Atun Wardatun

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Atun Wardatun
Atun Wardatun.jpg
Tempat, Tgl. LahirBima, 30 Maret 1977
Aktivitas Utama
  • Dosen di UIN Mataram dan Ketua Yayasan LA RIMPU (Sekolah Rintisan Perempuan Untuk Perubahan)
Karya Utama
  • Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Perlindungan Anak, (Lombok: Pustaka Lombok, 2020)
  • Negosiasi Ruang: Antara Ruang Publik dan Ruang Privat (Negotiation Sphere: Between Public and Private—English Version) (Mataram: Pusat Studi Wanita IAIN Mataram Press, 2007)

Atun Wardatun, lahir pada 30 Maret 1977 di Bima, Nusa Tenggara Barat, adalah seorang dosen dan akademisi di UIN Mataram. Selain mengajar dan meneliti, Atun juga pendiri sekaligus Ketua Yayasan LA RIMPU (Sekolah Rintisan Perempuan untuk Perubahan). Ia memiliki minat kajian pada hukum keluarga, perempuan dan perdamaian, gender dan hukum Islam, sosiologi dan antropologi hukum. Sampai saat ini ia aktif menyuarakan isu-isu tentang perempuan, gender, dan perdamaian.

Atun pertama kali mendengar KUPI dari koleganya di LBH Apik, Nusa Tenggara Barat. Ia kemudian diminta untuk menghadiri KUPI di Cirebon pada tahun 2017. Meskipun Atun tak bisa hadir secara langsung di KUPI pada waktu itu, ia secara aktif mengikuti pelaksanaan KUPI dari jauh melalui link-link berita maupun informasi yang dikirim oleh teman-temannya yang hadir di Cirebon.

Bagi Atun, KUPI telah memberikan pengakuan terhadap keberadaan ulama perempuan secara institusi. Selama ini, ulama perempuan tidak dianggap terutama di Nusa Tenggara Barat. Masyarakat hanya mengenal “tuan guru” (sebutan untuk ulama laki-laki), sedangkan peran perempuan di dunia dakwah dan keagamaan tidak diakui.

Riwayat Hidup

Sejak kecil Atun sudah mengenyam pendidikan agama. Ia menyelesaikan pendidikan dasarnya di Madrasah Ibtidaiyah Nurul Ilmi, Bima. Setelah lulus dari Madrasah Tsanawiyah Negeri Padolo, Bima, Atun hijrah ke Jombang untuk menuntut ilmu di Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, tepatnya di Pondok Pesantren Putri Al-Lathifiyyah. Atun menyelesaikan gelar strata satu di UIN Sunan Ampel, Surabaya, dengan mengambil jurusan Peradilan Agama, sedangkan strata duanya ditempuh di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta dengan mengambil program studi Hukum Islam Konsentrasi Hukum Keluarga.

Karena sering tidak puas dengan jawabannya sendiri atas pertanyaan-pertanyaan mahasiswa yang datang padanya tentang isu-isu perempuan, atas dukungan beasiswa Fulbright Atun kembali bersekolah untuk mendalami sosiologi hukum dan gender di University of Northern Iowa, USA dengan mengambil jurusan Women’s and Gender Studies. Pada tahun 2017, Atun memperoleh gelar doktor pada program Religion and Society di Western Sydney University.

Atun menikah pada tahun 1999 dengan Dr. Abdul Wahid—kakak kelasnya yang juga dosen di UIN Mataram. Atun dan suaminya punya prinsip bahwa di antara mereka boleh lebih unggul dalam hal karier dan ekonomi, asalkan jaraknya tidak terlalu jauh, seukuran tangan mereka jika diulurkan masih bisa tetap berpegangan. Pada tahun 2021 ini, usia pernikahan Atun dan suaminya telah berumur 22 tahun, dan telah dikaruniai empat orang anak, tiga laki-laki dan satu perempuan.

Sejak tahun 2000 hingga saat ini, Atun mengabdi di UIN Mataram Fakultas Syari’ah, Jurusan Hukum Keluarga. Pada tahun 2017, Atun juga mulai mengajar di Pascasarjana UIN Mataram. Atun banyak mengampu mata kuliah yang terkait dengan isu perempuan, seperti hukum kekerasan dalam rumah tangga dan perlindungan anak. Kegiatan akademis Atun cukup padat. Pada tahun 2014-2015 Atun tercatat sebagai dosen di Western Sydney University, School of Humanities and Art dengan mengampu mata kuliah Islam dan budaya Indonesia. Sejak 2016, Atun menjadi Master Trainer program Elta Australia Awards. Selain itu, sejak 2018, Atun rutin menjadi tim penilai dan pembaca kritis untuk proposal penelitian dosen PTKIN se-Indonesia, juga sebagai interviewer bagi calon penerima beasiswa NTB Gemilang.

Selain beraktivitas di dunia akademik, Atun juga aktif di kegiatan sosial-keagamaan, seperti di Muslimat NU di Provinsi NTB dan MUI NTB. Atun juga terlibat aktif dalam kepengurusan LBH Apik NTB, Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) NTB, dan Rukun Keluarga Bima (RKB).

Tokoh dan Keulamaan Perempuan

Pernikahan monogami ayah dan ibu Atun, dan fakta bahwa kakek dari pihak ibu menjalani pernikahan poligami menghadirkan pengalaman dan kesadaran sedemikian rupa tentang dunia pernikahan dalam diri Atun. Masih segar dalam ingatan Atun bagaimana neneknya berdoa untuk seluruh keturunannya kelak, semoga tak ada anak cucunya yang menjalani pernikahan poligami. Sebab, menurut neneknya, praktik pernikahan poligami tidak mudah dan menyakitkan. Oleh karenanya, syarat tidak menjalani pernikahan poligami juga diajukan oleh ibu Atun kepada seluruh putera-puterinya ketika hendak menikah.

Selain itu, Atun juga pernah menyaksikan secara langsung kekerasan rumah tangga. Ia melihat tetangga rumahnya menjadi korban KDRT. Sang suami melempar istrinya ke selokan rumah lalu kepalanya ditimpuki dengan barang pecah belah.

Dua kejadian di atas begitu membekas dalam ingatan Atun dan menyisakan banyak pertanyaan. Sesuatu yang traumatis bagi Atun, hingga kemudian membuatnya sering bertanya-tanya tentang persoalan pernikahan dan perempuan. Pergolakan batinnya sedikit tercerahkan ketika Atun mulai memasuki dunia kampus. Salah satu dosen perempuannya yang bergelar doktor saat itu menjelaskan dengan apik bagaimana peran gender mempengaruhi seluruh struktur kehidupan manusia dalam bermasyarakat dan mengambil tindakan, tak terkecuali dalam kehidupan rumah tangga. Dari sang dosen, Atun mulai memahami betapa kompleks kehidupan dan persoalan perempuan.

Sejak saat itu, minatnya pada isu perempuan mengantarkan Atun untuk terlibat aktif dalam kerja-kerja pemberdayaan perempuan. Salah satu bentuk kepeduliannya pada perempuan, Atun mendirikan La Rimpu (Sekolah Rintisan Perempuan untuk Perubahan) pada tahun 2019. La Rimpu lahir dari kegelisahan Atun melihat keadaan perempuan di Desa Renda dan Ngali saat sedang melakukan penelitian untuk disertasinya pada tahun 2012. Selepas penelitian itu, hati Atun terus gelisah, ia kemudian berdiskusi dengan suaminya. Atun juga berdiskusi cukup intens dengan koleganya, Ruby Khalifah—Direktur Asian Muslim Action Network (AMAN)—yang telah menginisiasi sekolah perempuan perdamaian di beberapa provinsi di Indonesia.

Sampai saat ini, La Rimpu telah memiliki program “Sekolah Perempuan” di tiga titik—yang rawan konflik—di kabupaten Bima. Agenda khusus dari Sekolah Perempuan adalah menciptakan agen perdamaian dari unit yang paling kecil di masyarakat, yaitu keluarga. Menurut Atun, penyebab banyaknya konflik di NTB karena kurang kuatnya pendidikan di dalam keluarga. Perempuan atau ibu menjadi tumpuan Sekolah Perempuan ini karena mereka memiliki peran yang sangat strategis dan signifikan di dalam keluarga.

Dalam sekolah itu, La Rimpu mempertemukan 30 perempuan dari desa-desa yang berkonflik. Mereka diajak untuk bersama-sama belajar mengelola konflik, pengenalan isu-isu perempuan, dan pemberdayaan.

Menurut Atun, La Rimpu harus berstrategi supaya pesan yang ingin disampaikan bisa diterima dengan baik oleh para perempuan di Sekolah Perempuan. Salah satu strategi yang dilakukan oleh La Rimpu adalah menggunakan kekhasan lokal Bima seperti penggunaan Bahasa daerah. Di Bima ada panggilan yang sama untuk suami maupun istri “dou di uma” (orang yang ada di rumah), panggilan ini melegitimasi bahwa peran domestik bukan hanya tanggung jawab perempuan saja, tetapi juga tanggung jawab laki-laki. Bahasa-bahasa lokal yang sarat dengan pesan kesetaraan ini banyak dipopulerkan kembali oleh La Rimpu. Atun melalui La Rimpu mengenalkan kesadaran gender menggunakan pendekatan antropologi yang lebih sesuai dengan tipe dan kebutuhan masyarakat di Bima.

Ada rasa bahagia yang Atun rasakan ketika kerja-kerja kolektifnya memberikan manfaat bagi masyarakat, dan secara perlahan mampu memberikan alternatif dan mengubah pandangan perempuan lebih terbuka. Kepedulian Atun pada isu perempuan bukan semata-mata karena dirinya perempuan. Namun, menurutnya, isu perempuan tak bisa dipisahkan dari persoalan kemanusiaan. Jika isu perempuan tidak diperhatikan secara khusus, maka akan berimbas kepada isu-isu kemanusiaan lainnya.

Sebagai akademisi dan aktivis, salah satu hal terberat bagi Atun adalah, ketika melihat orang-orang terdekatnya menghadapi masalah, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Misalnya ketika harus berhadapan dengan kolega di kampus atau mahasiswa yang masih memiliki pandangan patriarki. Apalagi jika harus menangani kekerasan seksual—yang pelakunya adalah koleganya sendiri. Kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan seringkali sulit diatasi karena masih banyak yang menormalisasi kekerasan seksual.

Ketika mengalami tantangan atau kesulitan, Atun biasanya berbagi cerita dengan teman teman-teman seperjuangannya, dan KUPI menjadi salah satu ruang bagi Atun untuk kembali mengisi dan memulihkan kembali energinya.

Bagi Atun, KUPI terbilang sukses menyuarakan kembali isu perkawinan anak, kekerasan seksual, dan lingkungan. Fatwa KUPI ini, menurut Atun, sesuai dengan konteks masyarakat saat ini. Fatwa KUPI menjadi semacam legitimasi keagamaan yang membantu Atun dalam menyuarakan isu-isu perempuan kepada kelompok tokoh agama. Atun selalu menggunakan nilai dan metodologi yang dirumuskan di KUPI ke dalam kerja-kerjanya, baik di perguruan tinggi maupun di komunitas atau La Rimpu. Misalnya dalam salah satu modul yang disusun oleh Atun untuk La Rimpu, Atun memasukkan nilai-nilai kesalingan dan konteks lokal NTB. Belum lama ini, Atun juga aktif dalam konsultasi digital KUPI yang diinisiasi oleh AMAN secara daring sebagai moderator di grup yang membahas isu perkawinan anak.

Penghargaan dan Prestasi

Bagi Atun, hal yang paling membahagiakan dirinya adalah ketika suami dan anak-anaknya bisa menginternalisasi nilai-nilai kesetaraan dan kemanusiaan dalam kehidupan mereka, sehingga mereka tumbuh dengan perspektif gender yang sehat dan adil.

Atun selalu ingin mewartakan kepada dunia bahwa perempuan yang aktif secara karir dan kerja-kerja sosial, juga bisa memiliki keluarga yang bahagia dan bermanfaat. Untuk itu, Atun tidak pernah bosan membagikan pencapaian keluarganya di status-status media sosial pribadinya. Tujuan lainnya adalah menginspirasi dan menguatkan banyak perempuan yang juga sedang berjuang untuk isu kemanusiaan sepertinya.

Atun tidak hanya membuktikan pencapaiannya itu di rumah, beberapa penghargaan juga kerap diraih seperti berikut ini:

  1. Women of the Year (Local Government of Bima Regency West Nusa Tenggara, 2018)
  2. Allison Sudrajat Awards (DFAT Australia, 2016)
  3. Best paper at Annual Conference of Islamic Studies (AICIS), (Minister of Religious Affair (Mora) Indonesia, 2013)
  4. International Peace Scholarship from PEO Sisterhood Iowa, USA, 2005

Karya-Karya

Atun melahirkan puluhan buku, jurnal nasional dan internasional, dan esai yang ditulis dan dipublikasikan. Selain tulisan akademis, ia juga aktif menulis di media online seperti Alamtara.co, Alif.id, Arrahim.id. Gagasan Atun yang tertuang dalam karya-karyanya di antaranya isu perempuan, keluarga, dan tidak lupa mengulik konteks lokal NTB. Selain menulis, Atun juga kerap menjadi narasumber, moderator, dan fasilitator dalam kegiatan-kegiatan yang terkait dengan isu gender dan hukum keluarga.

Berikut beberapa karya Atun yang pernah ditulis dan dipublikasikan:

  1. Negosiasi Ruang: Antara Ruang Publik dan Ruang Privat (Negotiation Sphere: Between Public and Private—English Version) (Mataram: Pusat Studi Wanita IAIN Mataram Press, 2007)
  2. Feminisme Muslim dan Feminisme Barat:Meretas Jalan Berbeda? dalam Tim PSW IAIN Mataram: Menolak Subordinasi Menyeimbangkan Relasi (Mataram: IAIN Mataram Press, 2007)
  3. The Social Practice of Mahr among Bimanese Muslims: Negotiating Rules, Bargaining Rules” In Women and Property in Contemporary Islamic Law (EJ Brill: 2018) at https://brill.com/abstract/book/edcoll/9789004386297/BP000003.xml.
  4. Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Perlindungan Anak, (Lombok: Pustaka Lombok, 2020)
  5. Demokratisasi Rumah Tangga: Dari Subyek Menuju Sifat Kepemimpinan, Atun Wardatun dan Abdul Wahid. http://ejournal.uinmalang.ac.id/index.php/egalita/article/view/9100
  6. Women’s Narrative and Local Practices of Muslim Family Law: Exploring Moderateness of Indonesian Islam Atun Wardatun. http://kafaah.org/index.php/kafaah/article/view/290
  7. The Construction of Women’s Image and the Narrative of Nationalism among Face veiled-University Students in West Nusa Tenggara, at https://journal.walisongo.ac.id/index.php/sawwa/article/view/4466
  8. Legitimasi Berlapis dan Negosiasi Dinamis pada pembayaran Perkawinan: Perspektif Pluralisme Hukum dalam Al Ahkam vol 28 no 2, 2018 at http://journal.walisongo.ac.id/index.php/ahkam/article/view/2438
  9. Interpretasi Sosiologis terhadap Hak Ijbar Wali dalam Pernikahan Suku Mbojo, Bima NTB (2018)

Daftar Bacaan Lanjutan

  1. https://alif.id/read/author/awp/
  2. https://arrahim.id/author/aw-m/
  3. https://alamtara.co/author/atun-wardatun/


Penulis : Anis F. Fuadah
Editor : Nor Ismah
Reviewer : Faqihuddin Abdul Kodir