KUPI, Perumus Fatwa Berperspektif Perempuan

Dari Kupipedia
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Suasana Hari kedua The 2nd ICIFPRH dalam satellite 9 “Pasca Pengesahan UU TPKS: Mendefinisikan Ulang “Komprehensif” dalam Layanan Bagi Korban Kekerasan Seksual”.

IPPI Indonesia | August 25, 2022 | Category - Artikel

Yogyakarta. 24 Agustus 2022. The 2nd International Conference on Indonesia Planning and Reproductive Health (ICIFPRH) yang diselenggarakan 23-25 Agustus 2022. Berangkat dari keresahan penurunan angka kematian ibu (AKI) yang lambat, kongres ini mengundang berbagai panelis termasuk narasumber terpilih untuk mempresentasikan program penanggulangan AKI. Hari kedua kongres ini menghadirkan Masruchah, Sekretaris MM KUPI, untuk mengisi parallel 9 “Pasca Pengesahan UU TPKS: Mendefinisikan Ulang “Komprehensif” dalam Layanan Bagi Korban Kekerasan Seksual”.

KUPI, atau yang merupakan kepanjangan dari Kongres Perempuan Ulama Indonesia, adalah gerakan dan jaringan ulama perempuan dengan visi misi rahmatan lil alamin (red: rahmat bagi semesta alam) dan misi akhlak karimah (red: akhlak terpuji) yang pertama kali diadakan pada tahun 2017.

Masruchah menjelaskan bahwa visi kerahmatan dan misi kemaslahatan menjadi keharusan dalam mempertimbangkan realitas kehidupan perempuan, sehingga mereka menjadi subjek utuh dan setara, menjadi pelaku dan penerima manfaat dari visi kerahmatan dan misi kemaslahatan. KUPI memastikan perempuan diposisikan sebagai subjek utuh, pendekatan pengalaman perempuan dalam berfatwa, menggunakan metodologi ulama mazhab yang relevan dan kontemporer. Munculnya KUPI sebagai salah satu bentuk untuk mengkonfirmasi, mengafirmasi, dan juga mengapresiasi pengabdian ulama perempuan dalam Islam dalam membangun umat, bangsa, dan kemanusiaan di Indonesia.

Hasil KUPI Fatwa I di tahun 2017 berhasil merumuskan tiga fatwa, yaitu mengenai kekerasan seksual, larangan pernikahan anak, dan kerusakan alam. Fatwa larangan perkawinan anak telah diadopsi dalam Perppu nomor 16 tahun 19. Tidak hanya itu, serta fatwa kekerasan seksual telah menjadi pertimbangan di kalangan pemerintah, ormas keagamaan, dan lembaga pendidikan. Munculnya UU nomor 12 tahun 2022, yang mengatur Tindak Pidana Kekerasan Seksual tidak terlepas dari desakan KUPI dalam ruang publik dan politik.

Fatwa larangan kekerasan seksual yang dirumuskan pada KUPI I berangkat dari realita bahwa kekerasan seksual selain berdampak tidak hanya sakit pada fisik, tetapi juga mental dan sosial, bahkan kematian. Selain itu, kekerasan seksual juga mengancam nilai-nilai lain yang digariskan di dalam al-Qur’an, an-nafs (perlindungan jiwa) dan hifdz an-nasl (perlindungan keluarga) yang seharusnya melindungi dan mengayomi. Trauma psikis akibat kekerasan seksual pada korban dapat menyulitkannya mengelola dan menjaga keuangan keluarga, jelas melenceng dari hifdz al-aql (perlindungan akal) dan hifdz al-mal (perlindungan harta).

Persiapan untuk merumuskan fatwa memerlukan waktu yang tidak singkat agar hasil akhir yang baik. Dalam musyawarah harus terdiri dari tiga kelompok keahlian, yaitu kelompok dari latar belakang pendidikan, kelompok yang beraktivitas pada pemberdayaan korban, dan terakhir dari aktivis yang memahami isu HAM dan perspektif gender. Ketiga kelompok terpilih tadi akan dikenalkan dan dilatih untuk membuat keputusan pandangan keagamaan akan isu yang menjadi agenda KUPI.

Di bulan November 2022 mendatang, KUPI II akan diselenggarakan dengan membawa lima isu utama, yang satunya adalah mengenai tema keluarga. Tema ini mencakup isu-isu mengenai pengembangan konsep keluarga yang berbasis pengalaman jaringan KUPI; konsep qiwamah dan wilayah dalam keluarga; relasi marital, parental, dan familial; kekerasan dalam rumah tangga; stunting dan kemiskinan; resiliensi keluarga terhadap berbagai tantangan sosial, seperti pornografi, narkoba, radikalisme dan ekstremisme; termasuk isu-isu khas yang telah menjadi perhatian KUPI, yaitu pemaksaan perkawinan, pemotongan genital perempuan, perlindungan jiwa perempuan dari kehamilan akibat perkosaan.

Akhir kata, Masruchah berharap KUPI II dapat berjalan dengan lancar serta fatwa-fatwa yang nanti dihasilkan mampu diadopsi ke dalam kebijakan pemerintah agar tidak lagi menyudutkan perempuan.


Ditulis oleh Indra Nugroho, Staf Media Ikatan Perempuan Positif Indonesia.

Sumber: https://www.ippi.or.id/kupi-perumus-fatwa-berperspektif-perempuan/