Pra Musyawarah Keagamaan tentang Perlindungan Perempuan dari Pemaksaan Perkawinan

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Pada Halaqah tematik pra musyawarah keagamaan dimulai pukul 13.00-14.45 di ruang pertemuan Joglo 3. Diawali dengan alasan kenapa kawin paksa diangkat dalam musyawarah keagamaan, proses yang sudah dilakukan hingga pra musyawarah. Tim penanggung jawab komunitas yang terdiri dari Nurun Sariyah, Khotimatul Husna, dan Arifah Millati, memaparkan draft hasil musyawarah keagamaan yang sudah dilakukan sebelumnya. Terdapat beberapa masukan terkait dengan data, dalil, dan klarifikasi pada sejumlah informasi yang dirasa masih kurang. Beberapa masukan dari peserta dalam Halaqah tematik Pra Musyawarah Keagamaan tentang Pemaksaan Perkawinan. diantaranya:

  • Pelurusan salah satu istilah budaya sasak yaitu Pruse, adalah istilah untuk seseorang yang berstatus sepupu dari jalur ayah, seseorang  boleh mengangkat secara paksa sepupu dari ayah yang lebih diutamakan daripada dari jalur ibu
  • Namun yang perlu diperhatikan Kembali adalah, saat ini Pemaksaan justru muncul dari anak kepada orang tuanya (anak memaksa ortu untuk menikahkan dengan seorang pria)
  • Menambahkan data perkawinan paksa, di Bondowoso terdapat adat seorang A ditunangkan dengan B, masih berstatus tunangan setelah itu B diajak berhari2 ke ortunya untuk dikenalkan yang pada akhirnya muncul prasangka negative tetangga sampai muncul ungkapan “kenapa tidak nikah saja “ sehingga perkawinan juga harus segera dilaksanakan
  • Fatwa KUPI sangatlah penting , maka harus menjadi pegangan semua ulama di Indonesia, karena masih banyak tokoh atau pemuka agama yang belum teredukasi soal bahaya Pemaksaan perkawinan. Dalam hal ini terdapat kasus, perempuan dilamar laki-laki dan perempuan tersebut menolak, , tidak diam di situ, pihak laki-laki mendatangkan ustadz untuk memberikan pandangan  kepada perempuan dengan dasar dalil agama agar perempuan tersebut mau, dalil agama yang digunakan misalnya (kalau menolak 3 kali laki-laki soleh akan dapat petaka)

Religious leader dan community leader harus memiliki POWER untuk bersama sama memberikan edukasi kepada anak tentang Kespro

Perlu mengedukasi masyarakat, menjelaskan Hukum Islam  kepada masyarakat atas bahaya dari dampak melakukan pemaksaan perkawinan

Di Sumedang dan Bandung perkawinan dini yang berawal dari kawin paksa sangat banyak terjadi, namun yang lebih membahayakan sebenarnya adalah anak anak tidak mengetahui bahaya reproduksi sehingga memaksa orang tua untuk dinikahkan , keheranan saya bertambah saat pihak KUA justru  terkadang memberikan solusi agar seseorang bisa menikah dengan mudah walaupun usia perkawinan mempelai sebenarnya masih kurang

Wajib melakukan perlindungan kepada perempuan dalam bahaya perkawinan, ditemukan kasus pemaksaan perkawinan kepada anak di Lombok dan Sukabumi, dan Ketika terjadi kezaliman dalam perkawinan perempuan masih belum mendapatkan keadilan bahkan di hadapan hakim

UU Perlindungan anak pasal 81 ayat 1, sudah jelas bahwa  “ setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain , dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak 300jt dan paling sedikit 60 jt

Stop media yang romantis pernikahan, seringkali media mempertontonkan keromantisan artis setelah menikah, bahwa menikah hanya soal bersenang-senang, bahwa pernikahan adalah solusi dari berbagai kesulitan, bahwa menikah adalah hanya soal  bertamasya ke Luar Negeri dll

Term pemaksaan bentuknya bermacam-macam, ada pemaksaan yang bersumber  dari orang tua, ada yang dari anak, namun juga ada pemaksaan bersumber dari Masyarakat, sehingga harus dipertegas siapa yang melakukan PEMAKSAAN? bagi seseorang, terutama yang berada di lingkungan patriarkhis, missal dengan predikat perawan tua, susah jodoh dll. Dikalangan Masyarakat Madura masih ada seseorang yang di ritual dalam bentuk disiram air dengan tujuan agar penghambat susah dapat jodoh hilang

Problem Dualisme Hukum di Indonesia juga menjadi satu masalah, Masyarakat a lebih percaya agama dari pada hukum konstitusi, oleh sebab itu KUPI menggunakan Konstitusi sebagai dasar hukum

Dispensasi nikah atas pengajuan nikah dini yang merupakan bentukan dari pemaksaan perkawinan, banyak diterima atau dikabulkan oleh hakim , karena hakim takut ancaman masyarakat

Tafsir agama banyak dipersoalkan, mayoritas kitab fiqih menyatakan boleh mengawinkan anak laki-laki atau perempuan walau filmahdi (di ayunan ibu) , oleh sebab itu cara pandang yang ke fikih-fikihan harus diubah. [] (ZA)

Selengkapnya untuk mendapatkan dokumen-dokumen pendukung kegiatan ini bisa lihat di Dokumen Kegiatan Pra Musyawarah Keagamaan tentang Perlindungan Perempuan dari Pemaksaan Perkawinan.