890
suntingan
Baris 220: | Baris 220: | ||
== TAZKIYAH (REKOMENDASI) == | == TAZKIYAH (REKOMENDASI) == | ||
1. Kepada Pemerintah dan Negara: | |||
1. | <ol style="list-style-type:lower-alpha"> | ||
<li>Memastikan adanya regulasi atau kebijakan yang mengikat di tingkat Nasional terkait dengan pencegahan, penanganan, dan penghapusan pernikahan anak.</li> | |||
<li>Mengamandemen Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait dengan batas minimal usia seorang perempuan boleh menikah dari 16 tahun menjadi 18 tahun.</li> | |||
<li>Memastikan adanya penyadaran dan edukasi tentang perlindungan anak kepada orang tua, anak, tokoh masyarakat, tokoh agama, aparat negara dan pemerintah, termasuk dampak negatif dan bahaya pernikahan anak. </li> | |||
<li>Memastikan penegakan hukum bagi aparatur negara yang terlibat dalam permalsuan identitas anak yang mendorong terjadinya perkawinan anak.</li> | |||
<li>Memastikan instansi terkait (Pemerintah Desa, KUA, Pengadilan Agama, Pengadilan Negeri) untuk tidak mengurus dan mencatatkan secara legal praktik pernikahan anak</li> | |||
<li>Memastikan penegakan hukum bagi parat penegak hukum yang terlibat dalam praktik pernikahan anak.</li> | |||
<li>Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) atau Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) untuk membatasi dan selektif terhadap pemberian ''itsbat nikah'' dan dispensasi pernikahan anak.</li> | |||
<li>Memastikan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemerintah desa untuk memfasilitasi program-program pencegahan dan penanganan pernikahan anak.</li> | |||
<li>Kemendidasmen RI agar memastikan pemenuhan wajib belajar bagi anak-anak sebagai bentuk pencegahan perkawinan anak dan meratakan fasilitas pendidikan hingga di desa-desa.</li> | |||
<li>Menyelenggarakan sekolah informal bagi anak-anak yang putus sekolah sebagai langkah penanggulangan kemiskinan di tingkat akar rumput dan mencegah terjadinya perkawinan anak</li> | |||
<li>Kemenag RI agar memastikan penyelenggaraan pendidikan pranikah bisa menjangkau seluruh calon pasangan pengantin yang cukup umur.</li> | |||
<li>Kemendikdasmen dan Kemenag RI agar memasukkan materi pendidikan tentang kesehatan reproduksi dan perlindungan anak ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah, baik di sekolah, madrasah, maupun pesantren. </li> | |||
<li>Melakukan perlindungan dan pengasuhan terhadap anak-anak terlantar yang rentan menjadi korban perkawinan anak</li> | |||
<li>Kemenkominfo menutup konten-konten pornografi yang berpotensi meningkatnya hubungan seksual di luar nikah, atau hubungan seksula dengan anak di bawah umur. </li> | |||
<li>Melakukan pendidikan literasi media pada anak-anak agar terhindar dari perkawinan anak. </li> | |||
<li>Memastikan anak yang menjadi korban perkawinan tetap bisa bersekolah formal dan sekolah formal tidak boleh menolaknya.</li> | |||
</ol> | |||
2. Kepada Masyarakat terutama Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, Tokoh Agama, dan [[Lembaga]] Swadaya Masyarakat | 2. Kepada Masyarakat terutama Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, Tokoh Agama, dan [[Lembaga]] Swadaya Masyarakat | ||
<ol style="list-style-type:lower-alpha"> | |||
<li>Berpartisipasi aktif dalam membangun kesadaran masyarakat untuk mencegah, tidak melakukan, dan tidak menjadi bagian dari pelaku pernikahan anak, melalui kampanye dan promosi pendewasaan usia nikah serta sosialisasi pandangan keagamaan tentang mudharat perkawinan anak.</li> | |||
<li>Mendorong terbentuknya Posko Pengaduan dan Penanganan berbasis masyarakat untuk pendampingan dan penanganan kasus-kasus pernikahan anak. </li> | |||
<li>Mendorong masuknya materi pencegahan pernikahan anak dan kesehatan reproduksi ke dalam kegiatan sosial keagamaan dan lembaga pendidikan yang dikelola masyarakat. </li> | |||
<li>Memberikan akses pada anak korban perkawinan anak untuk tetap bisa bersekolah atu belajar di pesantren atau sekolah formal, termasuk anak yang hamil tetap bisa bersekolah</li> | |||
<li>Menyusun kurikulum dan materi tafsir dan fiqh terkait pencegahan perkawinan anak. </li> | |||
<li>Aktif mencari anak yang menjadi korban pernikahan anak, kemudian melakukan pendampingan sesuai dengan kapasitas masing-masing agar hak anak tersebut tetap dapat dipenuhi dengan baik.</li> | |||
<li>Mensosialisasikan bahwa langgengnya perkawinan lebih penting daripada penyegeraan perkawinan apalagi jika belum siap.</li> | |||
</ol> | |||
3. Kepada Orang Tua dan Keluarga | 3. Kepada Orang Tua dan Keluarga | ||
<ol style="list-style-type:lower-alpha"> | |||
<li>Memenuhi tanggungjawab terhadap pemenuhan hak anak (agama, kesehatan, pendidikan, waktu luang, waktu bermain, dan pengasuhan anak) untuk mencegah terjadinya pernikahan anak. | |||
<li>Menyadari bahwa pernikahan anak bukan solusi terbaik atas masalah sosial ekonomi yang dihadapi dan memastikan praktik pernikahan anak tidak terjadi dalam keluarga.</li> | |||
<li>Meningkatkan keterampilan sebagai orangtua termasuk pemahaman keagamaan untuk mencegah kehamilan tidak diinginkan (KTD) dan menghapus kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual.</li> | |||
<li>Tidak menyalahgunakan Hak Ijbar sebagai alat untuk melakukan pemaksaan perkawinan.</li> | |||
<li>Bila terjadi kehamilan yang tidak dikehendaki pada masa anak perempuan masih di bawah umur, maka orang tua tidak memaksakan perkawinan anak sebagai solusi.</li> | |||
<li>Memastikan hak atas pendidikan dan hak-hak lainnya tetap terpenuhi dengan baik, meskipun anak terlanjur dinikahkan.</li> | |||
</ol> | |||
4. Kepada Anak: | 4. Kepada Anak: | ||
<ol style="list-style-type:lower-alpha"> | |||
<li>Mengikuti forum penguatan sebaya untuk mendapatkan edukasi pencegahan perkawinan anak; mendapatkan informasi dan edukasi percegahan perkawianna anak, perlindungan anak, kesehatan reproduksi, dan hak-hak seksualitas secara komprehensif termasuk dalam perpektif hukum Islam. </li> | |||
<li>Berani untuk berpendapat demi kepentingan terbaik bagi dirinya termasuk menolak penyalahgunaan hak ijbar, menolak semua bentuk hubungan seksual, pernikahan, dan pemaksaan kerja.</li> | |||
</ol> | |||
== MARAJI’ == | == MARAJI’ == |