Aktivis Perempuan Dunia Apresiasi Kongres Ulama Perempuan Indonesia
Sejumlah ulama perempuan Indonesia berkumpul di Cirebon untuk menggelar Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). Kongres yang diselenggarakan di Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon ini merupakan KUPI yang pertama.
Sebelumnya, dalam rangkaian KUPI, Kementerian Agama menyelenggarakan 'International Seminar on Womens Ulama' di IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Kegiatan ini diselenggarakan bekerjasama dengan Panitia Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), dan AMAN (The Asian Muslim Action Network).
Ratusan aktivis perempuan dari 15 Negara hadir dalam seminar ini. Mereka berasal dari Afghanistan, Amerika Serikat, Australia, Bangladesh, Belanda, Filipina, India, Malaysia, Nigeria, Kanada, Kenya, Pakistan, Saudi Arabia, Singapura, Thailand, serta para pengasuh pondok dan akademisi dalam negeri.
Tampil sebagai narasumber, Kepala Balitbang dan Diklat Kemenag Abdurrahman Masud (mewakili Menag), Rektor IAIN Syekh Nurjati Sumanta, serta sejumlah aktivis perempuan dari berbagai Negara. Mereka adalah Zainah Anwar (Malaysia), Bushra Qadeem (Pakistan), Hatoon Al-Fasi (Saudi Arabia), Roya Rahmani (Afghanistan), Ulfat Hussein Masibo (Kenya), Rafatu Abdul Hamid (Nigeria), serta Badriyah Fayumi, Siti Ruhaini Dzuhayatin, dan Eka Srimulyani (Indonesia).
Para pembicara umumnya memberikan apresiasi atas penyelenggaaan KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia) ini. Ini merupakan langkah mulia dalam membangun peradaban keumatan dan kemanusiaan yang asasi, papar Zainah Anwar di Cirebon, Selasa (25/04).
Aktivis perempuan asal Malaysia ini memuji keberhasilan Indonesia dalam menyelaraskan sejumlah kebijakan dan akses yang terbuka bagi kalangan perempuan. Dia menilai, tidak ada perlakuan kebijakan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan di Indonesia. Ini perlu diapresiasi setinggi-tingginya, ujarnya.
Bahkan, meski persoalan radikalisasi agama masih ditemukan di Indonesia, namun Zainah Anwar menilai kekokohan Islam Indonesia yang moderat akan mampu meredam masalah itu.
Hal senada disampaikan pembicara lainnya. Secara umum, mereka mengakui keunggulan Indonesia, pada saat di negara mereka masing-masing masih menghadapi sejumlah kendala akses dan ketimpangan baik secara kultural maupun kebijakan-negara antara perempuan dan laki-laki. Mereka berharap ada kesempatan bagi para ulama perempuan di negaranya untuk belajar kepada ulama-ulama perempuan di Indonesia.
Mereka juga berharap semangat atau spirit Islam Indonesia yang memberi ruang terhadap perempuan dan moderasi Islam ala Indonesia dapat dipromosikan dan dikembangkan ke seluruh dunia yang lebih luas.
Info Artikel
Sumber Original | : | Kemenag.go.id |
Penulis | : | Redaksi |
Tanggal Terbit | : | 26 April 2017 |