Chamamah Soeratno

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno
Chamamah Soeratno.jpg
Tempat, Tgl. LahirYogyakarta, 24 Januari 1941

Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno lahir di Kauman, Yogyakarta pada 24 Januari 1941. Ia adalah Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia pernah menjabat sebagai ketua umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, organisasi perempuan Muhammadiyah, selama dua periode dari tahun 2000-2010.

Chamamah senang dengan kehadiran gerakan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) dalam arus kesetaraan gender Islam masa kini. Apa yang selama ini telah ia lakukan adalah gerakan yang juga terus dilakukan oleh KUPI. Menurutnya, kehadiran KUPI sangat penting sebagai sebuah gerakan yang bersama-sama mensosialisasikan pemikiran, pemahaman, serta wawasan tentang hakikat eksistensi perempuan bagi kehidupan.

Riwayat Hidup

Chamamah adalah anak kedua dari 4 bersaudara. Ia tumbuh di dalam keluarga santri. Ayahnya, KH. Hanad Noor, adalah seorang ulama dan pendidik di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, seperti Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), Institute Agama Islam Negeri (IAIN), Universitas Islam Negeri (UIN), dan Universitas Islam Indonesia (UII), Muallimin, dan Madrasah Menengah Tinggi di Yogyakarta. Ia juga banyak terlibat dalam pemikiran dan studi keulamaan hingga ke manca negara, seperti Saudi Arabia. Ia pernah bermukim di Makkah al-Mukarramah selama 15 tahun bersama saudaranya, KH. Baqir al-Jogjawi, yang bermukim hingga akhir hayat. Sementara ibunda Chamamah, Nyai Hj. Juhariah binti Kiai Mubarrok, adalah seorang pengusaha batik serta muballighah di Yogyakarta.

Chamamah dan ketiga saudaranya dididik dengan visi keagamaan yang kuat, kedisiplinan yang tinggi, dan etos kerja yang maksimal. Mereka menempuh pendidikan informal keulamaan di rumah, pendidikan formal di sekolah, dan pendidikan di lingkungan rumah tangga dan masyarakat sekitar. Pendidikan yang mereka dapatkan juga seimbang seimbang, baik untuk dunia maupun akhirat.

Pendidikan formal yang dilalui oleh Chamamah adalah sebagai berikut: Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Atfal Aisyiyah Yogyakarta, SD Muhammadiyah Ngupasan, SMP Putri Muhammadiyah Yogyakarta, dan Sekolah Menengah Atas Agama Yogyakarta yang didirikan oleh ayahnya. Chamamah juga mengikuti pendidikan nonformal keagamaan, seperti mengikuti kajian-kajian Dirasatul Banat, Jamiyatul Atfal, Thalabussa’adah, setingkat Ibtida’iyah hingga Tsanawiyah.

Setelah lulus Sekolah Menengah Atas, Chamamah resmi menjadi mahasiswa Universitas Gadjah Mada tahun 1959 jurusan Sastra Timur. Ia juga sampat bersekolah di Ecole d’Hautes Etudes en Science Sociales (EHESS), Paris Prancis mengambil program studi ilmu sosial pada tahun 1975 hingga 1976. Lalu ia melanjutkan pendidikannya di Leiden University, Belanda mengambil jurusan Bahasa tahun 1983-1984. Pendidikan formal yang terakhir ditempuh oleh Chamamah adalah di Lembaga Pendidikan dan Penelitian di London dan Cambridge Inggris bidang Filologi tahun 1986.

Tokoh dan Keulamaan Perempuan

Chamamah kerap menjadi narasumber dalam bidang agama, budaya, bahasa, sastra, heritage, sosial, terutama gender. Tulisan-tulisan Chamamah terkait gender banyak dimuat. Selain menjadi narasumber maupun penceramah, ia juga pernah menjadi ‘saksi ahli’ untuk bahasa hukum dalam beberapa instansi pengadilan di Jakarta atau di Yogyakarta, di Pengadilan Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Negeri, dan Pengadilan Etika Kedokteran.

Chamamah pernah menjadi Anggota Pleno Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Pusat. Dalam tugasnya, ia kerap berdiskusi terkait persoalan umat, peran dan tanggung jawab ulama Indonesia. Chamamah juga kerap mengaitkan hal ini dengan peran Muslimah yang sangat fungsional serta potensial bagi setiap unsur kehidupan. Chamamah menganggap urusan perempuan seharusnya tidak hanya menjadi concern sesama perempuan tetapi juga perlu diperhatikan oleh masyarakat luas termasuk laki-laki.

Chamamah tergabung dalam Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan pernah mewakili ICMI untuk Konferensi Nasional terkait kitab kuning dan juga berbagai pertemuan-pertemuan nasional ICMI lainnya dalam berbagai kesempatan. Selain ICMI, ia juga tergabung dalam organisasi ‘Aisyiyah. Pada tahun 1965 Chamamah menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul ‘Asyiyah ketika periode awal Kemandirian Organisatoris Remaja Puteri Muhammadiyah. Hingga akhirnya Chamamh diamanahi menjadi Pimpinan Pusat ‘Asyiyah (1968) mulai dari menjadi bendahara, sekertaris, wakil ketua, dan ketua umum. Saat ini Chamamah masih aktif di dalam organisasi ‘Aisyiyah untuk tetap menjalin silaturahmi, berdiskusi, dan berbagi pandangan dengan masyarakat luas tentang kehidupan.

Pemahaman dan pemikiran Chamamah tentang keberadaan manusia dalam jenis kelamin (perempuan dan laki-laki yang kemudian dikenal dengan istilah gender) telah ia peroleh melalui pembentukan karakter pribadinya di dalam keluarga, dengan pendidikan informal, nonformal, dan formal. Konsep tentang gender, menurut Chamamah, didasarkan pada Al-Qur’an, hadits, dan pemikiran yang terus berkembang sampai saat ini.

Chamamah mengapresiasi Gerakan KUPI. Menurutnya, ke depannya gerakan KUPI tentu akan menerima banyak dukungan dan juga mendapatkan tantangan. Dukungan terkait gerakan KUPI erat kaitannya dengan peluang yang dapat dilihat oleh KUPI. Misalnya, dengan adanya KUPI maka akan ada generasi penerus yang sadar akan pemikiran tentang gender. Ia bersyukur bahwa dalam perjalanan waktu, kesadaran masyarakat terus berkembang, khususnya berkaitan dengan hakikat hidup manusia dan peran perempuan yang signifikan bagi kehidupan masyarakat.

Untuk itu, menurut Chamamah, sangat diperlukan semangat untuk mengisi, melanjutkan, dan mengembangkan Gerakan KUPI. Ini adalah peluang yang dapat menggugah semangat para pemerhati ulama perempuan. KUPI dapat melakukan sosialisasi kepada masyarakat luas tentang konsep Muslimah dalam Al-Quran dan peran ulama perempuan yang signifikan.

Berkaitan dengan tantangan, KUPI harus menyadari bahwa pada faktanya masyarakat kita masih mengalami banyak hal yang memprihatinkan. Misalnya, pola pikir mereka belum berkemajuan, jumud (tidak memiliki pandangan yang luas), kuatnya pemahaman namun tidak dilatarbelakangi dengan wawasan yang luas, kecerdasan serta kecermatan yang belum menuju critical thinking, terlalu terlena dengan dominasi kekuasaan laki-laki, dan kemanjaan perempuan, pemahaman tentang konsep ‘ilmu’ yang kurang mendalam dan komprehensif yang perlu dimiliki sebagai ‘ulama’, kurangnya kesediaan diri untuk sikap terbuka menerima luasnya wawasan, pengembangan ilmu, dan potensi, serta kurangnya sosialisasi pola pikir, mindset, konsep, dan bekal menjadi ulama (dari ‘alim dengan ‘ilmu yang mumpuni).

Prestasi dan Penghargaan

Chamamah pernah memperoleh penghargaan, di antaranya UMM Award dari Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2014 atas jasa besarnya pada bangsa dan Persyarikatan Muhamadiyah.

Karya-Karya

Chamamah banyak menuliskan karya penting sebagai fondasi kajian sastra dan filologi, di antaranya: Kharisma Tokoh Indonesia Lama dan Masalah-Masalahnya (1981); Pengantar Teori Filologi (1085); Hikayat Iskandar Zulkarnain; Analisis Resepsi (1991); Variasi Sebagai Bentuk Kreatifitas Pengarang Kedua dalam Dunia Sastra Melayu Hikayat Banjar (1994); Khasanah Budaya Kraton Yogyakarta II (2001); Penelitian Sastra; Tinjauan Teori dan Metode (2001).

Daftar Bacaan Lanjutan

https://www.fpptma.or.id/2019/12/siti-chamamah-soeratno-cendekiawan-dan.html


Penulis : Karimah Iffia Rahman
Editor : Nor Ismah
Reviewer : Faqihuddin Abdul Kodir