH. Mochtar PP Babakan Ciwaringin Cirebon, lulusan S1 STAIN Cirebon dan S2 McGill University, sedang mengikuti program S3 di IAIN Jakarta.</ref>, Marzuki Wahid<ref>Marzuki Wahid saat itu adalah anak Ketua PC Lakpesdam NU Kab. Cirebon, mantan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Syari’ah IAIN Yogyakarta, alumni PP Babakan Ciwaringin Cirebon dan PP Krapyak Yogyakarta, lulusan S1 IAIN Yogyakarta, sedang S2 di IAIN Jakarta.</ref>, dan [[Faqihuddin Abdul Kodir]]<ref>Faqihuddin Abd. Kodir saat itu adalah alumni PP Dar al-Tauhid Arjawinangun Cirebon, lulusan S1 Universitas Damaskus Syiria, dan baru menyelesaikan S2 di Islam Antara Bangsa Kualalumpur Malaysia.</ref> mendirikan Fahmina<ref>Awalnya empat pendiri Fahmina tersebut menyepakati nama “Fahmindo” untuk menyebut lembaga yang didirikannya itu. “Fahmindo” adalah padatan dari ''“fahm”'' (bahasa Arab) yang berarti perspektif, dan “indo” adalah singkatan dari “Indonesia”. Sehingga Fahmindo berarti “perspektif Indonesia tentang masalah-masalah kemanusiaan” atau “perspektif kita tentang keindonesiaan”. Saat itu Fahmindo sudah terdaftar di Akta Notaris Atiyah Djahari, SH Cirebon dengan no. 20 tanggal 31 Juli 2000. Namun, dengan berbagai pertimbangan, kemudian nama “Fahmindo” diubah menjadi “Fahmina”. Fahmina adalah padatan dari “fahm” dan “ina” dengan makna yang kurang lebih sama, kecuali “indo” (singkatan Indonesia) diubah menjadi “ina” (singkatan internasional untuk negara Indonesia). Fahmina juga bisa berarti “pemahaman kita” atau “perspektif kita” tentang realitas sosial, kemanusiaan atau masalah-masalah sosial keagamaan untuk transformasi sosial. Nama lembaga Fahmina juga sudah terdaftar di Notaris Idris Abas, SH No. 1 tanggal 3 Januari 2003. Pada tahun 2007, badan hukum Fahmina menjadi Yayasan Fahmina, dengan SK Menhukam No. 8 tanggal 10 Agustus 2007.</ref>. Kemudian pada bulan Februari 2001, Fahmina mulai diluncurkan ke publik. | Sejarah kehadiran Fahmina berawal dari pergumulan intelektual kawula muda dari kalangan pesantren di Cirebon, yang memunculkan kesadaran berbagai pihak untuk mengembangkan tradisi intelektual dan etos sosial pesantren dalam merespon perkembangan kontemporer dan perubahan sosial yang tiada henti. Berangkat dari semangat pergumulan itu dan sesuai dengan kebutuhan gerakan, pada bulan November tahun 2000 empat aktivis pesantren, yakni Husein Muhammad<ref>Husein Muhammad saat itu adalah kiai pengasuh Pondok Pesantren Dar al-Tauhid Arjawinangun Cirebon, lulusan PTIQ Jakarta, dan al-Azhar Mesir, kader P3M Jakarta dan PP Lakpesdam Jakarta.</ref>, Affandi Mochtar<ref>Affandi Mochtar saat itu adalah anak KH. Mochtar PP Babakan Ciwaringin Cirebon, lulusan S1 STAIN Cirebon dan S2 McGill University, sedang mengikuti program S3 di IAIN Jakarta.</ref>, Marzuki Wahid<ref>Marzuki Wahid saat itu adalah anak Ketua PC Lakpesdam NU Kab. Cirebon, mantan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Syari’ah IAIN Yogyakarta, alumni PP Babakan Ciwaringin Cirebon dan PP Krapyak Yogyakarta, lulusan S1 IAIN Yogyakarta, sedang S2 di IAIN Jakarta.</ref>, dan [[Faqihuddin Abdul Kodir]]<ref>Faqihuddin Abd. Kodir saat itu adalah alumni PP Dar al-Tauhid Arjawinangun Cirebon, lulusan S1 Universitas Damaskus Syiria, dan baru menyelesaikan S2 di Islam Antara Bangsa Kualalumpur Malaysia.</ref> mendirikan Fahmina<ref>Awalnya empat pendiri Fahmina tersebut menyepakati nama “Fahmindo” untuk menyebut lembaga yang didirikannya itu. “Fahmindo” adalah padatan dari ''“fahm”'' (bahasa Arab) yang berarti perspektif, dan “indo” adalah singkatan dari “Indonesia”. Sehingga Fahmindo berarti “perspektif Indonesia tentang masalah-masalah kemanusiaan” atau “perspektif kita tentang keindonesiaan”. Saat itu Fahmindo sudah terdaftar di Akta Notaris Atiyah Djahari, SH Cirebon dengan no. 20 tanggal 31 Juli 2000. Namun, dengan berbagai pertimbangan, kemudian nama “Fahmindo” diubah menjadi “Fahmina”. Fahmina adalah padatan dari “fahm” dan “ina” dengan makna yang kurang lebih sama, kecuali “indo” (singkatan Indonesia) diubah menjadi “ina” (singkatan internasional untuk negara Indonesia). Fahmina juga bisa berarti “pemahaman kita” atau “perspektif kita” tentang realitas sosial, kemanusiaan atau masalah-masalah sosial keagamaan untuk transformasi sosial. Nama lembaga Fahmina juga sudah terdaftar di Notaris Idris Abas, SH No. 1 tanggal 3 Januari 2003. Pada tahun 2007, badan hukum Fahmina menjadi Yayasan Fahmina, dengan SK Menhukam No. 8 tanggal 10 Agustus 2007.</ref>. Kemudian pada bulan Februari 2001, Fahmina mulai diluncurkan ke publik. | ||
Sejak peluncurannya, orientasi kerja Fahmina fokus pada kajian kritis sosial keagamaan dan pendampingan masyarakat marjinal ''(mustadl’afin)'' dalam perspektif kemanusiaan, kesetaraan, dan keadilan. Orientasi perjuangannya tampak dari program-program yang telah dilaksanakan, yakni menciptakan struktur sosial yang setara dan adil, di mana setiap orang – baik laki-laki maupun perempuan, baik muslim maupun non-muslim, latar etnik maupun – bisa berdaya dan memiliki kesempatan yang sama untuk bisa menjadi kuat, baik secara politik, sosial, maupun budaya. | Sejak peluncurannya, orientasi kerja Fahmina fokus pada kajian kritis sosial keagamaan dan pendampingan masyarakat marjinal ''(mustadl’afin)'' dalam perspektif kemanusiaan, kesetaraan, dan keadilan. Orientasi perjuangannya tampak dari program-program yang telah dilaksanakan, yakni menciptakan struktur sosial yang setara dan adil, di mana setiap orang – baik laki-laki maupun perempuan, baik muslim maupun non-muslim, latar etnik maupun – bisa berdaya dan memiliki kesempatan yang sama untuk bisa menjadi kuat, baik secara politik, sosial, maupun budaya. | ||
Oleh karena itu, dalam dokumen terakhir, rumusan visi Fahmina adalah “terwujudnya tatanan-sosial dan masyarakat yang kritis, terbuka, bermartabat, dan berkeadilan berbasis Islam-Pesantren.” Sedangkan misinya untuk mewujudkan visi tersebut adalah: (1) Mengembangkan gerakan keagamaan kritis berbasis tradisi keislaman pesantren untuk perubahan sosial; (2) Mempromosikan tatanan kehidupan masyarakat yang berkeadilan dan bermartabat dengan mengacu pada kearifan lokal; (3) Menguatkan kelompok-kelompok masyarakat untuk mempengaruhi kebijakan publik yang menjamin terpenuhinya kemaslahatan rakyat; dan (4) Mengembangkan upaya-upaya masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kehidupannya. | Oleh karena itu, dalam dokumen terakhir, rumusan visi Fahmina adalah “terwujudnya tatanan-sosial dan masyarakat yang kritis, terbuka, bermartabat, dan berkeadilan berbasis Islam-Pesantren.” Sedangkan misinya untuk mewujudkan visi tersebut adalah: (1) Mengembangkan gerakan keagamaan kritis berbasis tradisi keislaman pesantren untuk perubahan sosial; (2) Mempromosikan tatanan kehidupan masyarakat yang berkeadilan dan bermartabat dengan mengacu pada kearifan lokal; (3) Menguatkan kelompok-kelompok masyarakat untuk mempengaruhi kebijakan publik yang menjamin terpenuhinya kemaslahatan rakyat; dan (4) Mengembangkan upaya-upaya masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kehidupannya. | ||
Saat ini Fahmina memiliki 6 devisi program yang terwadahi dalam departemen, yaitu: (1) Departemen Islam dan Gender; (2) Departemen Islam dan Demokrasi; (3) Departemen Penguatan Otonomi [[Komunitas]]; (4) Departemen Pendidikan; Departemen Data Informasi dan Media (5); Departemen Keuangan dan Administrasi; dan (6) Departemen Kawasan dan Kerumahtanggaan. | Saat ini Fahmina memiliki 6 devisi program yang terwadahi dalam departemen, yaitu: (1) Departemen Islam dan Gender; (2) Departemen Islam dan Demokrasi; (3) Departemen Penguatan Otonomi [[Komunitas]]; (4) Departemen Pendidikan; Departemen Data Informasi dan Media (5); Departemen Keuangan dan Administrasi; dan (6) Departemen Kawasan dan Kerumahtanggaan. | ||
Dalam mengembangkan program-program setiap departemennya, Fahmina selalu; [1] mengacu pada visi dan misi, yaitu pengembangan dan penyebarluasan wacana keagamaan kritis yang mengarah pada perubahan sosial yang berkeadilan ''(al-‘adalah)'' dan demokratis, dan memfasilitasi keberdayaan dan melakukan pembelaan terhadap masyarakat yang tertindas melalui penguatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya; [2] mendasarkan pada rekomendasi hasil penelitian pendahuluan ''(preliminary research)''; [3] berorientasi pada transformasi sosial melalui pengguliran isu-isu strategis dari kenyataan sosial yang digeluti oleh masyarakat; [4] mendasarkan pada argumen-argumen teologis dalam [[khazanah]] intelektual dan peraadaban keislaman, baik klasik maupun kontemporer; [5] memprioritaskan pada penguatan tiga ranah, yaitu: ''pertama,'' sosial-intelektual, program diarahkan pada prduksi wacana keagamaan kritis dan penguatan teologi pembebasan sebagai basis gerakan sosial; ''kedua,'' sosial-budaya, program diarahkan pada pengembangan kultur masyarakat yang berorientasi pada perubahan sosial untuk keadilan sosial; dan ''ketiga,'' sosial-politik, program diarahkan pada pengorganisasian berbagai kelompok masyarakat agar mandiri, berdaya, dan mampu menciptakan kebijakan publik yang adil; [6] mengupayakan realisasi program melalui: pengkajian dan penelitian yang berorientasi pada transformasi sosial, pendidikan yang berorientasi pada pembentukan agen perubahan sosial dan penciptaan komunitas intelektual kritis yang bermartabat, produksi hasil kajian dan karya intelelktual bermazhab kritis, dan memfasilitasi tumbuhnya kelompok-kelompok kritis-strategis yang memperjuangkan keadilan sosial, demokratisasi, dan tegaknya Hak Asasi Manusia (HAM), advokasi kebijakan publik agar berpihak kepada masyarakat yang tertindas demi keadilan sosial. | Dalam mengembangkan program-program setiap departemennya, Fahmina selalu; [1] mengacu pada visi dan misi, yaitu pengembangan dan penyebarluasan wacana keagamaan kritis yang mengarah pada perubahan sosial yang berkeadilan ''(al-‘adalah)'' dan demokratis, dan memfasilitasi keberdayaan dan melakukan pembelaan terhadap masyarakat yang tertindas melalui penguatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya; [2] mendasarkan pada rekomendasi hasil penelitian pendahuluan ''(preliminary research)''; [3] berorientasi pada transformasi sosial melalui pengguliran isu-isu strategis dari kenyataan sosial yang digeluti oleh masyarakat; [4] mendasarkan pada argumen-argumen teologis dalam [[khazanah]] intelektual dan peraadaban keislaman, baik klasik maupun kontemporer; [5] memprioritaskan pada penguatan tiga ranah, yaitu: ''pertama,'' sosial-intelektual, program diarahkan pada prduksi wacana keagamaan kritis dan penguatan teologi pembebasan sebagai basis gerakan sosial; ''kedua,'' sosial-budaya, program diarahkan pada pengembangan kultur masyarakat yang berorientasi pada perubahan sosial untuk keadilan sosial; dan ''ketiga,'' sosial-politik, program diarahkan pada pengorganisasian berbagai kelompok masyarakat agar mandiri, berdaya, dan mampu menciptakan kebijakan publik yang adil; [6] mengupayakan realisasi program melalui: pengkajian dan penelitian yang berorientasi pada transformasi sosial, pendidikan yang berorientasi pada pembentukan agen perubahan sosial dan penciptaan komunitas intelektual kritis yang bermartabat, produksi hasil kajian dan karya intelelktual bermazhab kritis, dan memfasilitasi tumbuhnya kelompok-kelompok kritis-strategis yang memperjuangkan keadilan sosial, demokratisasi, dan tegaknya Hak Asasi Manusia (HAM), advokasi kebijakan publik agar berpihak kepada masyarakat yang tertindas demi keadilan sosial. | ||