Dokumen Resmi Proses dan Hasil Kongres Ulama Perempuan Indonesia: Perbedaan revisi

Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox book|editor=Tim KUPI|publisher=Kongres Ulama Perempuan Indonesia|image=Buku-Dokumen-Proses-dan-Hasil.jpg|italic title=Dokumen Resmi Proses dan Hasil Kongres Ulama Perempuan Indonesia|isbn=978‐602‐6938‐11‐4|pub_date=Juni 2017|cover_artist=Agus Munawir|pages=228 hal|series=Cetakan Pertama,|author=Tim KUPI}}KUPI yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada 25-27 April 2017 di Pesantren Kebon Jambu al-Islamy Cirebon hadir sebagai penegasan eksistensi ulama perempuan Indonesia dan perluasan peran dan kiprahnya di masyarakat. KUPI menjadi media sosial dan kultural bagi para ulama perempuan Indonesia untuk membangun pengetahuan, saling belajar dan berbagi pengalaman, sekaligus meneguhkan nilai keislaman, kebangsaan dan kemanusiaan. KUPI telah menjadi ruang perjumpaan antar para ulama perempuan dari beragam [[lembaga]] pendidikan dan organisasi Islam, sekaligus ruang perjumpaan antara ulama perempuan dengan para aktivis pemberdayaan perempuan, korban, pakar, praktisi, negara dan pemerintah. Ruang perjumpaan itu meliputi fisik (sebagian besar peserta bertemu teman lama di KUPI), visi, pemikiran, jejak perjuangan serta pengalaman para peserta yang beragam tetapi sangat terlihat jelas benang merahnya. Sifat KUPI yang non-partisan, inklusif, partisipatoris, serta lintas organisasi, latarbelakang dan generasi telah menjadikan ruang perjumpaan yang terjadi benar-benar menjadi ruang bersama yang hasilnya kemudian juga menjadi milik bersama.
{{Infobox book|editor=Tim KUPI|publisher=Kongres Ulama Perempuan Indonesia|image=Buku-Dokumen-Proses-dan-Hasil.jpg|italic title=Dokumen Resmi Proses dan Hasil Kongres Ulama Perempuan Indonesia|isbn=978‐602‐6938‐11‐4|pub_date=Juni 2017|cover_artist=Agus Munawir|pages=228 hal|series=Cetakan Pertama,|author=Tim KUPI|title_orig=Dokumen Resmi Proses dan Hasil Kongres Ulama Perempuan Indonesia}}KUPI yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada 25-27 April 2017 di Pesantren Kebon Jambu al-Islamy Cirebon hadir sebagai penegasan eksistensi ulama perempuan Indonesia dan perluasan peran dan kiprahnya di masyarakat. KUPI menjadi media sosial dan kultural bagi para ulama perempuan Indonesia untuk membangun pengetahuan, saling belajar dan berbagi pengalaman, sekaligus meneguhkan nilai keislaman, kebangsaan dan kemanusiaan. KUPI telah menjadi ruang perjumpaan antar para ulama perempuan dari beragam [[lembaga]] pendidikan dan organisasi Islam, sekaligus ruang perjumpaan antara ulama perempuan dengan para aktivis pemberdayaan perempuan, korban, pakar, praktisi, negara dan pemerintah. Ruang perjumpaan itu meliputi fisik (sebagian besar peserta bertemu teman lama di KUPI), visi, pemikiran, jejak perjuangan serta pengalaman para peserta yang beragam tetapi sangat terlihat jelas benang merahnya. Sifat KUPI yang non-partisan, inklusif, partisipatoris, serta lintas organisasi, latarbelakang dan generasi telah menjadikan ruang perjumpaan yang terjadi benar-benar menjadi ruang bersama yang hasilnya kemudian juga menjadi milik bersama.


Dalam keseluruhan [[proses]] dan rangkaian kegiatan  KUPI, dapat dinyatakan bahwa gerak langkah KUPI merupakan konvergensi dari gerakan intelektual, kultural, sosial dan spiritual sekaligus. Serangkaian kegiatan pra KUPI hingga acara-acara pada saat KUPI dan cara kerja penyelenggara menunjukkan adanya konvergensi tersebut. Pada saat pra-Kongres ada lomba penulisan profil ulama perempuan, Workshop Pra-Kongres di tiga kawasan Indonesia (di Yogyakarta, Oktober 2016;  Padang, November 2016;  dan Makassar, Februari 2017), serta halaqah pra-KUPI yang membahas materi-materi KUPI dan metodologi musyawarah keagamaan (2-6 April di Jakarta). Sebelum KUPI dibuka di malam hari tanggal 25 April 2017,  pagi hingga sore di hari yang sama, di IAIN Syekh Nurjati Cirebon diselenggarakan Seminar Internasional Ulama Perempuan dengan narasumber dari 7 negara muslim dan peserta nasional dan internasional lebih dari 250 orang, jauh di atas kapasitas yang tersedia. Seluruh acara ini mempertemukan pengetahuan keagamaan ulama perempuan dengan fakta, data dan pengalaman lapangan aktivis (pendamping, organiser, pengada layanan) serta pengalaman hidup korban. Dalam semua kegiatan tersebut pertemuan dan dialektika teks dengan konteks dan realitas juga terjadi.
Dalam keseluruhan [[proses]] dan rangkaian kegiatan  KUPI, dapat dinyatakan bahwa gerak langkah KUPI merupakan konvergensi dari gerakan intelektual, kultural, sosial dan spiritual sekaligus. Serangkaian kegiatan pra KUPI hingga acara-acara pada saat KUPI dan cara kerja penyelenggara menunjukkan adanya konvergensi tersebut. Pada saat pra-Kongres ada lomba penulisan profil ulama perempuan, Workshop Pra-Kongres di tiga kawasan Indonesia (di Yogyakarta, Oktober 2016;  Padang, November 2016;  dan Makassar, Februari 2017), serta halaqah pra-KUPI yang membahas materi-materi KUPI dan metodologi musyawarah keagamaan (2-6 April di Jakarta). Sebelum KUPI dibuka di malam hari tanggal 25 April 2017,  pagi hingga sore di hari yang sama, di IAIN Syekh Nurjati Cirebon diselenggarakan Seminar Internasional [[Ulama Perempuan]] dengan narasumber dari 7 negara muslim dan peserta nasional dan internasional lebih dari 250 orang, jauh di atas kapasitas yang tersedia. Seluruh acara ini mempertemukan pengetahuan keagamaan ulama perempuan dengan fakta, data dan pengalaman lapangan aktivis (pendamping, organiser, pengada layanan) serta pengalaman hidup korban. Dalam semua kegiatan tersebut pertemuan dan dialektika teks dengan konteks dan realitas juga terjadi.


Menjelang Kongres, di Pesantren Kebon Jambu juga dilaksanakan khitanan massal, pemeriksaan kesehatan gratis, khataman al-Qur’an, pembacaan doa dan dzikir oleh para kyai dan santri dari Kebon Jambu dan sekitar. Pesantren-pesantren di Babakan juga menjadi tempat penginapan sebagian peserta, karena pesantren Kebon Jambu tidak bisa menampung semuanya. Saat KUPI berlangung dukungan keluarga besar pesantren se-Babakan dan masyarakat sekitar juga tampak. Semua ini menunjukkan bahwa KUPI adalah kegiatan yang menyelaraskan gerakan intelektual dengan kerja-kerja sosial serta aktivitas kultural dan spiritual yang mengakar dan membumi serta sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal. Konvergensi gerakan intelektual, sosial, kultural dan spiritual juga tampak dalam rangkaian acara KUPI mulai pembukaan, seminar nasional, diskusi paralel 9 tema, musyawarah keagamaan, launching buku, malam kultural, hingga penutupan.   
Menjelang Kongres, di Pesantren Kebon Jambu juga dilaksanakan khitanan massal, pemeriksaan kesehatan gratis, khataman al-Qur’an, pembacaan doa dan dzikir oleh para kyai dan santri dari Kebon Jambu dan sekitar. Pesantren-pesantren di Babakan juga menjadi tempat penginapan sebagian peserta, karena pesantren Kebon Jambu tidak bisa menampung semuanya. Saat KUPI berlangung dukungan keluarga besar pesantren se-Babakan dan masyarakat sekitar juga tampak. Semua ini menunjukkan bahwa KUPI adalah kegiatan yang menyelaraskan gerakan intelektual dengan kerja-kerja sosial serta aktivitas kultural dan spiritual yang mengakar dan membumi serta sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal. Konvergensi gerakan intelektual, sosial, kultural dan spiritual juga tampak dalam rangkaian acara KUPI mulai pembukaan, seminar nasional, diskusi paralel 9 tema, musyawarah keagamaan, launching buku, malam kultural, hingga penutupan.   
Baris 15: Baris 15:
Curah pendapat, sharing pengalaman dan perdebatan produktif yang bernas diantara sesama peserta dalam Diskusi Paralel yang membahas 9 tema dan Musyawarah Keagamaan yang mengangkat 3 tema, juga terjadi karena seluruh tema yang diangkat berangkat dari pertanyaan dan kegelisahan kolektif yang dirasakan berbagai elemen masyarakat dan dihadapi oleh para ulama perempuan di lapangan, dan sudah didiskusikan secara lebih dari limabelas tahun ke belakang. Secara khusus, isu eksistensi ulama perempuan dan tiga tema utama Musyawarah Keagamaan KUPI (Pernikahan Anak, Kekerasan Seksual dan Perusakan Lingkungan dalam Konteks Ketimpangan Sosial) telah dibahas telebih dahulu dalam Workshop-workshop pra-Kongres. Proses pemilihan dan perumusan masalah sejak awal dilakukan secara partisipatoris dan proses pembahasannya di arena Kongres yang juga partisipatoris ini telah menjadikan isu-isu yang diangkat KUPI memiliki legitimasi yang kuat.
Curah pendapat, sharing pengalaman dan perdebatan produktif yang bernas diantara sesama peserta dalam Diskusi Paralel yang membahas 9 tema dan Musyawarah Keagamaan yang mengangkat 3 tema, juga terjadi karena seluruh tema yang diangkat berangkat dari pertanyaan dan kegelisahan kolektif yang dirasakan berbagai elemen masyarakat dan dihadapi oleh para ulama perempuan di lapangan, dan sudah didiskusikan secara lebih dari limabelas tahun ke belakang. Secara khusus, isu eksistensi ulama perempuan dan tiga tema utama Musyawarah Keagamaan KUPI (Pernikahan Anak, Kekerasan Seksual dan Perusakan Lingkungan dalam Konteks Ketimpangan Sosial) telah dibahas telebih dahulu dalam Workshop-workshop pra-Kongres. Proses pemilihan dan perumusan masalah sejak awal dilakukan secara partisipatoris dan proses pembahasannya di arena Kongres yang juga partisipatoris ini telah menjadikan isu-isu yang diangkat KUPI memiliki legitimasi yang kuat.


Selanjutnya, perspektif keadilan hakiki dan mubadalah (kesalingan) yang diterima dan digunakan peserta sebagai perspektif  KUPI dalam setiap pembahasan, terutama dalam diskusi paralel tema-tema yang relevan dan musyawarah keagamaan, juga menjadi legitimasi ilmiah keberadaan ulama perempuan dan apa yang dihasilkan oleh KUPI, yakni Ikrar Keulamaan Perempuan, Rekomendasi Umum dan [[Hasil]] Musyawarah Keagamaan. Penerimaan peserta atas perspektif ini  dan kemudian diimplementasikan dalam pembahasan, perumusan dan pembacaan rekomendasi dan hasil KUPI oleh peserta merupakan legitimasi atas produk-produk KUPI.  
Selanjutnya, perspektif [[Keadilan Hakiki|keadilan hakiki]] dan mubadalah (kesalingan) yang diterima dan digunakan peserta sebagai perspektif  KUPI dalam setiap pembahasan, terutama dalam diskusi paralel tema-tema yang relevan dan musyawarah keagamaan, juga menjadi legitimasi ilmiah keberadaan ulama perempuan dan apa yang dihasilkan oleh KUPI, yakni Ikrar Keulamaan Perempuan, Rekomendasi Umum dan [[Hasil]] Musyawarah Keagamaan. Penerimaan peserta atas perspektif ini  dan kemudian diimplementasikan dalam pembahasan, perumusan dan pembacaan rekomendasi dan hasil KUPI oleh peserta merupakan legitimasi atas produk-produk KUPI.  


Selain legitimasi internal, patut disyukuri penyelenggaraan KUPI dan hasilnya memperoleh legitimasi eksternal yang signifikan. Kesediaan para [[tokoh]] nasional menjadi dewan penasihat, termasuk Imam Besar Masjid Istiqlal, pernyataan dukungan para pemimpin ormas2 Islam Indonesia yang terbesar (NU, Muhammadiyah,MUI), para tokoh agama dan masyarakat, serta dukungan dan kehadiran para pejabat negara dari tingkat nasional (Wapres, Menteri Agama RI dan Wakil Ketua DPD RI), provinsi hingga kabupaten menjadi penanda bahwa penyelenggaraan KUPI memperoleh penerimaan yang luas, termasuk oleh para ulama dan pemimpin laki-laki. Kehadiran para pengamat, ulama perempuan dan pembicara dari mancanegara, juga apresiasi khusus Presiden Afghanistan kepada KUPI juga menjadi indikator KUPI diakui secara internasional. Legitimasi sosial KUPI yang lain juga tampak dari liputan dan  pemberitaan media nasional, internasional dan lokal yang massif dan berkesinambungan.
Selain legitimasi internal, patut disyukuri penyelenggaraan KUPI dan hasilnya memperoleh legitimasi eksternal yang signifikan. Kesediaan para [[tokoh]] nasional menjadi dewan penasihat, termasuk Imam Besar Masjid Istiqlal, pernyataan dukungan para pemimpin ormas2 Islam Indonesia yang terbesar (NU, Muhammadiyah,MUI), para tokoh agama dan masyarakat, serta dukungan dan kehadiran para pejabat negara dari tingkat nasional (Wapres, Menteri Agama RI dan Wakil Ketua DPD RI), provinsi hingga kabupaten menjadi penanda bahwa penyelenggaraan KUPI memperoleh penerimaan yang luas, termasuk oleh para ulama dan pemimpin laki-laki. Kehadiran para pengamat, ulama perempuan dan pembicara dari mancanegara, juga apresiasi khusus Presiden Afghanistan kepada KUPI juga menjadi indikator KUPI diakui secara internasional. Legitimasi sosial KUPI yang lain juga tampak dari liputan dan  pemberitaan media nasional, internasional dan lokal yang massif dan berkesinambungan.

Menu navigasi