Anisatul Hamidah: Perbedaan revisi

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Tag: VisualEditor Pengembalian manual
 
(6 revisi antara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox person|name=Anisatul Hamidah|birth_date=Banyuwangi, 12 Januari 1974|image=Faqih.jpeg|imagesize=180px|known for=*Penulis artikel “Forum Daiyah Fatayat: Penebar Semangat, Penjaga Gawang Aswaja (2020)
{{Infobox person|name=Anisatul Hamidah|birth_date=Banyuwangi, 12 Januari 1974|image=Berkas:Anisatul Hamidah.jpg|imagesize=240px|known for=*Penulis artikel “Forum Daiyah Fatayat: Penebar Semangat, Penjaga Gawang Aswaja (2020)
*Penulis artikel “Fatayat NU Berdayakan Pendampingan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak” (2020)|occupation=*Sekretaris Umum PC Fatayat NU Bondowoso
*Penulis artikel “Fatayat NU Berdayakan Pendampingan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak” (2020)|occupation=*Sekretaris Umum PC Fatayat NU Bondowoso
*Sekretaris Darma Wanita dan Vocal Point Gender Dinas Sosial Pemerintah Kabupaten Bondowoso
*Sekretaris Darma Wanita dan Vocal Point Gender Dinas Sosial Pemerintah Kabupaten Bondowoso
*Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Pemerintah Kabupaten Bondowoso}}
*Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Pemerintah Kabupaten Bondowoso}}'''Anisatul Hamidah''' lahir di Banyuwangi, tanggal 12 Januari 1974. Saat ini ia berkerja di Sinas Sosial Pemerintah Kabupaten Bondowoso, dan menjabat sebagai Kepala Sinas Sosial Kabupaten Bondowoso. Di luar pekerjaan formal di kantor, ia menjadi Sekretaris Darma Wanita dan ''Vocal Point'' Gender di Sinas Sosial. Selain itu, ia juga menjabat sebagai ketua di [[Lembaga]] Kesejahteraan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) untuk periode ini dan menjadi Sekretaris Umum Pimpinan Cabang Fatayat NU Kabupaten Bondowoso.
 
== Data Diri ==
Anisatul Hamidah lahir di Banyuwangi, tanggal 12 Januari 1974. Saat ini ia berkerja di Sinas Sosial Pemerintah Kabupaten Bondowoso, dan menjabat sebagai Kepala Sinas Sosial Kabupaten Bondowoso. Di luar pekerjaan formal di kantor, ia menjadi Sekretaris Darma Wanita dan ''Vocal Point'' Gender di Sinas Sosial. Selain itu, ia juga menjabat sebagai ketua di [[Lembaga]] Kesejahteraan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) untuk periode ini dan menjadi Sekretaris Umum Pimpinan Cabang Fatayat NU Kabupaten Bondowoso.


Keterlibatan Anis dalam gerakan [[KUPI]] dimulai dari partisipasinya dalam Pendidikan [[Ulama Perempuan]] (PUP) [[Rahima]]. Ia menghadiri KUPI pada tahun 2017 di Cirebon sebagai kader dan jaringan ulama perempuan Rahima. Selama kongres berlangsung, ia mengikuti seminar internasional yang diselenggarakan di IAIN Syekh Nurjati Cirebon, diskusi-diskusi kelompok, dan musyawarah keagamaan. Kehadirannya di KUPI tidak hanya digunakan untuk menggali ilmu, tetapi juga membangun jaringan yang lebih solid untuk menguatkan jalan perjuangannya.
Keterlibatan Anis dalam gerakan [[KUPI]] dimulai dari partisipasinya dalam Pendidikan [[Ulama Perempuan]] (PUP) [[Rahima]]. Ia menghadiri KUPI pada tahun 2017 di Cirebon sebagai kader dan jaringan ulama perempuan Rahima. Selama kongres berlangsung, ia mengikuti seminar internasional yang diselenggarakan di IAIN Syekh Nurjati Cirebon, diskusi-diskusi kelompok, dan musyawarah keagamaan. Kehadirannya di KUPI tidak hanya digunakan untuk menggali ilmu, tetapi juga membangun jaringan yang lebih solid untuk menguatkan jalan perjuangannya.
Baris 53: Baris 50:


== Karya-karya ==
== Karya-karya ==
Anisatul Hamidah menuliskan pikirannya dan mempublikasikannya ke media, salah satunya terbit di ''Wartanu.<sup>2</sup>'' Sampai saat ini ia masih berproses untuk menelurkan pikiran-pikirannya yang lain ke dalam sebuah buku.
Anisatul Hamidah menuliskan pikirannya dan mempublikasikannya ke media, salah satunya terbit di ''Wartanu.'' Sampai saat ini ia masih berproses untuk menelurkan pikiran-pikirannya yang lain ke dalam sebuah buku.


== Daftar Bacaan Lanjutan ==
== Daftar Bacaan Lanjutan ==
<sup>1</sup>https://memoindonesia.com/berita/pengukuhan-majlis-taklim-masjid-se-kabupaten-ini-kata-sekda-syaifullah/
<sup>2</sup>https://www.wartanu.com/2020/10/forum-daiyah-fatayat-penebar-semangat_16.html


https://www.timesindonesia.co.id/read/news/147209/peringati-harlah-fatayat-nu-dengan-lomba-nasi-tumpeng
* https://memoindonesia.com/berita/pengukuhan-majlis-taklim-masjid-se-kabupaten-ini-kata-sekda-syaifullah/
* https://www.wartanu.com/2020/10/forum-daiyah-fatayat-penebar-semangat_16.html
* https://www.timesindonesia.co.id/read/news/147209/peringati-harlah-fatayat-nu-dengan-lomba-nasi-tumpeng






{|
{|
|Penulis
|'''Penulis'''
|:
|''':'''
|Riyana Rizki Yuliatin
|'''Riyana Rizki Yuliatin'''
|-
|-
|Editor
|'''Editor'''
|:
|''':'''
|Nor Ismah
|'''Nor Ismah'''
|-
|-
|Reviewer
|'''Reviewer'''
|:
|''':'''
|[[Faqihuddin Abdul Kodir]]
|[[Faqihuddin Abdul Kodir|'''Faqihuddin Abdul Kodir''']]
|}
|}
[[Kategori:Tokoh]]

Revisi terkini pada 26 Agustus 2021 17.50

Anisatul Hamidah
Anisatul Hamidah.jpg
Tempat, Tgl. LahirBanyuwangi, 12 Januari 1974
Aktivitas Utama
  • Sekretaris Umum PC Fatayat NU Bondowoso
  • Sekretaris Darma Wanita dan Vocal Point Gender Dinas Sosial Pemerintah Kabupaten Bondowoso
  • Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Pemerintah Kabupaten Bondowoso
Karya Utama
  • Penulis artikel “Forum Daiyah Fatayat: Penebar Semangat, Penjaga Gawang Aswaja (2020)
  • Penulis artikel “Fatayat NU Berdayakan Pendampingan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak” (2020)

Anisatul Hamidah lahir di Banyuwangi, tanggal 12 Januari 1974. Saat ini ia berkerja di Sinas Sosial Pemerintah Kabupaten Bondowoso, dan menjabat sebagai Kepala Sinas Sosial Kabupaten Bondowoso. Di luar pekerjaan formal di kantor, ia menjadi Sekretaris Darma Wanita dan Vocal Point Gender di Sinas Sosial. Selain itu, ia juga menjabat sebagai ketua di Lembaga Kesejahteraan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) untuk periode ini dan menjadi Sekretaris Umum Pimpinan Cabang Fatayat NU Kabupaten Bondowoso.

Keterlibatan Anis dalam gerakan KUPI dimulai dari partisipasinya dalam Pendidikan Ulama Perempuan (PUP) Rahima. Ia menghadiri KUPI pada tahun 2017 di Cirebon sebagai kader dan jaringan ulama perempuan Rahima. Selama kongres berlangsung, ia mengikuti seminar internasional yang diselenggarakan di IAIN Syekh Nurjati Cirebon, diskusi-diskusi kelompok, dan musyawarah keagamaan. Kehadirannya di KUPI tidak hanya digunakan untuk menggali ilmu, tetapi juga membangun jaringan yang lebih solid untuk menguatkan jalan perjuangannya.

Bagi Anis, hadirnya KUPI menunjukkan bahwa perempuan ulama juga bisa berbicara dan memberikan fatwa. Perempuan yang memiliki kapasitas keilmuan sesuai dengan kriteria seorang ulama sudah seharusnya diakui sebagai ulama. Seperti yang sering ia contohkan ketika berbicara di forum-forum Fatayat dan PKK bahwa ulama itu tidak hanya laki-laki, tetapi para perempuan juga bisa menjadi ulama dengan kapasitas keilmuan, kealiman, dan ubbudiyah yang dimilikinya.

Sekembalinya dari KUPI, Anis menggunakan pengetahuan yang ia peroleh dari KUPI sebagai rujukan tambahan saat ia berbicara di forum, selain ia juga merujuk pada Al-Quran dan hadits, pendapat ulama, filsuf, dan psikolog, serta konsensus HAM dan konstitusi. Ia mengakui bahwa apa yang dihasilkan oleh KUPI sejalan dengan visi Fatayat dan organisasi-organisasi yang digelutinya.

Riwayat Hidup

Anisatul Hamidah tinggal di lingkungan masyarakat yang religius dan memiliki toleransi yang baik. Tradisi keagamaan dengan kultur Nahdlatul Ulama di keluarga Anisatul Hamidah telah berlangsung secara turun-temurun dari para leluhurnya. Ia lahir dan tumbuh di lingkungan pesantren, di Desa Sukomukti, Kecamatan Srono, Kabupaten Banyuwangi. Ayahnya, H. Samsyul Arifin, merupakan kepala Madrasah di Pondok Pesantren Nahdlatuth Thullab Kaligoro/Kepundungan, Srono, Banyuwangi. Ia dikenal aktif di kegiatan-kegiatan Bahtsul Masail para pengasuh. Sementara ibunya, Hj. Dalilatul Hasanah, juga terlibat dalam aktivitas-aktivitas keagamaan, seperti memimpin tahlil dan pengajian.

Setelah menyelesaikan pendidikan Madrasah Tsanawiyah di Banyuwangi, anak keenam dari sembilan bersaudara ini memutuskan nyantri di Pesantren Bahru Ulum Tambak Beras, Jombang. Ia menempuh pendidikan di Madrasah Mu’allimat Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang selama enam tahun. Selulusnya dari Mu’allimat, ia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Syariah di Pondok Pesantren Salafiah Safiah, Sukorejo, dan melanjutkan studi S2-nya di Program Magister Administrasi Publik, FISIP, Universitas Wijaya Putera Surabaya, dan lulus pada tahun 2004.

Aktivitasnya kemudian yang banyak bersinggungan dengan persoalan hukum membuat Anisatul Hamidah memutuskan untuk mengambil pendidikan sarjana yang kedua di Fakultas Hukum, Universitas Islam Jember. Ia lantas melanjutkan studi di Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Jember. Di tengah proses S2 di Magister Kenotariatan Jember, Anis merangkap di program Doktoral, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Jember. Magister Kenotariatan telah diselesaikan pada tahun 2020 lalu. Saat ini ia sedang berproses untuk menyelesaikan disertasi untuk program doktoralnya.

Anisatul Hamidah aktif di organisasi-organisasi kemasyarakatan. Ia aktif di Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kabupaten Bondowoso sebagai anggota Kelompok Kejra (Pokja) satu. Fokus pekerjaannya pada lingkup gotong royong, pola asuh anak atau parenting. Pada Pokja ini ia juga fokus pada kerja-kerja untuk menghindarkan anak-anak dan remaja dari narkoba. Anis juga menjadi Koordinator Sosial Komunikasi di Forum PAUD Kabupaten Bondowoso. Forum PAUD ini merupakan organisasi para pengelola lembaga PAUD di Kabupaten Bondowoso. Ia juga menjabat sebagai Ketua Badan Koordinasi Majelis Taklim Masjid (BKMM) Kabupaten Bondowoso yang fokus pada kegiatan-kegiatan penguatan para ibu di masjid. Anis juga aktif dalam Forum Daiyah Fatayat di Lembaga Konsultasi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (LKP3A) Fatayat. Selain itu, ia menjadi bagian dari Majelis Taklim Perempuan (MTP) yang berada di bawah Ikatan Persaudaraan haji Kabupaten Bondowoso.

Tokoh dan Keulamaan Perempuan

Perkenalan Anisatul Hamidah dengan dunia dakwah bermula sejak ia masih kecil. Dimulai dari tradisi di keluarganya. “Tapi waktu itu levelnya masih setingkat kampung, di area kecamatan,” jelasnya. Ibunya yang biasa ia panggil Mak membawanya dari satu pengajian ke pengajian lain. Ia mengenang, “Anis kecil itu sudah disuruh mimpin sholawat di tengah ibu-ibu di kampung waktu itu.” Ia menganggap bahwa jalannya mengawali dakwah itu terjadi begitu saja, dimulai dari tradisi keluarga, aktif di organisasi-organisasi keagamaan dan non-keagamaan, hingga kemudian diminta menjadi narasumber.

Ketika masuk ke Pondok Pesantren Salafiah Syafiiyah Sukorejo, ia dipertemukan dengan Ibu Nyai Khairiyah As’ad dan Ibu Nyai Juwairiyah Fawaid, yang kemudian mengajaknya bergabung dengan organisasi Muslimat NU Situbondo, yakni menjadi Sekretaris Kopwan Annisa Muslimat NU. Dalam prosesnya itulah ia sering diminta untuk menerjemahkan kitab, membuat konsep-konsep rapat, dan kegiatan-kegiatan lain di dalam organisasi. Baginya, keterlibatannya dalam Muslimat NU waktu itu menjadi pengalaman yang luar biasa. Aktivitasnya di organisasi-organisasi di bawah naungan NU dimulai sejak tahun 1999.

Akan tetapi, Anisatul Hamidah tidak menyebut dirinya sebagai pendakwah, melainkan sebagai orang yang memberikan kontribusi atau memberikan dan melakukan apa pun yang ia bisa. Dalam setiap penyampaiannya, Anis tidak menyebut dirinya sedang berceramah, tetapi me-review hal-hal yang pernah didengar dari orang tua, orang berilmu, atau pendahulu. “Sesungguhnya apa yang kita sampaikan itu kan hanya mengulang, mengulang apa yang pernah didengar, mengulang apa yang sudah pernah kita baca.” tuturnya. Ketika berbicara di dalam sebuah forum, baik keagamaan ataupun non-keagamaan, ia tidak pernah berniat untuk menggurui. Karena setiap orang memiliki pengalaman yang unik sehingga dalam setiap kesempatan ia juga menggali informasi dan pengalaman dari jamaahnya.

Anis juga bertanggung jawab terhadap jalannya Program Keluarga Harapan (PKH). Ia berkeliling menemui para ibu yang menjadi Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa orang desa dengan pendidikan rendah itu tidak memberikan kontribusi, tetapi justru bagi Anis, banyak hal yang bisa ia pelajari dari kehidupan mereka. Misalnya, tentang hidup bersahaja, bertahan dalam setiap keadaan, hingga menikmati hidup di tengah berbagai kesulitan. “Saya melihat bahwa kita sesungguhnya banyak belajar dari orang-orang yang kesulitan,” jelasnya.

Seperti yang diajarkan oleh para kiai dan para ibu nyai di Jombang dan di Sukorejo, Anisatul Hamidah memiliki slogan “Yes, I can!” Itulah sebabnya sepanjang tidak memiliki kesibukan atau halangan, ia tidak akan menolak permintaan tolong dari orang lain. Sejak awal ia berniat untuk dapat memberikan kontribusi dan pengabdian selagi ia memiliki kemampuan. Ia tidak pernah memilih-milih kegiatan, misalnya, berdasarkan level penyelenggaraan, apakah di tingkat lokal atau nasional. Untuk wilayah organisasi keagamaan, mayoritas audiens Anis adalah perempuan, tetapi tidak jarang terdapat laki-laki di dalamnya. Sedangkan untuk wilayah kedinasan, Anis sering mengisi kegiatan dengan sebagaian besar audiensnya adalah laki-laki. Meskipun demikian, Anis selalu mendapatkan penerimaan yang baik di dalam setiap forum yang ia hadiri.

Bertahun-tahun bertugas di Bondowoso membuat Anisatul Hamidah memahami kondisi geografi dan sosial masyarakatnya. Penguasaan medan ini menjadi modal utama baginya untuk bisa masuk dan diterima di lingkungan mereka. Selain itu, Anis juga memahami dengan baik psikologi audiens yang ia hadapi saat berbicara. Sehingga ia dapat menyesuaikan cara yang paling baik untuk menyampaikan materi tergantung siapa audien yang dihadapinya. Untuk itu, ia pun mempelajari Bahasa Madura agar materi yang ia sampaikan bisa diterima. Anisatul Hamidah sangat memperhatikan perihal adab ketika berhadapan dengan orang lain.

Dalam setiap forum yang ia hadari, tidak jarang setelah kegiatan berakhir audien menemuinya secara personal untuk berkonsultasi mengenai berbagai hal. Terutama ketika berhadapan dengan audien remaja, pertanyaan-pertanyaan mereka tidak berhenti mengalir. “Jadi ngajinya sendiri mungkin hanya satu jam, tapi ngobrol-nya itu bisa lebih dari dua jam. Mereka itu sangat haus dan penasaran dengan apa yang saya jelaskan pada saat mengaji itu. Sehingga mereka terus bertanya. Tapi saya bangga melihat anak-anak muda kita yang ternyata luar biasa. Penasaran dengan hal-hal yang sifatnya baru didengar,” ucap Anisatul Hamidah.

Dalam setiap interaksinya, baik dengan audien maupun masyarakat, Anis kadang mendapat pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan public speaking dan retorika dakwah. Ia juga sering menerima pengaduan yang berkaitan dengan tugasnya di Sinas Sosial. Meski awalnya datang untuk membuat pengaduan, tidak jarang akhirnya berujung pada konsultasi atau bercerita masalah keluarga. Pengetahuannya di bidang hukum membantu Anisatul Hamidah dalam memberikan saran atau masukan jika orang-orang yang mendatanginya tengah berhadapan dengan hukum.

Perjalanan hidup Anisatul Hamidah tentu tidak lepas dari tantangan. Perempuan yang tinggal di Bondowoso sejak tahun 2007 itu menyebutkan bahwa karakter masyarakat Bondowoso yang religius bisa muncul sebagai peluang dan tantangan di saat yang bersamaan. Peluang untuk mengarahkan mereka pada hal yang baik atau yang terjadi malah kebalikannya, interpretasi teks Islam yang bias dijadikan sebagai dalil untuk sikap diskriminatif terhadap perempuan. Sehingga perempuan tidak memiliki bargaining position di dalam keluarga dan tidak bisa keluar untuk mengaktualisasikan dirinya. Ia pernah mendapati seorang perempuan yang ingin mengikuti kegiatannya tetapi terhalang oleh izin dari suami. “Selalu yang dijadikan alasan itu keluarga,” sesalnya. Akan tetapi, seiring perkembangan waktu, Anisatul Hamidah melihat perubahan peran perempuan di wilayah publik. Dibandingkan 14 tahun yang lalu saat ia pertama kali datang, perempuan di Bondowoso telah menempati peran-peran strategis di ruang-ruang publik, misalnya perempuan menjadi kepada desa dan aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial.

Dalam setiap kegiatan yang diisi, Anisatul Hamidah mengutamakan dan menyelipkan materi penguatan perempuan. Misalnya, ketika diminta mengisi materi public speaking, Anisatul Hamidah tidak lupa menjelaskan mengapa perempuan harus berbicara dan berpendapat. Menjadi Ibu Rumah Tangga bukan halangan atau alasan untuk tumbuh menjadi perempuan yang memiliki kapasitas yang baik. Perempuan yang memutuskan menjadi Ibu Rumah Tangga juga harus memiliki bekal yang banyak karena 24 jam mendampingi anak dan suami. Bekal itu juga membantu para perempuan rumah tangga untuk survive bagi dirinya sendiri dan menguatkan anak-anak mereka. “Perempuan itu adalah juga urat nadi di dalam keluarga. Kalau perempuannya kuat, saya yakin keluarga dan anak-anaknya pun menjadi kuat,” tegas Anisatul Hamidah.

Ia memutuskan untuk melakukan penguatan kapasitas perempuan karena masih ada anggapan bahwa perempuan itu lemah. Seringkali ia melihat perempuan yang sudah berdaya, memiliki penghasilan sendiri, tetapi tidak berani mengambil keputusan. Mereka tidak memiliki keberanian untuk bermimpi besar. Semua digantungkan kepada suami atau keluarga. Ajaran Rasulullah SAW. bahwa perempuan di mata agama layak dihormati pada posisi tiga tertinggi sebelum bapak berrati bahwa anak memiliki kewajiban menghormati yang pertama sampai dengan ketiga kepada Ibunya baru keempat kepada ayahnya. Tantangannya adalah bagaimana perempuan memantaskan diri untuk memiliki kapasitas dan kualitas sehingga pantas untuk dihormati. Tetapi Anis juga mengakui, menjadi ibu yang hebat untuk anak-anak dan suami bukan persoalan mudah. Tantangan ini, menurutnya, harus membuat perempuan sadar bahwa mereka harus keluar dari tekanan. Untuk bisa keluar dari hal tersebut perempuan harus kuat.

Anisatul Hamidah mengajak para ibu untuk tidak merasa rendah diri hanya karena menjadi ibu rumah tangga, sebab kontribusi para ibu jauh lebih besar dari nafkah lahir yang dihasilkan suami. Ketika menghadapi para ibu di PKH dan majelis taklim, Anisatul Hamidah menekankan rasa bahagia dalam hidup. Bagi Anisatul Hamidah bukan kesempurnaan yang membuat orang menjadi bahagia, tetapi kebahagiaan yang akan membuat segala sesuatunya menjadi sempurna. Ia ingin para ibu tetap bahagia, sebab baginya para ibu adalah sumber inspirasi untuk anak-anak mereka. Anisatul Hamidah meyakinkan para ibu juga harus memiliki mimpi agar energi yang sama juga dimiliki dan tertransfer kepada generasi muda.

Ketika Anisatul Hamidah diminta untuk mengisi acara halal bihalal di Dinas Sosial dengan audiens laki-laki dan perempuan, ia menyampaikan pesan-pesan keislamannya melalui guyonan. Ia juga menyampaikan hadits-hadits perempuan dengan bahasa yang bisa diterima oleh mereka. Ia dengan apik memilih kata-kata yang sesungguhnya sedang mengangkat perempuan tetapi tidak mendapat penolakan dari laki-laki.

Penghargaan/Prestasi

Atas dedikasinya dalam pengarusutamaan gender, Anisatul Hamidah mendapat penghargaan sebagai Gender Champion pada tahun 2020 dari Bupati Bondowoso. Terlepas dari hal-hal yang telah dilakukannya, bagi Anisatul Hamidah pencapaian itu adalah apa yang sudah berhasil ia dapatkan dan jalani hingga sekarang. Yaitu, menjadi ibu dari tiga anak, bisa kuliah, bisa bekerja, aktif di organisasi-organisasi, melakukan yang terbaik, dan memberikan manfaat untuk orang sekitar.

Karya-karya

Anisatul Hamidah menuliskan pikirannya dan mempublikasikannya ke media, salah satunya terbit di Wartanu. Sampai saat ini ia masih berproses untuk menelurkan pikiran-pikirannya yang lain ke dalam sebuah buku.

Daftar Bacaan Lanjutan


Penulis : Riyana Rizki Yuliatin
Editor : Nor Ismah
Reviewer : Faqihuddin Abdul Kodir