Danial
Danial | |
---|---|
Aktivitas Utama |
|
Karya Utama |
|
Danial lahir di Dayah Mesjid, pada tanggal 26 Februari 1976. Ia menjabat sebagai rektor di Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe periode 2021-2025.
Danial memiliki perhatian berkaitan dengan perlunya kampus mendesain bangunan yang sensitif disabilitas, perempuan, dan anak. Kampus bisa menyediakan sarana dan prasarana yang friendly. Ia juga ingin memperkuat Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) di kampusnya karena sudah 20 tahun belum pernah ada. Ia meminta semua jajaran turun ke Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) agar memberi perhatian khusus untuk PSGA. Ia menghendaki adanya riset tentang gender, mengajak dan mengarahkan mereka untuk melakukan silaturahmi dengan tokoh-tokoh di bidang gender, termasuk dengan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Flower Aceh, Balai Syura, Ibu Lies Marcoess, Ibu Sandra Hamid, dan yang lainnya.
Riwayat Hidup
Ayah Danial bernama Murdani dan ibunya bernama Nurhayati. Pendidikan dasar Danial dihabiskan di Madrasah Ibtidaiyyah Negeri (MIN) Pulosiron tahun 1987. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan menengahnya di MTsN Matang Glumpang Dua tahun 1990, dan Madrasah Aliyah Negeri Program Khusus (MANPK) Banda Aceh, tahun 1993.
Pada tahun 1998 Danial memutuskan hijrah ke Yogyakarta, melanjutkan pendidikan S1-nya di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga pada fakultas Syariah program studi Perbandingan Mazhab. Usai menamatkan kesarjanaannya, ibunya bersikeras meminta Danial untuk kembali ke kampung halaman. Ia dibuat gamang sebab ia mendapat banyak tawaran dari dosen pembimbingnya untuk mengajar di kampus almamaternya itu. Namun, ia sadar bahwa keinginan kuat sang ibu pastilah menyimpan alasan yang berdampak baik ke depannya.
Danial lalu melanjutkan studi S2 di IAIN Ar-Raniry Banda Aceh (2008). Pada tahun 2015 ia kembali ke Yogyakarta untuk meneruskan studi S3 di Universitas Gajah Mada, dengan konsentrasi Agama dan Lintas Budaya, Minat Kajian Timur Tengah.
Laki-laki yang mempersunting Sri Afrianti menjadi istrinya ini memiliki ketertarikan mendalam pada berbagai bidang keilmuan, tak terkecuali pada isu-isu perempuan. Ia menegaskan, “Saat bicara isu perempuan, jangan dianggap memberikan hak istimewa. Justru hak-hak mendasar yang seharusnya dimiliki dan diperoleh perempuan, selama ini malah tidak diberikan. Sudah saatnya Negara, masyarakat, siapa pun itu, mengembalikan hak-hak dasar mereka yang selama ini dirampas dan diabaikan.”
Danial memiliki 6 saudara, yang satu di antaranya adalah perempuan. Ibunya seorang guru SD, sementara sang ayah sehari-hari berprofesi sebagai kuli bangunan. Terbiasa hidup dengan banyak saudara, membuat orangtuanya mendidik Danial untuk saling peduli, kompak, dan melindungi adik. Terutama kepada adik perempuan satu-satunya. Ikatan persaudaraan yang dekat tersebut terbina dengan sangat baik hingga kini.
Orangtua Danial sangat menekankan kebiasaan untuk bermusyawarah. Misalnya saat akan menentukan sekolah lanjutan. Keduanya kerap menanyakan ke mana anak-anaknya akan melanjutkan sekolah. Selain musyawarah, menanamkan disiplin, hormat kepada yang lebih tua, dan mencintai dan peduli pada yang lebih muda, juga begitu kuat ditanamkan kepada Danial dan saudara-saudaranya.
Ayah-Ibu Danial tidak pernah memukul bila anak-anaknya berbuat salah. Mereka sering menasihati dengan bahasa-bahasa kiasan dan tidak langsung. Biasanya hanya memberikan tamsil, perumpamaan dan kisa-kisah. Ini dimaksudkan agar Danial bisa menangkap hikmah dari peristiwa yang dilaluinya. Namun yang paling membekas adalah ajaran orangtuanya untuk melakukan tabayyun bila ada informasi datang. Informasi apa pun harus diterima dari berbagai sisi, dan tidak boleh menghakimi.
Tanpa menafikan peran ayah, sosok ibu di mata Danial memiliki tempat yang sangat khusus. Ia begitu berjasa dan memiliki andil sangat besar bagi hidup Danial. Ibunya seorang anak tunggal yang tumbuh dengan pribadi yang sangat mandiri. Bahkan meski repot mengurus Danial dan adik-adik, sang ibu juga telaten merawat kakek/datuk yang juga ikut tinggal bersama mereka. Sementara ayah Danial lebih banyak merantau dan menghabiskan waktu di luar rumah. Walaupun, secara periodik ibunya suka mengajak Danial bersaudara mengunjungi sang ayah di tempat kerjanya. Kadang di Aceh Timur, Banda Aceh, Takengon, atau di tempat-tempat lain. Tidak menentu. Sebab di mana ada peluang pekerjaan, di situlah sang ayah akan berlabuh. Karenanya bisa dikatakan prosentase kehadiran ayah Danial hanya 70-80 % saja.
Kehidupan yang sederhana dengan tanggung jawab yang besar dijalani ibunya dengan penuh dedikasi. Sejak pukul 3 pagi ia sudah bangun untuk membuat kue. Kue-kue tersebut setiap pukul 6 pagi diantar Danial dan saudara-saudaranya ke warung-warung kopi. Letih ataupun tidak, upaya demikian mesti dijalani karena ibu Danial tak bisa mengandalkan gajinya yang seorang guru PNS yang pas-pasan. Ia menjalani semua itu dengan ikhlas sampai anak-anaknya berkuliah. Begitu Danial sudah memiliki pekerjaan, ia langsung meminta kedua orangtuanya untuk beristirahat total dan tidak lagi bekerja. Sepenuhnya, Danial bersaudara mengambil alih beban hidup yang selama ini ditanggung kedua orangtua mereka.
Yogyakarta memiliki ruang tersendiri dan spesial bagi Danial. Dari sanalah ia menemukan begitu banyak ceruk pengetahuan yang tiada habis ia gali. Bahkan Yogya pula yang membuka lebar cakrawala berpikir Danial hingga sekarang ini. Selama di sana, ia tidak pernah pulang kecuali saat adik bungsunya meninggal. Ibunya benar-benar ingin Danial kembali. Danial tidak bisa menolak. Namun, ia pun merasa sedih karena tidak bisa meluluskan keinginan dosen-dosennya dan beberapa pejabat di IAIN Yogyakarta yang menginginkan Danial untuk tetap di Yogyakarta. Mereka senang Danial menjadi satu-satunya orang yang lulus dengan predikat cum laude di jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum kala itu. Bahkan Danial pun sempat ditawari menjadi dosen di almamaternya.
Selain berkuliah formal di kampus, Danial memiliki kebiasaan mengunjungi para profesor dan doktor. Setidaknya ada 300 profesor dan doktor yang sudah ia kunjungi untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan baru yang tidak ia dapatkan di bangku formal perkuliahan. Salah satu yang berjasa membentuk perspektif Danial adalah Prof. Dr Teuku Ya’qub MD, mantan rektor UGM, orang Aceh yang sudah tinggal lama di Yogyakarta.
Danial masih ingat betul petuah sang profesor yang ia yakini dan amalkan hingga detik ini. “Belajarlah 5 ilmu lain. Karena kalau tidak, ilmu Anda akan keras seperti besi.” Kalimat tersebut seperti melecut Danial untuk menggali lebih banyak lagi pengetahuan. Karenanya pada tahun ,1993 ia pernah mendaftar kuliah ilmu sosiologi dan politik. Bilamana libur semester tiba dan teman-teman seperantauan pulang, Danial lebih memilih datang ke kampus lain untuk belajar. Lalu pada tahun berikutnya ia belajar antropologi dan budaya, sastra dan seni, bahkan pernah juga mempelajari ilmu eksak, tepatnya di kesehatan masyarakat.
Terbukanya cara berpikir Danial terhadap berbagai hal dikarenakan ia meyakini bahwa dalam menerima informasi harus disikapi dengan dua cara. Pertama, anggap saja positif sebelum terbukti negatif. Kedua, anggap negatif sebelum terbukti positif. Dengan begitu, Danial sangat terbantu menekan pergolakan batin, baik yang datang dari dirinya pribadi maupun di yang disebabkan dari lingkungan masyarakat.
Danial mengilustrasikan kondisi tersebut seperti orang yang baru bertemu orang yang baru dikenal. Jangan pernah menganggapnya orang jahat. Anggap saja baik, sampai ia terbukti jahat. Demikian pula dengan ide, gagasan, wacana pemikiran. Sampai terbukti dia tidak mampu memecahkan masalah, baru dianggap hal tersebut adalah ide yang lemah. Sebaliknya, selama itu mampu memecahkan masalah dan tidak dianggap anomali, pasti adalah ide yang bagus.
Tokoh dan Keulamaan Perempuan
Sewaktu bersekolah MAN-PK Banda Aceh, Danial sudah dikenalkan dengan pluralitas pemikiran secara formal. Tepatnya saat ia mempelajari kitab Bidayatul Mujtahid. Ia menjumpai tradisi berpikir para ulama yang terbiasa menggelontorkan banyak ide dan pendapat. Cara berpikir yang terbuka ini juga mengetuk rasa penasaran Danial untuk mengupas tema Pendidikan Seks dalam Islam, dalam tugas karya tulisnya menjelang lulus Aliyah. Guru-gurunya sebetulnya terkejut meski tidak menampakkan. Mereka mencoba mengalihkan dan mengarahkan Danial ke judul lain. Namun, Danial tetap berkeras hati pada keputusannya semula.
Lalu ketika di Yogyakarta, saat Danial hendak merampungkan studi S1, ia memilih tema Hak-Hak Politik Perempuan dalam Pandangan Syekh Abu Syiah Kuala. Sejak itu, ia menggali banyak literatur dan penelitian tentang perempuan. Saat membicarakan syarat-syarat menjadi hakim, dalam kitab karangannya, Miiratut Thullab, Syekh tidak mensyaratkan dzakar/laki-laki sebagai syarat. Bahkan pada saat itu, perempuan menjadi ratunya, terlepas karena alasan politis ataupun tidak.
Danial juga berkenalan dengan banyak literatur tentang gender baik yang lokal maupun dari luar Indonesia. Ia membaca karya-karya Ashgar Ali Engineer, Fatima Mernissi, Rifat Hassan, Amina Wadud, Amin Qosim, Sachiko Murata, Naomi, sampai Ratna Megawangi. Begitupun karya-karya yang kontra dengan mereka.
Danial juga terbilang sering mengikuti training gender, yang saat itu ia dapatkan dari seniornya, Mansour Fakih. Ia juga mengenal isu gender dari Nursyahbani Katjasungkana, Ruhaini Dzuhayatin dan Irwan Abdullah, yang pernah menulis Sangkan Paran Gender atau Naomi dengan Geger Gender-nya. Dari sana, pengetahuan dan minat Danial pada isu perempuan semakin kuat.
Menurut Danial, sayangnya pemahaman pada wacana gender saat itu masih bersifat teologis dan sosiologis, sementara manusia punya ribuan dimensi. Oleh karena itu, Danial ingin melihat perempuan secara psikologis, politis, antropologis, bahkan sufistik. Buku The Tao of Islam karya Sachiko Murata yang tebalnya sekitar 400 halaman adalah buku yang paling Danial gandrungi. Sang penulis berhasil memancing rasa penasaran Danial untuk mencari tahu dengan mengikuti bedah buku sampai di tiga tempat. “Buku itu saya baca sampai koyak dan saya beri garis. Dan setiap ide-ide pokok, saya beri tinta merah. Setiap definisi, istilah, tempat dan tahun, saya kasih tinta hitam.” Sachiko Murata di mata Danial memberikan perspektif baru yang monoton dengan pendekatan sufistik berbasis referensi ahli tasawuf, seperti Ibnu Arabi dan Al-Ghazali.
Pengetahuan tentang isu perempuan yang cukup kuat ini pada gilirannya membantu Danial merumuskan kebijakan kampus yang ia pimpin untuk lebih sensitif gender. Ia adalah orang yang percaya untuk mengamalkan apa yang dipikirkan. Karenanya bila kemudian Danial menggunakan perspektif gender saat memilih pejabat-pejabat yang ia angkat, tak lain hal itu adalah bentuk tanggung jawab terhadap sesuatu yang ia yakini.
Di luar kampus, Danial mengasuh forum kajian untuk masyarakat, yang jamaahnya adalah pasangan suami-istri. Ia senantiasa menyisipkan konsep tentang egalitarianisme bahwa perempuan bukanlah pendamping hidup, melainkan pasangan hidup. Danial mengatakan itu kepada jamaahnya bahwa pasangan ibarat sepatu kiri dan kanan. Ukurannya sama, hanya beda lengkungan saja. Dan sejatinya perbedaan tersebut dikarenakan fitrah, bukan pada konteks sosial, menyusui, melahirkan, mengandung, dan seterusnya.
Sehari-hari Danial juga kerap menerima aduan dari masyarakat, baik dari lingkungan kampus, jamaah pengajiannya, bahkan saat ia menjabat sebagai Kepala KUA sebelum ia masuk di lingkungan kampus. Mereka yang datang mengungkapkan problem dan minta pandangan Danial atas persoalan yang menimpa, terutama kasus kekerasan seksual. Tentu saja bila sifatnya klinis, Danial akan menyarankan ke psikiater.
Sayangnya cara pandang Danial yang terbilang berani di tengah kuatnya pandangan konservatif di masyarakat, membuatnya dilabeli Jamaah Islam Liberal (JIL). Dalam sebuah ceramah maulid, Danial secara lugas mengatakan bahwa selama ini banyak ayat dan hadits yang disembunyikan untuk perempuan. Misalnya, tentang menyusui, mencuci pakaian di mana hal itu sebenarnya tugas seorang suami, sebab mereka menanggung nafkah sandang, pangan, dan papan. Rupanya hal itu membuat laki-laki jadi terganggu. Peristiwa tersebut bahkan sempat menjadi headline media lokal yang menulis tentang bahaya firqah dhalalah.
Danial bahkan pernah diboikot di beberapa masjid, sampai hari ini. Ia tidak diundang khutbah, mengisi pengajian, apalagi dilibatkan di acara-acara masjid tersebut. Beberapa ormas juga begitu. Untunglah jumlahnya sangat sedikit dan lama-kelamaan kesadaran masyarakat untuk tak mudah termakan pemahaman konservatif, juga semakin meningkat.
Oleh karena itu menurut Danial, penting bagi siapa pun untuk mempertimbangkan antropologi orang Aceh dan agama (pemahaman) orang Aceh dalam melakukan kerja-kerja kemasyarakatan maupun dakwah. Bila istilah gender masih memancing resistensi, maka cukup sisipkan konsep kesetaraan gender dalam Fikih Munakahat, misalnya. Bila tidak bisa to the point, maka perlu lakukan tahap demi tahap, sehingga bila pemahamannya berubah, ke depannya bisa diajak untuk bergerak.
Penghargaan
Daniel mendapatkan banyak penghargaan, antara lain:
- Top 50 Pemimpin Pembawa Perubahan Indonesia 2020 kategori Pemimpin Perubahan Inspiratif dan Inovatif Indonesia Bidang Pendidikan 2020, oleh 7Sky Media, 31 Januari 2020.
- Winner Award in Excellence 2020 kategori Excellence in Quality Education of The Year 2020, oleh Indonesia Development Achievement Foundation and Venna Event Management, 28 Februari 2020.
- The Most Inspiring Leaders of Change and Education Figure of the Year, oleh Indonesia Achievement Center, Jakarta 13 Maret 2020.
- Indonesia Most Admired Leaders Award 2020 kategori Outstanding Figure and Inspiring Leader of the Year 2020 oleh Indonesia Development Achievement Foundation and Venna Event Management, 03 April 2020.
- Piagam Tanda Kehormatan Presiden Republik Indonesia Satyalancana Karya Satya X Tahun, 2019.
- Dosen Berprestasi Nasional Kementerian Agama Republik Indonesia, 2006
- 5 (lima) Lulusan Sarjana Terbaik IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1998.
Karya-Karya
Kecintaan Danial pada membaca dan mengoleksi buku membuatnya terlatih untuk menghasilkan banyak sekali karya tulis dan sudah tersebar luas. Namun secara khusus ia juga menulis tentang isu perempuan, antara lain:
- Diskriminasi terhadap Perempuan di Pemerintahan; Studi Kasus Provinsi Aceh, Penelitian Kompetitif Diktis Kementerian Agama R.I., (2013).
- Efektivitas Penegak Hukum dalam Qanun No. 14/ 2003 tentang Khalwat dan Qanun Hasil Revisi tentang Khalwat dan Ikhtilath, Jurnal Syir’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Terakreditasi Nasional, (2011).
- Pelaksanaan Syari’at Islam dan Perlindungan HAM, Jurnal Al-Manahij STAIN Purwokerto, Terakreditasi Nasional, (2011).
- Efektifitas ’Uqubat dalam Qanun No. 14/ 2003 tentang Khalwat, Jurnal Penelitian KeIslaman, IAIN Mataram NTB, Terakreditasi Nasional, (2010).
- Penerapan Prinsip Kesetaraan Gender dalam Kebijakan Pemerintah Maroko, 2008.
- Pelaksanaan Syari’at Islam dan Kekerasan di NAD, dipresentasikan pada Annual Conference Kontribusi Ilmu-ilmu KeIslaman dalam Memecahkan Problem Problem Kemanusiaan, Kementerian Agama R.I., Pekan Baru, 2007.
- Konflik Aceh dan Upaya Penyelesaiannya, Serambi Indonesia (2001), Syari’at Islam dan Kekerasan terhadap Perempuan (2006).
Daftar Bacaan Lanjutan
- https://serambiwiki.tribunnews.com/2021/03/03/kisah-danial-dari-karier-kepala-kua-lalu-direktur-pascasarjana-sekarang-rektor-iain-lhokseumawe?page=all
- http://diktis.kemenag.go.id/v1/berita/iain-lhokseumawe-bebaskan-ukt-mahasiswa-yang-orangtuanya-wafat-terdampak-covid-19
- https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/34695/t/Komisi+VIII+Apresiasi+UIN+Ar-Raniry+dan+IAIN+Lhokseumawe+Bantu+Mahasiswa+Terdampak+Covid-19
Penulis | : | Sari Narulita |
Editor | : | Nor Ismah |
Reviewer | : | Faqihuddin Abdul Kodir |