Pidato Sambutan Pembukaan KUPI; Pengasuh Pondok Pesantren Kebon Jambu al-Islamy Ibu Nyai Hj. Masriyah Amva

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Assalamualaikum warahmatulahi wa barakatuhu …………….

Yang terhormat seperti yang telah disebutkan oleh mba Badriyah, Ketua Panitia Pengarah, tadi satu-satu terlalu panjang. Terimakasih juga kepada semua orang yang sudah disebutkan oleh Ketua Panitia Pengarah. Yang belum disebutkan adalah Bank Syariah Mandiri. Di sini ada perwakilannya, Ibu Niken. Bank Syariah Mandiri telah membangun 40 kamar mandi yang sangat indah untuk Pesantren, yang sekarang dipakai untuk keperluan KUPI. Ia ini tidak tahu akan ada KUPI. Tetapi rupanya Allah Swt mengetuk dan mengutus Bank Syariah Mandiri ke sini untuk kesuksesan KUPI. Ini menandakan tangan-tangan Allah Swt bekerja untuk KUPI, berkenan, dan ridho pada KUPI. Amiin. Terimakasih juga kepada para Alumni Pesantren yang telah membangun gedung dua lantai di Maqbarah untuk kepentingan KUPI. Terimakasih juga atas kedatangan beberapa pendeta yang jauh-jauh ingin menghormti kami yang berlainan keyakinan. Terimakasih juga kepada ibu istri pimpinan Ahmadiyah pusat yang tadi bertemu dengan saya.

Saya merasa tidak pede berdiri di sini, saya ini orang kampung dan tidak mengerti apa-apa. Saya teringat Ibu Bapak saya, yang melahirkan anak-anak, perempuan lagi, perempuan lagi, terus perempuan lagi. Ibu bapak saya pernah berkata: tidak apa-apa kita punya perempuan yang penting mereka bisa  memberi manfaat seperti laki-laki. Kalimat ini selalu didengungkan di telinga saya waktu itu masih kecil. Sehingga saya dewasa, berangkat ke pesantren, saya punya cita-cita untuk menjadi ulama perempuan. Tetapi sayangnya cita-cita ini kandas ketika saya dipaksa kawin ketika masih belajar di Pesantren. Belum pintar tapi sudah dipaksa kawin. Jadi belum matang. Tetapi rupanya Allah Maha Mendengar bisikan ibu bapak saya. Saat ini, setelah saya mengalami proses panjang, Alhamdulillah, mungkin karena Kongres ini, saya telah dipertemukan sebelumnya dengan para pejuang, para kyai, para perempuan hebat, yang menempa saya, mendorong saya, terutama guru saya KH Husein Muhammad, sehingga akhirnya bisa beridiri di depan ini.

KUPI ini, sesungguhnya bagi saya adalah seakan mimpi di siang bolong. Ini tidak pernah terbayangkan sebelumnya dalam hidup saya bahwa ia akan terjadi di Pondok Kebon Jambu ini. Pondok ini telah ditinggalkan Kyainya yang sangat kharismatik, wafat 10 tahun yang lalu. Kyai yang sesungguhnya adalah Kyai Haji Muhammad Amin. Dialah inspirasi saya, saya selalu belajar darinya.  Beliau selalu bersandar kepada Allah. Lalu, kenapa saya harus bersandar kepada laki-laki? Lalu saya meniru bersandar kepada Allah. Saya juga melihat beliau selalu memberikan pikiran, tenaga, dan uangnya untuk masyarakatnya. Lalu saya juga mulait meniru perilaku beliau. Alhamdudillah, tiru-tiruan itu akhirnya bebar-benar menjadikan saya dianggap sukses oleh orang lain sebagai ulama. Sesungguhnya hanyalah “ulama jadi-jadian”.

Saya sesungguhnya bukan siapa-siapa. Allah lah yang memberi jalan semua ini. Ketika saya ditinggalkan suami, saya selalu mendekat kepada Allah. Saya selalu membisikkan harapan, keinginan dan doa. Saya selalu bersandar kepada-Nya. Saya sering menangis memohon kekuata-kekuatan-Nya. Akhirnya Allah menurunkan sinar-Nya dalam kehidupan saya. Sinar itulah yang indah bukan diri saya. Sinar itulah yang hebat bukan diri saya. Sinar itulah yang menerpa saya. Membuat saya seakan-akan indah dan hebat. Tanpa sinar-Nya mungkin saya adalah orang yang sangat hina dina. Tetapi sinar-Nya yang menerpa diri saya, membuat saya tergerak untuk belajar dan berbuat, lalu saya dianggap perempuan yang mampu, lalu sebagai ulama perempuan. Karena sinar-Nya lah, Indonesia, bahkan dunia, melihat saya. Saya bukan apa-apa, tetapi sinar-Nya yang membuat saya menjadi tokoh yang boleh dibanggakan banyak orang, dari pelosok Negeri, kota dan desa.

Curhatan saya kepada Allah ketika dalam kegelapan: “Ya Allah, sinari aku dengan cahaya-Mu, agar aku menjadi perempuan yang penuh cahaya”. Ini mantra saya. Saya selalu bersandar kepada-Nya dalam segala hal. Karena ini adalah modal satu-satunya bagi saya. Ketika saya iri kepada lelaki yang bisa menjadi para ulama besar, sedangkan saya ini saya perempuan yang sangat kecil, saya datang kepada Allah, karena saya tidak punya suami, ya saya datang kepada Allah. Tidak ada lagi yang saya miliki kecuali Allah subhanallahuwata’ala. “Ya Allah, aku iri ya Allah, jadikan aku perempuan yang lebih hebat dari lelaki manapun. Jadikan aku perempuan yang lebih besar dari laki-laki manapun. Jadikan aku perempuan yang lebih mulia dari laki-laki manapun. Ya Allah jadikan aku perempuan sebagai tandda-tanda kebesaran-Mu, sehingga mereka akan melihat diri-Mu saat melihat diriku”. Inilah curhatan saya.

Jadi, orang-orang di sekeliling saya tahu. Saya itu memang bukan siapa-siapa. Tidak bisa apa-apa. Tetapi saya ingin mereka melihat Allah ketika melihat saya. Saya ingin mereka menyaksikan kebesaran, kehebatan, dan keindahan dalam diri saya, yang sesungguhnya adalah milik Allah. Ini semua adalah cahaya Allah. Makanya kalau ada yang memuji-muji saya, saya tersenyum saja. Anda terkecoh oleh keindahan sinar Allah yang selalu saya minta. Bukan saya yang indah tetapi Sinar-Nya yang hadir dalam diri saya. Ini cara hidup Abu Nawas ini semoga bisa menginspirasi ibu-ibu dan para hadirin sekalian. Tidak ada kata-kata terlambat untuk ibu-ibu untuk belajar. Lakukan ilmu ini. Jadilah abdinya Allah. Hambanya Allah. Jangan jadi hambanya siapapun. Kalau jadi hamba orang lain akan hina dan bodoh. Kita jadi hamba Allah yang mengabdi dengan amanah dan tulus. Maka Allah Sang Majikan akan mengangkat hamba-Nya. Karena apa yang dikerjakan hamba-Nya adalah pekerjaan Sang Majikan seluruhnya. Dialah yang bertanggung jawab atas segala yang dikerjakan hamba-Nya yang benar-benar menghamba kepad-Nya. Inilah ilmu yang saya pakai agar tidak menjadi perempuan yang frustasi. Inilah ilmu yang saya amalkan agar kita, para perempuan, bisa hebat. Insya Allah.

Ibu-ibu, bapa-bapa, dan para hadirin sekalin. KUPI ini adalah media untuk saling menghargai, satu sama lain. Saya selalu bilang kepada setiap orang bahwa Kebon Jambu ini toko yang serba ada. Siapapun boleh datang dan membeli apapun yang ada di sini ada. Saya berharap setiap orang dapat menemukan seleranya di sini. Saya akan menghormati siapapun yang datang kemari. Orang Ahmadiyah saya hormati, orang Muhammadiyah pasti saya hormati, pendeta juga saya hormati. Saya adalah makhluk pluralis yang menghormati semua makhluk Allah, karena saya mencintai Allah. Saya sering menyatakan: “Lihatlah, dari depan aku adalah cinta, dari samping aku adalah cinta, dari atas aku adalah cinta, dari belakang aku adalah cinta, aku adalah cinta, orang yang mencintai seluruh makhluk-Nya tanpa melihat latar belakang”. Itulah konsep pluralisme menurut saya.

Saya adalah tokoh [keadilan] gender. Apa arti gender menurut saya? Gender adalah kesetaraan persandaran antara laki-laki dan perempuan. Hanya bersandar kepada Allah. Jadi, perempuan tidak bersandar kepada laki-laki. Dengan demikian, tidak lagi terjadi saling menjatuhkan dan merendahkan. Karena persandaran kita sama. Maka otomatis, laki-laki dan perempuan adalah setara. Saya juga dinobatkan sebagai tokoh feminis. Orang menobatkan. Saya sendiri tidak paham. Merinding saya. Apa arti feminisme? Feminisme, menurut saya, adalah cara pandang bahwa perempuan makhluk sempurna. Karena itu, perempuan hidup tidak harus bersandar kepada laki-laki. Haram bersandar kepada laki-laki, kepada  perempuan, atau kepada makhluk manapapun. Perempuan feminis adalah perempuan yang hidup bersandar kepada Tuhan-Nya. Sebagaimana laki-laki juga harus bersandar kepada-Nya. Ia tidak membutuhkan keberadaan laki-laki kecuali sebagai sahabat dan mitra berbagi kasih. Sebagai teman untuk saling menolong dan saling mendorong pada kebaikan.

Jadi, ibu-ibu dan bapak-bapak, jangan khawatir, gerakan KUPI ini adalah gerakan yang sangat ramah lelaki, jangan takut-takut laki-laki akan dilibas oleh perempuan. Tidak. Kita para perempuan tetap menghormati laki-laki setinggi-tingginya. Sebagaimana kita juga menghormati makhluk manapun. Kalau ada laki-laki beranggapan kita merendahkan mereka, itu suudzon [buruk sangka]. Ini, kita bergerak sudah beberapa bulan, memang kita di-suudzonin terus. Datang ke suatu tempat, kita di-susudzonin, dianggapnya kita mau membantai laki-laki, mau mengotori agama, mau merendahkan Islam, mau mengganti hukum-hukumnya, dan sebagainya. Saya tegaskan, kita ini bukan gerakan yang seperti itu. Insya Allah. Kalaupun kita menuntut sesuatu, ini agar para lelaki dan juga yang lain mau sadar [mengenai kesetaraan dan keadilan ini]. Nah... itulah gender, feminisme, dan pluralism. Yaitu gerakan untuk saling menghormati, antar makhluk, dan antara laki-laki dan perempuan. Jadi jangan khawatir. Makanya ibu-ibu, kita harus hormat kepada laki-laki. Sebelum bergerak, kita harus hormat hormat kepada laki-laki. Dan laki-laki juga harus hormat pada perempuan.

Saya pribadi itu mencinta Tuhan saya, mencintai agama saya, begitupun teman-teman saya. Saya melihat sendiri, teman-teman saya, yang mungkin dianggap ini dan itu, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang sangat mencintai agamanya, sangat mengagungkan Tuhan, Allah Swt. Mereka itu hebat, menjadi koki-koki Allah, menyuguhkan selera-selera Islam yang dipilih oleh segolongan orang atau banyak orang. Mereka adalah koki-koki-Nya untuk satu selera dan beberapa selera. Saya hormat kepada koki-koki Allah yang menyuguhkan masakan Islam dengan berbagai selera. Ada manis, yang seneng manis ikut yang manis, yang senang pedas ikut yang pedas. Yang senag asin ikut dengan asin. Nah... perbedaan-perbedaan ini adalah perbedaan dari koki-koki Allah untuk kepentingan masyarakat, untuk kepentingan bersama, untuk meninggikan Islam agama Allah dengan menyajikan masakan-masakan yang berbeda itu. Mudah-mudahan perbedaan ini bukan untuk saling menyalahkan dan saling menghina. Tapi untuk saling menghormati, karena kita ini adalah satu tim kesebelasan kalau ibarat kesebelasan [sepak bola]. Yang satu menangkap bola, yang satu menendang, yang satu menahan. Perbedaan permainan ini adalah seni dalam kehidupan dan ini adalah kebutuhan manusia. Jadi, jangan kaget kalau ada perbedaan-perbedaan itu adalah sebuah realita dan sebuah kepastian. Kalau orang tidak bisa menerima perbedaan berarti itu bukan manusia yang cerdas.

Terimakasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh …….

Cirebon, 25 April 2017