Otoritas Keulamaan Perempuan, dan Upaya Membentengi Keluarga dari Doktrin Ekstremisme
Penulis: Hafidzoh Almawaliy Ruslan
Abstrak
Dalam tragedi ledakan bom Surabaya 13 dan 14 Mei 2018, atau ledakan bom gereja Katedral Makassar 29 Maret 2021, juga aksi teror tunggal (lone wolf) pada 31 Maret 2021, di Mabes Polri, Jakarta, semakin tampak keterlibatan keluarga dan perempuan sebagai pelaku aktif sekaligus utama. Peristiwa ini kian memunculkan diskusi tentang potensi perempuan dan keluarga sebagai sasaran utama doktrin ekstremisme untuk menjadi pelaku-pelaku aktif, bahkan tunggal dalam menjalankan aksi-aksi kekerasan. Maraknya ceramah-ceramah agama lewat media sosial oleh sejumlah da’i microselebrity terindikasi jadi tempat penyebaran paham ekstremisme, sekaligus jadi salah satu tempat bagi perempuan dan individu-individu dalam institusi keluarga tersebut belajar, menyerap, dan menginternalisasi paham ekstremisme kekerasan. Oleh karena itu peran penting perempuan dan otoritas keulamaan perempuan ditantang untuk pro aktif tikut menyelesaikan persoalan doktrin ekstremisme yang menyasar banyak perempuan, anak dan institusi keluarga ini, mengingat perempuan masih dipandang sebagai “koordinator lapangan utama” dalam hal pendidikan bagi institusi keluarga. Karenanya perannya akan sangat bisa menjadi pisau bermata dua, bertindak sebagai benteng ataukah sebaliknya, sebagai eskalator-eskalator utama bagi tumbuh suburnya doktrin ektremisme di tengah institusi keluarga. Tulisan ini akan mengungkap indikasi-indikasi ceramah agama sejumlah da’i microselebrity kaitannya dengan doktrin ekstremisme, selain juga memaparkan bagaimana peran penting perempuan dan otoritas keulamaan perempuan dalam membentengi institusi keluarga dari doktrin ektremisme.
Kata kunci: Otoritas keulamaan perempuan, keluarga, da’i microselebrity, tafsir literal, doktrin ekstremisme.