Hindun Anisah

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Hindun Anisah, MA
Hindun Anisah.jpeg
Tempat, Tgl. LahirYogyakarta, 2 Mei 1974
Aktivitas Utama
  • Pengasuh Pondok Pesantren Hasyim Asyari, Bangsri Jepara, Ketua JP3M (Jam’iyyah Perempuan Pengasuh Pesantren & Muballighoh) Kab. Jepara tahun 2018-sekarang
Karya Utama
  • Posisi Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia, LKiS Yogyakarta, 2005

Hindun Anisah atau biasa dipanggil Neng Hindun, lahir di Yogyakarta 2-Mei 1974. Neng Hindun merupakan salah satu pengasuh pondok pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara. Selain itu, ia menjabat Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan RI dan pada tahun 2010 hingga sekarang Neng Hindun dipercaya menjadi Ketua Yayasan Semai (sekolah inklusif).

Persinggungan Neng Hindun dengan Kongres Ulama Perempuan Indonesia dimulai dengan keterlibatannya dalam program P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat) untuk orang-orang pesantren dan aktivis, dan kemudian dengan Rahima.  Dalam pelaksanaan KUPI 2017, Neng Hindun menjadi sekretaris Steering Committee (SC) KUPI.

Riwayat Hidup

Neng Hindun merupakan anak tunggal dari ayah (Alm) H.M. Nasih Hamid putera KH. Hamid Pasuruan dan Nyai Hj. Durroh Nafisah Ali, puteri KH. Ali Maksum yang saat ini menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Puteri Kompleks Hindun Anisah Krapyak Yogyakarta. Ia menikah dengan KH. Nuruddin Amin Pengasuh Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara dan telah dikaruniai lima orang putera dan puteri yaitu Muhammad Arief Arafat (15 Maret 2000), Danial Fayyadl (30 Desember 2001), Achmed Levi Samachat (24 Juli 2003), Zhareva Bilqis Faqeeha (23 Mei 2009), dan Medina Alea Syareeva (21 Oktober 2010).

Neng Hindun menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya di SD & TK Islam Pasuruan, Jawa Timur (1980-1986), Madrasah Muallimin-Muallimat Bahrul Ulum Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang (1986-1989), dan Madrasah Aliyah (MA) Ali Maksum Krapyak Yogyakarta (1989-1992). Ia kemudian menempuh pendidikan S1 di Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1992-1998) dan Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (1993-1998). Gelar Master of Art ia peroleh dari Jurusan Medical Anthropology, Amsterdam University, Belanda (2004-2005). Saat ini ia sedang menyelesaikan program S3 Islam Nusantara di UNUSIA Jakarta.

Neng Hindun, pernah menjadi Anggota Satgas Presiden untuk Penanganan WNI di Luar Negeri yang Terancam Hukuman Mati (wilayah Arab Saudi & Malaysia) 2011-2012, Sekretaris Rahima (NGO) 2011-2018, Ketua LPBHNU (Lembaga Pendampingan dan Bantuan Hukum NU) 2010-2015, dan Wakil Sekretaris Forum Nasional Pesantren 2005-2010. dan sebagai Ketua JP3M (Jam’iyyah Perempuan Pengasuh Pesantren & Mubalighah) Jepara sejak tahun 2018. Ia juga sebagai Koordinator Divisi Advokasi dan Hukum Gerakan Ayo Mondok RMI PBNU sejak 2017, dan sejak 2010 ia menjabat sebagai Koordinator APPA (Aliansi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak). Dalam susunan redaksi Majalah Swara Rahima, Neng Hindun sebagai salah satu pengasuh rubrik Tanya Jawab yang terbit setiap enam bulan sekali.

Aktivitas Keulamaan Perempuan

Sejak di bangku SD Neng Hindun lebih banyak diasuh oleh neneknya, Nyai Nafisah, istri KH. Hamid Pasuruan. Karena saat itu sang ibu, Nyai Durroh Nafisah Ali, sedang melanjutkan pendidikannya di PTIQ Jakarta. Ketika ibunya sekolah, Neng Hindun sering menerima surat berlembar-lembar dari Jakarta. Surat itu berisi cerita perempuan hebat baik tokoh lokal, nasional, atau dari Timur Tengah. Surat itu menjadi kenangan masa kecil Neng Hindun yang sangat berharga. Sejak kecil ia sudah mengenal sosok perempuan-perempuan hebat.

Dibesarkan di lingkungan pesantren yang sangat kuat budaya patriarkinya, namun Neng Hindun melihat bahwa neneknya merupakan sosok yang menjadi rujukan penyelesaian masalah bagi keluarga juga masyarakat. Menurutnya neneknya itu sosok perempuan yang tegas dan selalu memberi solusi atas persoalan. Di mata Neng Hindun, dua sosok perempuan, yakni ibu dan neneknya merupakan sosok perempuan yang tidak banyak berbicara di publik namun perannya di pesantren dan masyarakat sangat terlihat, dan mereka mempunyai keberpihakan kepada perempuan. Neneknya pernah berpesan kepada Neng Hindun, “Wong wedok iku kudu bisa politik dalam rumah tangga (perempuan harus bisa politik dalam rumah tangga).” Arti politik menurut Neng Hindun adalah pinter berstrategi dan berdaya dalam keluarga.

Lahir dari keluarga terhormat, tidak membuat Neng Hindun berjarak dengan santri atau khodam di pesantren. Ia memilih berbaur dengan santri bahkan sering tidur di asrama santri ketika di Pasuruan. Begitupun ketika mondok di Jombang, Neng Hindun ditawarkan untuk tinggal di asrama khusus, namun ia memilih tinggal bersama santri lainnya.

Neng Hindun mempunyai banyak pengalaman sebagai pemateri ataupun fasilitator dalam sejumlah kegiatan, seperti pelatihan, kursus, seminar, workshop, dan short course, baik tingkat nasional maupun internasional. Berikut beberapa program yang pernah mengundangnya: International Conference on Islam Unsurrendered: Women Rising against Extremism oleh Sister in Islam pada tanggal 15-18 Oktober 2019 di Kuala Lumpur, Malaysia; Program Summer Institute tentang Transformasi Konflik yang diselenggarakan oleh Drew University, Madison, New Jersey, USA, 2016 & 2018; Muslim Exchange Program (Pertukaran Tokoh Muda Islam) Indonesia-Australia di Australia, 15-29 Maret, tahun 2015; Safari Ramadhan untuk komunitas PMI (Pekerja Migran Indonesia) oleh KJRI Hongkong, 28 Juni– 5 Juli 2014; Non-Traditional Security (NTS) Course untuk aktivis NGO oleh The Ford Foundation & S. Rajaratnam School of International Studies, Singapura 22-24 Agustus, 2007; ToT (Training for Trainers) tentang Pemberantasan Buta Aksara bagi Perempuan di Indonesia oleh Departemen Agama Republik Indonesia & OKI (Organisasi Konferensi Islam) di Jakarta, 2006.

Pada tahun 2014 Ning Hindun menjadi sekretaris pengurus Rahima. Ia terlibat dalam proses awal rencana penyelenggaraan KUPI. Ia hadir dalam rapat pengurus yang bertempat di kantor Rahima, membahas hasil MONEV alumni PUP (Pengkaderan Ulama Perempuan) dari angkatan 1, 2, 3 dan 4 dari Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah dan DIY. Salah satu pembahasan rapat adalah mengenai usulan dari beberapa ibu nyai kepada Rahima untuk menggelar semacam kongres atau konferensi dengan menghadirkan seluruh alumni PUP yang berjumlah sekitar 300-an. Setelah proses diskusi yang diikuti baik oleh pengurus maupun pelaksana harian Rahima, akhirnya diputuskan bahwa Rahima akan berkolaborasi dengan Alimat dan Fahmina dan membentuk kepanitiaan KUPI. Di dalam kepanitiaan itu, Neng Hindun mendapat mandat sebagai sekretaris SC.

Neng Hindun terlibat secara aktif dalam beberapa pertemuan persiapan acara KUPI. Namun, ia tidak bisa menghadiri perhelatan KUPI karena berbarengan dengan jadwal menemani jamaah umroh yang di dalamnya terdapat keluarga dekat yang sangat mengharapkan kehadirannya. Absennya Neng Hindun ini sebenarnya tidak disengaja, mengingat jadwal KUPI yang semula tanggal 19 April bergeser menjadi 25-27 April demi menunggu selesainya pemilihan gubernur DKI Jakarta yang menyita perhatian publik tidak hanya warga Jakarta.

Paska KUPI, Neng Hindun giat mensosialisasikan hasil musyawarah keagamaan KUPI baik di tingkat lokal di Pesantren dan masyarakat, juga di level nasional dan internasional dalam beberapa event yang ia ikuti. Di Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara, Ning Hindun selalu menyelipkan pesan untuk penghormatan dan pemberdayaan perempuan dalam setiap materi kajiannya dengan membedah hasil KUPI bersama para santri. Dalam beberapa aktivitas kemasyarakatan seperti di JP3M (Jaringan Pengasuh Puteri Pesantren dan Mubalighat), Neng Hindun sebagai ketua untuk wilayah Jepara, juga mengkaji dan mensosialisasikan hasil dan perspektif KUPI.

Saat ini Neng Hindun sedang menyelesaikan disertasi dengan tema tentang “Ulama Nusantara”. Disertasinya akan membahas tentang KUPI sebagai sebuah gerakan ulama nusantara dan pengaruhnya terhadap ulama perempuan. Paska KUPI para ibu nyai menjadi lebih solid, dan KUPI menginspirasi lahirnya beberapa kegiatan ulama perempuan. Di tingkat nasional, lahir Silatnas (Silaturahmi Nasional) Ulama Perempuan pada tahun 2019 dan diikuti dengan pelaksanaan Silatda (silaturrahim daerah), forum halaqah Ulama Perempuan di Jawa Tengah, dan JP3M (Jaringan Pengasuh Pesantren Puteri dan Mubalighah).

Di level nasional, Neng Hindun yang bertugas sebagai staf khusus Menteri Tenaga Kerja Ibu Ida Fauziah, mengawal gender mainstreaming di semua kementerian dan lembaga. Neng Hindun tidak hanya dikenal sebagai pakar gender namun juga sebagai ahli agama. Ia dipanggil ‘nyai’ oleh kolega di kementerian dan lembaga. Selain di tingkat kementerian dan lembaga, ia juga mendorong gender mainstreaming di serikat pekerja, terutama serikat pekerja migran, yang belum mengarusutamakan kesadaran gender. Mengenalkan KUPI kepada mereka juga menjadi PR Neng Hindun.

Dalam kerja-kerja di Kemenakertrans (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi), Neng Hindun berusaha mengaplikasikan pendekatan KUPI dalam produk dan kerja-kerjanya. Salah satunya, ia bekerja sama dengan PP LKKNU dan menghasilkan modul community parenting untuk buruh migran dengan menggunakan perspektif KUPI. Menurutnya, ulama perempuan harus mulai berbicara tentang buruh perempuan, pekerja perempuan, dan memperkenalkan mereka dengan KUPI. Neng Hindun berharap teman-teman KUPI bisa mengisi materi-materi keagamaan di pemerintahan. Mengingat di beberapa kementerian termasuk di Kemenakertrans terdapat kegiatan-kegiatan keagamaan.

Neng Hindun juga dikenal oleh masyarakat sebagai advokat dan masih sering diminta oleh keluarga korban KDRT untuk mendampingi. Namun, karena kepadatan aktivitasnya, ia hanya bisa membantu semampunya. Neng Hindun juga masih aktif memberi pengajian kitab kuning secara online. Kitab yang ia baca memuat pesan-pesan pemberdayaan bagi perempuan dalam perspektif Islam, seperti kitab Nabiyyu Rahmah dan Sitin al-Adliyah.

Pada tahun 2018 ketika Neng Hindun diundang kembali ke Amerika dalam posisi sebagai fasilitator, ia menyampaikan hasil dan proses KUPI. Beberapa peserta, seperti peserta dari Mesir menyatakan bahwa Islam Indonesia lebih progresif, berani, dan inspiratif, dan ia ingin mencobanya di Mesir. Pada tahun 2019 Neng Hindun diundang ke Malaysia dalam acara Sister in Islam yang menghadirkan aktivis perempuan dari berbagai negara. Dalam acara tersebut, Neng Hindun menyampaikan update paska KUPI terutama terkait pendewasaan usia perkawinan dari usia sebelumnya yang tertera dalam UU No. 16 tahun 2019. Para peserta dari Malaysia dan Singapura memberikan respon positif dengan menyatakan bahwa di negara mereka perjuangan semacam itu sangat berat. Beberapa peserta dari berbagai negara yang hadir menyampaikan apresiasi dan kekaguman pada gerakan perempuan muslim di Indonesia, dan apa yang dilakukan oleh teman-teman KUPI menginspirasi mereka. Mereka juga akan memulai membangun gerakan sesuai dengan konteks dan persoalan di negara mereka masing-masing.

Karena dikenal sebagai aktivis, Neng Hindun pernah ditanya Ibunya Nyai Nafisah (Pengasuh Pondok Pesantren Al-Quran di Krapyak) terkait tuduhan dari keluarganya yang disampaikan kepada ibunya bahwa Neng Hindun akan mengubah Alqur’an, dan nggak mau shalat. Ditanggapinya dengan santai oleh Neng Hindun kepada Ibunya ia mengatakan, “kalau saya mau merubah Al Qur'an sampai sekarang saya masih sema’an ke Ibu.” Dan Ibunya tersenyum Bahagia dengan jawaban puterinya.

Neng Hindun memanfaatkan privilege-nya sebagai cucu Mbah Hamid Pasuruan, ulama besar Jawa Timur dan cucu KH. Ali Maksum, untuk mengajak para ibu nyai dan pesantren lain agar terbuka terhadap isu perempuan. Ia baru menyadari potensinya itu ketika mengkonsolidasikan para ibu nyai saat Silatnas tahun 2019. Silatnas digunakan untuk menggerakan para ibu nyai yang masih belum terbuka terhadap isu perempuan. Neng Hindun mengajak para nyai yang mempunyai privilege untuk berstrategi mengajak para ibu nyai yang lain yang masih tertutup. Menurutnya, tantangan dalam melakukan sosialisasi mengenai keadilan gender adalah para ibu nyai masih melihat siapa yang berbicara bukan pada apa yang dibicarakan.

Prestasi dan Penghargaan

Neng Hindun pernah mendapat penghargaan Juara 1 Mufassiroh tahun 1993 saat kuliah semester 3.

Karya-Karya

Berikut beberapa tulisan Neng Hindun yang telah diterbitkan:

  1. “Gerakan Ayo Mondok: Menegaskan Khittah Pesantren sebagai Pengembang Tradisi yang Plural dan Toleran”, dalam buku Islam Kontemporer di Indonesia dan Australia, diterbitkan oleh PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017
  2. “Nyai Hj. Durroh Nafisah: Pencetak Hafidhat Al-Qur’an dalam buku Jejak Perjuangan Keulamaan Perempuan Indonesia”, diterbitkan oleh KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia), 2017.
  3. “Islam and Women”, diterbitkan dalam Journal of Asian Women’s Resource Centre for Culture and Theology, vol. 28, no. 1, Maret 2009
  4. Praksis Pembelajaran Pesantren, diterbitkan oleh ITD dan Forum Pesantren, 2007
  5. Posisi Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia, diterbitkan oleh LKiS Yogyakarta, 2005

Berikut hasil penelitian yang dilakukan Neng Hindun:

  1. Pengembangan Life Skill & Peran Santri Perempuan, dana hibah penelitian Departemen Agama, 2006
  2. The Meanings of Madurese Muslim Rituals prior To Sexual Intercourse, (Tesis S2), 2005
  3. Islamic Family Law and Justice for Muslim Women: Studi Kasus Indonesia, Malaysia, Singapore and The Philippines, diselenggarakan oleh SIS (Sisters in Islam Malaysia), diselenggarakan oleh The Ford Foundation, 2000-2001
  4. Penjabatan Non-Muslim Sebagai Kepala Negara, 1998


Penulis : Pera Shopariyanti
Editor : Nor Ismah
Reviewer : Faqihuddin Abdul Kodir