Otoritas dan Peran Nyai Berbasis Kearifan Lokal di Pedesaan Madura (Studi Peran Kultural-Keagamaan Nyai Nikmah)
Penulis: Tatik Hidayati
Abstrak
Tulisan ini bermaksud menjelaskan otoritas nyai yang berdampak pada peran nyai di pedesaan Madura. Masyarakat desa dengan akses yang terbatas, mulai dari persoalan pendidikan, sosial, ekonomi termasuk politik. Kondisi tersebut menjadikan kehadiran nyai menjadi penting bagi masyarakat desa, terutama pada kalangan perempuan. Terlebih masyarakat pedesaan di Madura mempunyai budaya yang kuat tumbuh dan berkembang. Tradisi ini membuat masyarakat menjadi entitas yang di satukan oleh sebuah nilai yang dijaga bersama diantara anggota masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh di desa Prancak atau desa tembakau, maka penelitian ini menemukan seorang nyai yang mempunyai peran secara budaya dengan kemampuan membuat syiir bahasa Madura dalam huruf pegon, sebagai sarana berdakwah kepada masyarakat. Melalui metode depth interview, yang didukung dengan observasi dan dokumen-dokumen sebagai hasil karya nyai, maka data tersebut dilakukan proses analisis secara kualitatif dengan melakukan interpretasi data. Sehingga penelitian ini mendapatkan penjelasan bahwa berdasarkan otoritas keagamaan yang dimiliki nyai yang di kombinasikan dengan kemampuan membuat syiir menjadikan nyai menjalankan peran secara kultural-keagamaan. Secara umum ada tiga nilai yang terdapat syiir yang di bawakan nyai Nikmah: (1) Ajakan untuk menjauhi akhlak yang tercela berkaitan relasi sosial masyarakat, (2) Ajakan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah, (3) motivasi dan ajaran kepada perempuan untuk maju dan berpendidikan. Dengan motode tersebut berdampak pada: pertama, menguatnya kohesi sosial karena melalui pembacaan syiir bahasa Madura yang dilakukan oleh Nyai Nikmah, disaat terdapat konflik atau perpecahan masyarakat akibat pemilihan kepala desa dapat di satukan dengan kesamaan selera mereka dalam berbudaya melalui syair (teste of culture), pada kontek ini nilai-nilai agama yang di balut budaya syiir dapat menjadikan rekonsiliasi, nuansa hiburan, tenang atau merasa damai, bahkan memunculkan social-identity. Kedua: Gender equality : pengakuan terhadap otoritas yang didasarkan kemampuan Nyai Nikmah menjadikan relasi yang sebelumnya membatasi gerak nyai yang hanya ada diwilayah kaum perempuan, terbuka atau masyarakat menerima kehadirannya termasuk pada jamaah laki-laki. Ketiga, proses transfer nilai yang efektif terhadap masyarakat, karena bahasa yang di gunakan dekat dengan keseharian masyarakat sehingga mudah diterima.