Eka Srimulyani

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Eka Srimulyani
Tempat, Tgl. LahirLatong, 19 Fabruari 1977
Aktivitas Utama
  • Akademisi dan Guru Besar Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh
  • Anggota Majelis Pendidikan Aceh (MPA)
  • Tenaga ahli di Bapeda, Tim Pemeriksa Daerah untuk DKPP Provinsi Aceh (berakhir bulan April 2021)
  • Gender Specialist, dan peneliti di International Center for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS)
Karya Utama
  • Penulis buku Berjuang untuk Seimbang (2020)
  • Tiga entry untuk Encyclopaedia of Islam terbitan E.J. Brill Leiden
  • Women from Traditional Islamic Education Institutions in Indonesia: Negotiating Public Space (2012)

Data Diri

Eka Srimulyani lahir di Latong pada 19 Februari 1977. Ia mengabdi sebagai dosen di almamaternya, UIN Ar-Raniry Aceh. Pada awal tahun 2015, Eka yang mengajar di Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh ini berhasil meraih gelar profesor, suatu jabatan tertinggi dalam dunia akademik. Di Aceh, Eka aktif terlibat dalam berbagai riset dan kerja-kerja pengabdian pada masyarakat lewat berbagai forum dan kegiatan yang ada. Sementara itu pada penyelenggaraan KUPI yang pertama di Pesantren Kebon Jambu, Cirebon, ia menjadi salah satu narasumber pada International Conference satu panel bersama Siti Ruhaini Dzuhayatin dan duta besar Afganistan untuk Indonesia.

Riwayat Hidup

Eka Srimulyani lahir dan bertumbuh di lingkungan keluarga yang tidak membedakan antara anak perempuan dan laki-laki, termasuk dalam hal akses pendidikan. Ia menuntaskan pendidikan menengahnya pada usia 15 tahun kemudian melanjutkan pendidikan sarjana dan menyelesaikannya saat ia berusia 19 tahun. Pendidikan sarjana yang ditempuhnya adalah pada Prodi Pendidikan Bahasa Arab, IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Ketika ditanya bagaimana ia bisa menyandang gelar sarjana pada usia yang relatif muda, Eka hanya tersenyum dan berujar bahwa ia tidak pernah merencanakan atau mencita-citakan hal demikian. Hanya saja waktu itu, berbekal dorongan dari kepala sekolah dan restu orang tua, ia menapaki berbagai proses hingga akhirnya sampai pada pilihan-pilihan hidup yang terus dijalaninya sampai hari ini.

Eka kemudian melanjutkan pendidikan magister (S2) dalam bidang Islamic Studies, di Leiden University Belanda, dan meraih gelar master setelah meneliti Reformasi Pembaharuan Pemikirian Pendidikan Islam lewat kajian tentang pemikiran salah satu tokoh pembaharu pendidikan Islam di Indonesia. Adapun pendidikan doktoral ia tempuh di Sydney, Australia, dalam bidang International Studies (Asia-Pasific Studies). Bidang kajian ini menurutnya masih sering dipahami sebagai international relation (hubungan internasional), padahal international studies adalah kajian berbagai bangsa dari perspektif sosial dan budaya secara umum, bukan hanya politik atau diplomasi seperti international relation (hubungan internasional).

Karya penelitian disertasi Eka mengenai ibu nyai dan pesantren kemudian diterbitkan beberapa bagiannya di beberapa buku dan jurnal sementara versi lengkapnya diterbitkan oleh University Amsterdam Press Berjudul Woman from Traditional Islamic Educational Institutions in Indonesia: Negotiating Public Space. Selanjutnya, Eka mengikuti fellowship postdoctoral-nya dengan berafiliasi di International Institutes for Asian Studies (IIAS) Leiden University tahun 2012. Temuan dalam riset postdoctoral Eka telah diseminarkan di berbagai konferensi dan seminar, baik di dalam negeri maupun mancanegara.

Selain sebagai dosen, Eka juga aktif di berbagai organisasi. Ia menyadari bahwa pilihannya ini bukanlah hal yang mudah sebab jika scope-nya masih antara rumah dan kampus, Eka menilai bahwa kondisinya masih manageable. Namun ketika ada aktivitas lain maka dibutuhkan pembagian kerja dan peran yang lebih detail lagi. Dukungan keluarga didapatkan Eka tidak hanya dari orang tua yang membesarkannya, tetapi juga dari pasangan. Baginya, dukungan penuh dari pasangan sangat membantunya untuk menjalani berbagai aktivitas. Terutama dukungan dalam pembagian kerja domestik karena di lingkungan tempat tinggalnya, cukup susah mendapatkan asisten rumah tangga. Menurutnya, untuk menciptakan keseimbangan dengan pasangan, membangun kerja sama dan komunikasi yang sehat merupakan aspek yang tidak bisa ditinggalkan.

Melalui kerja sama dan komunikasi, menurut Eka, akan muncul adaptasi-adaptasi yang membantu Eka dan suaminya menemukan strategi-strategi dalam menghadapi situasi. Bagi Eka, tidak ada posisi superior atau inferior di dalam keluarga, sebab relasi yang dibangun berdasarkan prinsip kesetaraan demi membangun sinergi akan menjadi sumber kekuatan di dalamnya. Eka yang melahirkan anak pertamanya di Australia semasa studi S-3nya berujar bahwa dua anaknya terbiasa mendapati pemandangan ketika sang ayah secara bersama-sama berbagi tugas dalam melakukan kerja-kerja domestik. Oleh karena itu, keputusan untuk menikah dan menemukan pasangan yang tepat adalah hal yang sangat membahagiakan dan menjadi penguat untuk bisa berbuat yang lebih lagi kepada masyarakat.

Sepanjang berkarir di Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Eka pernah diamanahi berbagai jabatan. Beberapa di antaranya adalah ketua prodi, wakil kepala pusat penelitian, wakil direktur pascasarjana, kepala pusat penelitian, dan dekan Fakultas Psikologi. Ketika menjabat posisi yang terakhir, pada tahun 2019, Eka mendapat kesempatan sabbatical leave ke Korea sehingga ia memutuskan mundur dari jabatan tersebut karena akan meninggalkan tanah air dalam waktu yang tidak sebentar. Tidak lama setelah Eka mengundurkan diri, ratusan mahasiswa dari Fakultas Psikologi berdemonstrasi menolak keputusan tersebut. Demonstrasi itu diwarnai tangisan mahasiswa, terutama ketika Eka datang menjumpai mereka di lokasi. Surat kabar terkemuka di Aceh, Serambi Indonesia kemudian memuat berita yang menjadi headline dengan judul “Mahasiswa Tangisi Prof. Eka”, dan Serambinews memuat wawancara eksklusif dengan Eka mengenai peristiwa ini[1].

Di luar kampus, Eka menjadi anggota Majelis Pendidikan Aceh (MPA) dan tenaga ahli di Bappeda setempat. Selain itu, ia juga pernah menjadi Tim Pemeriksa Daerah untuk DKPP Provinsi Aceh yang baru saja berakhir bulan April 2021. Pasca Tsunami Aceh, ia terlibat dalam sebuah proyek yang didanai oleh AusAid, LOGICA (Local Government and Infrastructure for Communities in Aceh) dalam bidang kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Dia juga menjadi salah seorang pembina di Forum Bangun Aceh (FBA) yang bergerak di bidang pendidikan dan pemberdayaan ekonomi mikro dan akhir-akhir ini fokus pada isu disabilitas, termasuk permberdayaan ekonomi kelompok marginal tersebut.

Sebagian kegiatan Eka di luar kampus masih berkaitan dengan lingkup akademik, seperti keterlibatannya sebagai peneliti di International Center for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS). ICAIOS merupakan pusat studi milik tiga kampus di Aceh yang berkolaborasi dengan para peneliti di luar negeri. Di antara beragam aktivitas dan kesibukannya, Eka mengaku lebih menikmati sebagai seorang scholar atau peneliti dibanding menjadi pejabat. “Jika disuruh memilih antara jabatan dan ilmu pengetahuan, saya pasti memilih ilmu pengetahuan,” ucapnya disertai senyum. Meski demikian, Eka juga menyadari bahwa terkadang ia tak bisa menghindari amanah jabatan karena itu bagian dari tridharma Perguruan Tinggi dan tanggung jawab sosial lainnya.

Tokoh dan Keulamaan Perempuan

Perempuan yang telah mempublikasikan banyak riset ini mengaku terlalu berlebihan jika dirinya disebut sebagai ulama perempuan. Ia hanya menjalankan prinsipnya untuk terus bermanfaat bagi orang lain dengan beraktivitas baik di lingkup akademik maupun non-akademik. Ia bersyukur, selama ini ia tidak menemukan kesulitan atau hambatan, misalnya, berkaitan dengan pandangan sebelah mata masyarakat atas kemampuan dan kapasitasnya sebagai perempuan.

Eka adalah seorang long life learner. Meski sudah menjadi seorang profesor, ia merasa masih banyak hal yang harus dipelajari. “Hal-hal kecil sering terlupakan ketika kita terlalu fokus pada hal besar,” ucapnya. Belajar menurutnya bisa dilakukan di mana saja dan dari siapa saja, termasuk dari mahasiswa. Baginya, dialektika dan prosesnya bersama mahasiswa juga merupakan pelajaran berharga. Cara mahasiswa membangun kerja sama dan membentuk komunitas serta tim yang solid menurutnya adalah hal yang sepatutnya tidak dilewatkan. “Ketika ada kesempatan secara intensif mempelajari sesuatu, itu adalah kesempatan berharga,” ucapnya.

Kedekatan Eka dengan mahasiswanya tampak dari sikapnya yang terbuka dan down to earth. Ia kerap kali menerima kunjungan mahasiswa maupun alumni di kediaman maupun kantornya untuk sekadar silaturrahmi hingga sharing beberapa hal. Selain itu, untuk membagi pengetahuan dan pengalamannya, Eka juga menjadi pembina di komunitas mahasiswa yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial dan budaya Ia juga sering melakukan perjalanan ke luar negeri untuk berkolaborasi dengan berbagai kampus dan organisasi. Pada tahun 2015, ia menjadi visiting scholar di University of Melbourne dan dua tahun setelahnya, ia mengikuti research fellowship singkat di NTU Singapura.

Berbagai prestasi dan capaian Eka ini telah menjadi blueprint ideal bagi dua puterinya. Menurutnya, kedua puterinya mulai membangun mimpi-mimpi yang kelak ingin mereka wujudkan tanpa harus merasa terganggu atau bahkan terde-motivasi karena mereka adalah perempuan. Sejauh ini kedua puterinya tidak fokus pada limitasi, tetapi justru pada kesempatan-kesempatan untuk mewujudkan keinginan-keinginan mereka di masa depan.

Kiprahnya dalam beberapa bidang, khususnya pendidikan, juga menjadikannya sebagai salah satu tokoh yang ditulis oleh seorang tokoh muda dayah, Abdul Hamid, dalam bukunya yang berjudul Tokoh-Tokoh yang Mencengangkanku. Di dalam buku tersebut, sosok Eka dibahas bersama dengan beberapa tokoh lainnya dari Aceh dan Indonesia serta beberapa sosok ulama dari Mesir.

Penghargaan dan Prestasi

Eka menjadi finalis Australia Alumni Award pada tahun 2012 untuk kategori riset dan inovasi[2]. Tidak hanya itu, di lingkup akademik, ia berulang kali memenangkan hibah Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN)[3]. Pada tahun 2018, penelitiannya yang berjudul Dinamika Family Well Being dan Pendampingan Psikologis pada Perempuan Korban Pelecehan dan Kekerasan Seksual di Aceh menerima hibah Penelitian Transformatif/Pengabdian Berbasis Riset (BPMPT-PTBR) Pusat. Sementara itu, pada tahun 2019, melalui riset yang berjudul Indonesian Muslim Diaspora in Contemporary South Korea: Minority, Social Identity, and Cultural Contestation membawanya untuk melakukan sabbatical leave ke Korea. Sebelumnya, Eka sempat menjadi visiting scholar/fellow di Universitas Melbourne Australia, Nanjang Technological University, Singapura dan So-Gang University, Korea Selatan. Eka juga menulis tiga entry untuk Encyclopaedia of Islam terbitan E.J. Brill Leiden, Belanda, baik sebagai penulis tunggal maupun kolaborasi (co-authorship).

Karya-Karya

Eka menulis buku motivasi yang berjudul Berjuang untuk Seimbang. Buku ini mengupas bagaimana seorang perempuan memposisikan diri sebagai seorang ibu dan istri dan di saat yang bersamaan juga menjadi perempuan yang bekerja. Eka menulis bukunya dengan pendekatan autoetnografi, yakni mengaitkan pengalaman pribadi dengan konteks di luar diri, yakni dengan aspek sosial, budaya, dan politik lokal. Seperti dikutip dari kumparan.com, Eka menyebutkan bahwa ketika dihadapkan pada pilihan antara keluarga atau karir, beberapa perempuan lebih memilih keluarga dibandingkan dengan karir[4]. Buku tersebut diluncurkan secara daring melalui Zoom dan disiarkan langsung melalui youtube Labpsa dari kantor ICAIOS Banda Aceh[5]. Buku-Buku akademik Eka sebelumnya berasal dari tesis dan disertasinya. Karya disertasinya mengenai Nyai dari pesantren diterbitan oleh University of Amsterdam Press, Belanda, pada tahun 2012.

Selama masa pandemi, karena proses pembelajaran daring, Eka akhirnya beradaptasi dengan teknologi. Selain merekam beberapa proses pembelajaran, melalui akun youtubenya, dia juga mengunggah beberapa video yang memberi solusi praktis untuk beberapa persoalan akademik dalam kehidupan civitas akademika, termasuk mahasiswa, bahkan juga untuk kalangan umum. Ia mengatakan bahwa pandemi harusnya justru menaikkan skala produktivitas dan bukan malah sebaliknya.

Daftar Bacaan Lanjutan

Referensi


Penulis : - Riyana Rizki Yuliatin
- Masyithah Mirza
Editor : Nor Ismah
Reviewer : Faqihuddin Abdul Kodir