Helly Ummi

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Helly Ummi Mustholihah
LogKupipedia (1).png
Tempat, Tgl. LahirPati, 25 Mei 1978
Aktivitas Utama
  • . . .
  • . . .
Karya Utama
  • . . .
  • . . .

“Perempuan harus punya kemandirian dan eksistensi sendiri, tidak harus selalu bergantung pada pasangan.”

Ibu Nyai Helly Ummi Mustholihah lahir di Pati, 25 Mei 1978. Selepas bersekolah MTsNU Banat Kudus pada 1993 dan MANU Banat Kudus pada 1995, beliau melanjutkan kuliah di IIQ Wonosobo Fakultas Dakwah pada 1999. Beliau mengisahkan latar belakang keluarganya sebagai orang tua yang memiliki orientasi pendidikan dunia akhirat. Sehingga kedua orang tua beliau selalu berupaya untuk memastikan putra-putrinya bisa bisa sekolah dan mondok sekaligus. Selain mengenyam pendidikan di Banat Kudus, Ibu Nyai Helly juga sempat mondok di Al Mubarok Damaran Kudus asuhan KH Sa'dullah Ar Rauyani dan PPTQ Al Asy'ariyyah Kalibeber Wonosobo asuhan KH Muntaha AlHafidz. Latar belakang Ibu Nyai Helly yang fokus di pendidikan Al-Qur’an membuat peran beliau dalam mendidik santri-santri juga salah satunya berfokus pada pendidikan Al-Qur’an.

Meskipun lahir dan tumbuh besar di Jawa Tengah, Ibu Nyai Helly kini justru berkiprah jauh di luar Jawa, tepatnya di Kalimantan Barat. Sekitar tahun 2004, beliau hijrah ke Kalimantan Barat karena ada permintaan dari salah satu senior beliau, Kang Luqman, untuk membantu mengelola Pondok Pesantren Nurul Islam di daerah Ngabang, Landak. Sekitar tahun 1999, pondok pesantren tersebut dibangun dan dirintis di atas tanah wakaf. Setelah itu, Kang Luqman mulai mengajak beberapa alumni Kalibeber untuk pindah dan berkhidmah di sana sehingga ada sekitar 7 keluarga pengasuh, termasuk salah satunya adalah Ibu Nyai Helly dan suami yang kebetulan juga sama-sama alumni Kalibeber. Awal mula berdiri, santrinya hanya sekitar 80 orang, namun sekarang santrinya sudah mencapai 576 orang.

Menurut penuturan Ibu Nyai Helly, daerah Ngabang, Landak ini adalah daerah dengan minoritas muslim yang jumlahnya hanya sekitar 16% saja. Dan mayoritas penduduk muslimnya pun memiliki perspektif yang cukup konservatif dan sangat kanan sehingga kurang terbuka dengan pandangan-pandangan progresif yang moderat. Tentu saja hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi Ibu Nyai Helly karena beliau merasa bahwa masyarakat tidak bisa diposisikan secara berhadap-hadapan, tetapi harus dirangkul supaya ide-ide progresif bisa sedikit demi sedikit diterima.

Tidak hanya masyarakat secara umum, di lingkungan pondok pesantren sendiri, posisi perempuan belum begitu setara dengan laki-laki. Ibu Nyai Helly bercerita bahwa ia kerap merasa ide-idenya tidak terlalu didengar mungkin karena identitasnya sebagai seorang perempuan. Meskipun demikian, Ibu Nyai Helly berupaya untuk tidak patah semangat dan tetap menyuarakan pemikiran-pemikirannya, sehingga lambat laun suaranya kini mulai didengar dan diterima. Kalau dulu, dalam penetapan peraturan pesantren, usulan-usulan beliau jarang diakomodir, kini sudah berbeda.

Ketika ditanya kapan pertama kali Ibu Nyai Helly bersinggungan dengan isu-isu gender, kesetaraan, perempuan, dan mubadalah, beliau terdiam sesaat. Bagi beliau, ide-ide itu secara naluriah sebetulnya sudah lama tumbuh dalam dirinya, namun untuk menyadari konsepnya sebagai ide tentang kesetaraan bermula saat beliau membaca buku-buku Kiai Faqihuddin Abdul Kadir. Menurut beliau, tulisan-tulisan Kiai Faqih cocok dengan naluri beliau mengenai tafsir kesetaraan dan keadilan.

Semesta tampaknya turut mendukung kiprah Ibu Nyai Helly dalam menyuarakan ide-ide kesetaraan dan mubadalah, sehingga beliau kerap dipertemukan dengan orang-orang yang se-frekuensi, yang bagi beliau bisa memberikan suntikan energi positif sekaligus wawasan-wawasan baru. Misalnya diundangnya beliau dalam International Women Forum di Jakarta dan ketika beliau didapuk menjadi fasilitator Bimbingan Perkawinan yang juga masih satu lingkaran dengan Kiai Faqih, Ibu Nyai Nur Rofiah dan lain sebagainya.

Saat ini, selain mendampingi santri-santri putri di Pondok Pesantren Nurul Islam dan menjadi Kepala RA/TK Nurul Islam, beliau juga berkhidmah sebagai Ketua JPPPM Wilayah Kalimantan Barat, Ketua Forum Dakwah Fatayat NU Kalbar, Ketua PC Fatayat NU Landak, penyuluh Agama Islam yangmendapat tugas sebagai satu-satunya Agen Resolusi Konflik dari Kalimantan Barat, fasilitator Bimbingan Perkawinan di Kemenag Landak, dan fasilitator Pencegahan Stunting. Organisasi Fatayat di Landak sendiri sudah bertahun-tahun vakum, sehingga bisa dikatakan kalau Ibu Nyai Helly tidak sekadar menjadi ketua PC Fatayat di sana, tetapi juga sebagai “pendiri kembali” organisasi Fatayat Landak.

Melalui peran-peran inilah, Ibu Nyai Helly menyampaikan ide-ide mubadalah kepada para santri dan masyarakat di sekitarnya. Misalnya untuk santri-santri putri, Ibu Nyai Helly tidak saja mendidik mereka di bidang Aswaja dan Tahfidzul Qur'an, tetapi juga memastikan ada pendidikan reproduksi dan seksual yang diselipkan khusus bagi mereka. Isu-isu kesetaraan pun menjadi topik tersendiri dalam pendidikan untuk para santri putri, dimana Ibu Nyai Helly mendorong para santri putri untuk berupaya melanjutkan pendidikan setinggi mungkin dan bisa berkarier sesuai passion masing-masing.  

Ibu Nyai Helly menekankan pada para santri putri yang diasuhnya supaya tidak sepenuhnya bergantung 100% pada pasangan. “Perempuan harus punya kemandirian dan eksistensi sendiri, tidak harus selalu bergantung pada pasangan,” begitu tuturnya. Beliau pun mengakui bahwa terkadang, dengan sesama pasangan sendiri pun juga punya perspektif berbeda. Sehingga untuk sama-sama menjadi pasangan yang memahami perspektif mubadalah sangat dibutuhkan proses dan membaca yang tidak instan.

Ibu Nyai Helly merasa bahwa pendidikan reproduksi dan sosial cukup penting diajarkan pada para santri (juga masyarakat secara umum) karena kasus kekerasan seksual, pernikahan anak, dan kehamilan tidak direncanakan di daerah beliau cukup tinggi. Anggapan bahwa kekerasan seksual adalah aib, membuat banyak kasus tenggelam tidak teradvokasi karena masyarakat lebih memilih untuk diam dari pada melapor. Salah satu kasus perkosaan ayah kandung terhadap anak perempuan yang sempat diadvokasi oleh Ibu Nyai Helly misalnya. Kasus itu sunyi senyap karena tekanan keluarga membuat korban dan ibu korban memilih untuk diam dan memendam. Sementara pelaku melenggang bebas tanpa dihukum, korban harus bergelut dengan depresi dan rasa takut.

Begitu juga dengan kasus kawin anak yang kerap terjadi karena kasus kehamilan yang tidak direncanakan. Solusi yang muncul di masyarakat tentu saja mengambil solusi paling praktis dan sederhana, yaitu menikahkan kedua anak tersebut secara siri untuk menimbun aib tanpa memperhatikan kondisi psikologis anak-anak yang terpaksa harus menikah di usia belia. Hal tersebut juga menjadi perhatian tersendiri bagi Ibu Nyai Helly.

Selain persoalan nikah anak, Ibu Nyai Helly juga bergerak di bidang kesehatan ibu dan anak, khususnya dalam pencegahan stunting karena kasus stunting di Landak termasuk cukup tinggi. Persoalan kesehatan, khususnya bagi ibu dan anak, memang cukup kurang diterima oleh masyarakat Landak, apalagi di beberapa daerah terpencil yang memang selalu menolak ide-ide kesehatan masyarakat, termasuk menolak vaksin. Padahal ibu dan anak yang sehat akan membuat masyarakat jauh lebih sejahtera karena hanya dari ibu dan anak-anak yang sehatlah mereka bisa tumbuh dan mengenyam pendidikan dengan baik.

Dalam bidang ekonomi, Ibu Nyai Helly juga merintis program kemandirian ekonomi pesantren dengan mendirikan toko, baik berupa toko sembako, toko pakaian, dan kafe dalam 3 tahun ini. Pembangunan lini ekonomi tersebut dilakukan dengan pengelolaan uang zakat yang selama ini hanya habis untuk pembangunan infrastruktur semata. Namun melalui inisiatif ini, pengelolaan uang zakat juga dilakukan untuk usaha produktif yang seluruh keuntungannya masuk ke pesantren.

Peran-peran Ibu Nyai Helly di berbagai bidang termasuk pendidikan, kesehatan, resolusi konflik, dan ekonomi ini bukan tanpa tantangan. Beliau kerap menghadapi suara-suara patriarki yang menarasikan perempuan salihah sebagai perempuan yang diam di rumah, sementara beliau sendiri lebih sering berkiprah tidak hanya di dalam rumah tetapi juga di luar rumah. Seperti kehadiran beliau dalam KUPI II ini yang membuat beliau total harus berada di luar rumah selama kurang lebih 2 minggu karena sebelumnya beliau sempat mengawal MTQ 10 hari, lalu ada kegiatan Maarif NU, pulang hanya 2 hari, lalu hadir KUPI II di Jepara. Bahkan, saat beliau di Jepara ini, suaminya juga sedang sakit di rumah. Tetapi, beliau tidak berkecil hati karena suami dan anak-anak beliau mendukung sepenuhnya kegiatan-kegiatan yang beliau lakukan.

Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa di balik peran perempuan-perempuan hebat, selalu ada sistem pendukung yang memastikan kiprah-kiprah mereka tidak terhambat. Seperti Ibu Nyai Helly ini yang juga pernah menjadi Duta Lomba Penyuluh Teladan Nasional 2013 mewakili Kalimantan Barat dan Juara 1 Penyuluh Teladan tingkat Provinsi di Kalimantan Barat 2013. Saat ini beliau juga sedang menempuh pendidikan Pasca Sarjana di IAIN Pontianak Prodi Ekonomi Syariah. Beberapa karya tulisnya antara lain Syukur Nikmat meningkatkan Kualitas Hidup Ibu-ibu Majelis Taklim Baiturohman, Dakwah bil Hal ( Alternatif Metode Dakwah di Era Globalusasi , Studi Kasus di Majlis Taklim An Nuriyah), dan Gusjigang Ikhtiar Preventif dan Pemberdayaan Daerah Rawan Konflik Berbasis Majlis Taklim di MT An Nuriyah Dusun Dengian Desa Tebedak Kecamatan Ngabang Kab. Landak Prov. Kalbar.


Penulis : Khanifah
Editor :
Reviewer :