Fahmina: Perbedaan revisi

Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
45 bita dihapus ,  29 September 2021 16.19
Tag: VisualEditor Pengembalian manual
Baris 13: Baris 13:
*Regha Rugayah (Ka. SD Awliya)}}'''Yayasan Fahmina''' bergerak pada wilayah kajian agama, sosial dan penguatan masyarakat sipil (civil society). Sebagai organisasi civil society, Fahmina terbuka bekerjasama dengan masyarakat lintas etnis, ras, agama dan gender. Ikatan Fahmina adalah sistem nilai dan ideologi perjuangan yang dianut, bukan kesamaan etnik, ras, agama, atau gender.
*Regha Rugayah (Ka. SD Awliya)}}'''Yayasan Fahmina''' bergerak pada wilayah kajian agama, sosial dan penguatan masyarakat sipil (civil society). Sebagai organisasi civil society, Fahmina terbuka bekerjasama dengan masyarakat lintas etnis, ras, agama dan gender. Ikatan Fahmina adalah sistem nilai dan ideologi perjuangan yang dianut, bukan kesamaan etnik, ras, agama, atau gender.


Sejarah kehadiran Fahmina berawal dari pergumulan intelektual kawula muda dari kalangan pesantren di Cirebon, yang memunculkan kesadaran berbagai pihak untuk mengembangkan tradisi intelektual dan etos sosial pesantren dalam merespon perkembangan kontemporer dan perubahan sosial yang tiada henti. Berangkat dari semangat pergumulan itu dan sesuai dengan kebutuhan gerakan, pada bulan November tahun 2000 empat aktivis pesantren, yakni [[Husein Muhammad]]<ref>Husein Muhammad saat itu adalah kiai pengasuh Pondok Pesantren Dar al-Tauhid Arjawinangun Cirebon, lulusan PTIQ Jakarta, dan al-Azhar Mesir, kader P3M Jakarta dan PP Lakpesdam Jakarta.</ref>, Affandi Mochtar<ref>Affandi Mochtar saat itu adalah anak KH. Mochtar PP Babakan Ciwaringin Cirebon, lulusan S1 STAIN Cirebon dan S2 McGill University, sedang mengikuti program S3 di IAIN Jakarta.</ref>, Marzuki Wahid<ref>Marzuki Wahid saat itu adalah anak Ketua PC Lakpesdam NU Kab. Cirebon, mantan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Syari’ah IAIN Yogyakarta, alumni PP Babakan Ciwaringin Cirebon dan PP Krapyak Yogyakarta, lulusan S1 IAIN Yogyakarta, sedang S2 di IAIN Jakarta.</ref>, dan [[Faqihuddin Abdul Kodir]]<ref>Faqihuddin Abd. Kodir saat itu adalah alumni PP Dar al-Tauhid Arjawinangun Cirebon, lulusan S1 Universitas Damaskus Syiria, dan baru menyelesaikan S2 di Islam Antara Bangsa Kualalumpur Malaysia.</ref> mendirikan Fahmina<ref>Awalnya empat pendiri Fahmina tersebut menyepakati nama “Fahmindo” untuk menyebut [[lembaga]] yang didirikannya itu. “Fahmindo” adalah padatan dari ''“fahm”'' (bahasa Arab) yang berarti perspektif, dan “indo” adalah singkatan dari “Indonesia”. Sehingga Fahmindo berarti “perspektif Indonesia tentang masalah-masalah kemanusiaan” atau “perspektif kita tentang keindonesiaan”. Saat itu Fahmindo sudah terdaftar di Akta Notaris Atiyah Djahari, SH Cirebon dengan no. 20 tanggal 31 Juli 2000. Namun, dengan berbagai pertimbangan, kemudian nama “Fahmindo” diubah menjadi “Fahmina”. Fahmina adalah padatan dari “fahm” dan “ina” dengan makna yang kurang lebih sama, kecuali “indo” (singkatan Indonesia) diubah menjadi “ina” (singkatan internasional untuk negara Indonesia). Fahmina juga bisa berarti “pemahaman kita” atau “perspektif kita” tentang realitas sosial, kemanusiaan atau masalah-masalah sosial keagamaan untuk transformasi sosial. Nama lembaga Fahmina juga sudah terdaftar di Notaris Idris Abas, SH No. 1 tanggal 3 Januari 2003. Pada tahun 2007, badan hukum Fahmina menjadi Yayasan Fahmina, dengan SK Menhukam No. 8 tanggal 10 Agustus 2007.</ref>. Kemudian pada bulan Februari 2001, Fahmina mulai diluncurkan ke publik.
Sejarah kehadiran Fahmina berawal dari pergumulan intelektual kawula muda dari kalangan pesantren di Cirebon, yang memunculkan kesadaran berbagai pihak untuk mengembangkan tradisi intelektual dan etos sosial pesantren dalam merespon perkembangan kontemporer dan perubahan sosial yang tiada henti. Berangkat dari semangat pergumulan itu dan sesuai dengan kebutuhan gerakan, pada bulan November tahun 2000 empat aktivis pesantren, yakni [[Husein Muhammad]]<ref>Husein Muhammad saat itu adalah kiai pengasuh Pondok Pesantren Dar al-Tauhid Arjawinangun Cirebon, lulusan PTIQ Jakarta, dan al-Azhar Mesir, kader P3M Jakarta dan PP Lakpesdam Jakarta.</ref>, Affandi Mochtar<ref>Affandi Mochtar saat itu adalah anak KH. Mochtar PP Babakan Ciwaringin Cirebon, lulusan S1 STAIN Cirebon dan S2 McGill University, sedang mengikuti program S3 di IAIN Jakarta.</ref>, [[Marzuki Wahid]]<ref>Marzuki Wahid saat itu adalah anak Ketua PC Lakpesdam NU Kab. Cirebon, mantan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Syari’ah IAIN Yogyakarta, alumni PP Babakan Ciwaringin Cirebon dan PP Krapyak Yogyakarta, lulusan S1 IAIN Yogyakarta, sedang S2 di IAIN Jakarta.</ref>, dan [[Faqihuddin Abdul Kodir]]<ref>Faqihuddin Abd. Kodir saat itu adalah alumni PP Dar al-Tauhid Arjawinangun Cirebon, lulusan S1 Universitas Damaskus Syiria, dan baru menyelesaikan S2 di Islam Antara Bangsa Kualalumpur Malaysia.</ref> mendirikan Fahmina<ref>Awalnya empat pendiri Fahmina tersebut menyepakati nama “Fahmindo” untuk menyebut [[lembaga]] yang didirikannya itu. “Fahmindo” adalah padatan dari ''“fahm”'' (bahasa Arab) yang berarti perspektif, dan “indo” adalah singkatan dari “Indonesia”. Sehingga Fahmindo berarti “perspektif Indonesia tentang masalah-masalah kemanusiaan” atau “perspektif kita tentang keindonesiaan”. Saat itu Fahmindo sudah terdaftar di Akta Notaris Atiyah Djahari, SH Cirebon dengan no. 20 tanggal 31 Juli 2000. Namun, dengan berbagai pertimbangan, kemudian nama “Fahmindo” diubah menjadi “Fahmina”. Fahmina adalah padatan dari “fahm” dan “ina” dengan makna yang kurang lebih sama, kecuali “indo” (singkatan Indonesia) diubah menjadi “ina” (singkatan internasional untuk negara Indonesia). Fahmina juga bisa berarti “pemahaman kita” atau “perspektif kita” tentang realitas sosial, kemanusiaan atau masalah-masalah sosial keagamaan untuk transformasi sosial. Nama lembaga Fahmina juga sudah terdaftar di Notaris Idris Abas, SH No. 1 tanggal 3 Januari 2003. Pada tahun 2007, badan hukum Fahmina menjadi Yayasan Fahmina, dengan SK Menhukam No. 8 tanggal 10 Agustus 2007.</ref>. Kemudian pada bulan Februari 2001, Fahmina mulai diluncurkan ke publik.


Sejak peluncurannya, orientasi kerja Fahmina fokus pada kajian kritis sosial keagamaan dan pendampingan masyarakat marjinal ''(mustadl’afin)'' dalam perspektif kemanusiaan, kesetaraan, dan keadilan. Orientasi perjuangannya tampak dari program-program yang telah dilaksanakan, yakni menciptakan struktur sosial yang setara dan adil, di mana setiap orang – baik laki-laki maupun perempuan, baik muslim maupun non-muslim, latar etnik maupun – bisa berdaya dan memiliki kesempatan yang sama untuk bisa menjadi kuat, baik secara politik, sosial, maupun budaya.
Sejak peluncurannya, orientasi kerja Fahmina fokus pada kajian kritis sosial keagamaan dan pendampingan masyarakat marjinal ''(mustadl’afin)'' dalam perspektif kemanusiaan, kesetaraan, dan keadilan. Orientasi perjuangannya tampak dari program-program yang telah dilaksanakan, yakni menciptakan struktur sosial yang setara dan adil, di mana setiap orang – baik laki-laki maupun perempuan, baik muslim maupun non-muslim, latar etnik maupun – bisa berdaya dan memiliki kesempatan yang sama untuk bisa menjadi kuat, baik secara politik, sosial, maupun budaya.
Baris 78: Baris 78:
Fahmina mengembangkan diri dan membangun jaringan, tidak hanya di tingkat wilayah III Cirebon dan Jawa Barat, tetapi juga secara nasional di Situbondo Jawa Timur dan Nanggroe Aceh Darussalam. Di luar itu, Fahmina juga mengembangkan jaringan dengan komunitas muslim di tingkat reional dan internasinal, seperti Malaysia, Singapura, Philipina, Thailand, Mesir, Syria, Pakistan, dan Afghanistan. Sebagai lembaga aktualisasi intelektualisme pesantren, Fahmina telah dikunjungi—sebagian melakukan kerjasama—oleh berbagai lembaga penelitian,, lembaga pendidikan, dan perguruan tinggi, baik tingkat lokal, nasional dan internasional: IAIN Cirebon, Unswagati, STAIC dan UMC (semua di Cirebon), UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, STAIN Purwokerto, STAIN Malikussaleh Lhokseumawe NAD, Lembaga Penelitian UI, Pusdakota Ubaya, Pusham Unair, Ohio University, Deakin University, Sister in Islam Malaysia, Majlis Ulama Afghanistan, dan Nisa ul-Haqq fi Bangsa Moro Filipina.
Fahmina mengembangkan diri dan membangun jaringan, tidak hanya di tingkat wilayah III Cirebon dan Jawa Barat, tetapi juga secara nasional di Situbondo Jawa Timur dan Nanggroe Aceh Darussalam. Di luar itu, Fahmina juga mengembangkan jaringan dengan komunitas muslim di tingkat reional dan internasinal, seperti Malaysia, Singapura, Philipina, Thailand, Mesir, Syria, Pakistan, dan Afghanistan. Sebagai lembaga aktualisasi intelektualisme pesantren, Fahmina telah dikunjungi—sebagian melakukan kerjasama—oleh berbagai lembaga penelitian,, lembaga pendidikan, dan perguruan tinggi, baik tingkat lokal, nasional dan internasional: IAIN Cirebon, Unswagati, STAIC dan UMC (semua di Cirebon), UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, STAIN Purwokerto, STAIN Malikussaleh Lhokseumawe NAD, Lembaga Penelitian UI, Pusdakota Ubaya, Pusham Unair, Ohio University, Deakin University, Sister in Islam Malaysia, Majlis Ulama Afghanistan, dan Nisa ul-Haqq fi Bangsa Moro Filipina.


Kerja-kerja sosial yang dilakukan Fahmina melapangkan jalan bagi para alumni pesantren Cirebon untuk beraktivitas secara intelektual dan sosial, tanpa harus terlepas dari kekayaan tradisi pesantren yang diwariskan. Di antara yang digeluti dan didorong Fahmina adalah menulis di media massa, menulis buku, membuat bulleting, menerbitkan majalah, berceramah mengenai isu-isu sosial-kekinian, mendampingi dan mengorganisasi masyarakat untuk memperoleh keadilan. Saat ini, sejumlah kyai dari komunitas pesantren di Cirebon telah menerbitkan buku-buku karya intelektualnya. Di antaranya adalah KH. Husein Muhammad, KH. MA Fuad Hasyim, KH. Yahya Masduqi, KH. Syarif Usman Yahya, KH. Maman Imanul Haq, Ny. Hj. Masriyah Amva, Ny. Hj. Afwah Mumtazah, KH. Faqihuddin Abdul Kodir, KH. Marzuki Wahid, Nuruzzaman, Ahmad Baiquni, Abd. Muiz Syairozi, dll. Ini belum termasuk sejumlah tulisan dalam bentuk artikel, makalah, khutbah, ceramah, gerakan sosial, dan pengoranisasian masyarakat yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang dilakukan komunitas pesantren.
Kerja-kerja sosial yang dilakukan Fahmina melapangkan jalan bagi para alumni pesantren Cirebon untuk beraktivitas secara intelektual dan sosial, tanpa harus terlepas dari kekayaan tradisi pesantren yang diwariskan. Di antara yang digeluti dan didorong Fahmina adalah menulis di media massa, menulis buku, membuat bulleting, menerbitkan majalah, berceramah mengenai isu-isu sosial-kekinian, mendampingi dan mengorganisasi masyarakat untuk memperoleh keadilan. Saat ini, sejumlah kyai dari komunitas pesantren di Cirebon telah menerbitkan buku-buku karya intelektualnya. Di antaranya adalah KH. Husein Muhammad, KH. MA Fuad Hasyim, KH. Yahya Masduqi, KH. Syarif Usman Yahya, KH. Maman Imanul Haq, Ny. Hj. [[Masriyah Amva]], Ny. Hj. [[Afwah Mumtazah]], KH. Faqihuddin Abdul Kodir, KH. Marzuki Wahid, Nuruzzaman, Ahmad Baiquni, Abd. Muiz Syairozi, dll. Ini belum termasuk sejumlah tulisan dalam bentuk artikel, makalah, khutbah, ceramah, gerakan sosial, dan pengoranisasian masyarakat yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang dilakukan komunitas pesantren.


Sebagai kelanjutan wadah pasca pesantren, Fahmina akhirnya mendirikan perguruan tinggi strata satu dengan nama Institut Studi Islam Fahmina (ISIF). Sejak memperoleh ijin operasional dari Kemenerian Agama RI pada akhir tahun 2007, pada tahun 2008 ISIF sudah mulai beroperasi sebagai lembaga pendidikan tinggi. Dalam pandangan para pendiri Fahmina, ISIF adalah institusionalisasi gagasan, pemikiran, dan ideologi perjuangan Fahmina ke dalam sistem pendidikan formal sebagai ajang kaderisasi formal terstruktur.
Sebagai kelanjutan wadah pasca pesantren, Fahmina akhirnya mendirikan perguruan tinggi strata satu dengan nama Institut Studi Islam Fahmina (ISIF). Sejak memperoleh ijin operasional dari Kemenerian Agama RI pada akhir tahun 2007, pada tahun 2008 ISIF sudah mulai beroperasi sebagai lembaga pendidikan tinggi. Dalam pandangan para pendiri Fahmina, ISIF adalah institusionalisasi gagasan, pemikiran, dan ideologi perjuangan Fahmina ke dalam sistem pendidikan formal sebagai ajang kaderisasi formal terstruktur.
Baris 177: Baris 177:


=== Kampanye Anti Perdagangan Manusia ''(Trafficking)'' ===
=== Kampanye Anti Perdagangan Manusia ''(Trafficking)'' ===
Fahmina telah memulai program pemberdayaan masyarakat melawan kejahatan trafiking ini sejak tahun 2004. Bersama Eva Sundari, Hana Satriyo, Sandra Hamid, dan Lies Marcoes-Natsir, Fahmina mengembangkakn wacana sekaligus praksis advokasi untuk melawan kejahatan trafiking dalam konteks lokal<ref>Faqihuddin Abdul Kodir, Abd. Moqsith Ghazali, Imam Nakha’i, KH. Husein Muhammad, Marzuki Wahid, Fiqh Anti Trafiking ''(Cirebon: Fahmina-institute, 2006)''</ref>. Untuk wilayah Cirebon, Indramayu, dan Majalengka, trafiking bukanlah sekadar wacana, melainkan persoalan yang hadir sehari-hari di depan mata mereka. Advokasi ini sangatlah berat bagi mereka. Ebab yang mereka lawan tidak sekadar para makelar, calo-calo, dan agen bejat yang memanfaatkan kerentanan kalangan miskin dan peraturan yang lemah, tetapi juga kenaifan dan kemiskinan itu sendiri.
Fahmina telah memulai program pemberdayaan masyarakat melawan kejahatan trafiking ini sejak tahun 2004. Bersama Eva Sundari, Hana Satriyo, Sandra Hamid, dan [[Lies Marcoes]]-Natsir, Fahmina mengembangkakn wacana sekaligus praksis advokasi untuk melawan kejahatan trafiking dalam konteks lokal<ref>Faqihuddin Abdul Kodir, Abd. Moqsith Ghazali, Imam Nakha’i, KH. Husein Muhammad, Marzuki Wahid, Fiqh Anti Trafiking ''(Cirebon: Fahmina-institute, 2006)''</ref>. Untuk wilayah Cirebon, Indramayu, dan Majalengka, trafiking bukanlah sekadar wacana, melainkan persoalan yang hadir sehari-hari di depan mata mereka. Advokasi ini sangatlah berat bagi mereka. Ebab yang mereka lawan tidak sekadar para makelar, calo-calo, dan agen bejat yang memanfaatkan kerentanan kalangan miskin dan peraturan yang lemah, tetapi juga kenaifan dan kemiskinan itu sendiri.


Sebagai isu, trafiking bukanlah agenda baru bagi gerakan perempuan di Indonesia. Bahkan advokasi untuk memberantas praktik perdagangan manusia telah muncul sejak sebelum kemerdekaan. Di tahun 1922, tercatat beberapa perempuan pergerakan dari sayap Islam, seperti Ibu Solichah Wahid dari NU bersama organisasi perempuan dari sayap nasionalis dan sosialis meneriakkan kampanye anti-perdagangan perempuan. Awal tahun 60-an, dengan dilatarbelakangi oleh situasi politik konfrontasi Indonesia-Malaysia, seruan untuk memerangi kejahatan trafiking dilakukan oleh organisasi pergerakan perempuan Islam, seperti Aisyiyah, yang menentang perdagangan manusia yang dipekerjakan di perkebunan-perkebunan di Semenanjung Malaysia yang didatangkan secara illegal dari wilayah Sumatera. Pada perkembangannya, isu trafiking muncul mengiringi semakin terbukanya lalu lintas hubungan antarpulau dan antarnegara. Karenanya, isu ini menjadi persoalan antar dan internegara-negara di dunia, utamanya di dunia berkembang.
Sebagai isu, trafiking bukanlah agenda baru bagi gerakan perempuan di Indonesia. Bahkan advokasi untuk memberantas praktik perdagangan manusia telah muncul sejak sebelum kemerdekaan. Di tahun 1922, tercatat beberapa perempuan pergerakan dari sayap Islam, seperti Ibu Solichah Wahid dari NU bersama organisasi perempuan dari sayap nasionalis dan sosialis meneriakkan kampanye anti-perdagangan perempuan. Awal tahun 60-an, dengan dilatarbelakangi oleh situasi politik konfrontasi Indonesia-Malaysia, seruan untuk memerangi kejahatan trafiking dilakukan oleh organisasi pergerakan perempuan Islam, seperti Aisyiyah, yang menentang perdagangan manusia yang dipekerjakan di perkebunan-perkebunan di Semenanjung Malaysia yang didatangkan secara illegal dari wilayah Sumatera. Pada perkembangannya, isu trafiking muncul mengiringi semakin terbukanya lalu lintas hubungan antarpulau dan antarnegara. Karenanya, isu ini menjadi persoalan antar dan internegara-negara di dunia, utamanya di dunia berkembang.
Baris 191: Baris 191:
Untuk kelompok ''pertama,'' tujuan Fahmina adalah agar mereka memhami dan menggunakan Islam sebagai kekuatan teologis kerja-kerja pemberdayaan mereka. Dengan itu, Fahmina sendiri memperoleh manfaat besar berdasarkan pengalaman-pengalaman riil yang dihadapi perempuan, sebagai basis reinterpretasi terhadap tradisi intelektual pesantren. Sementara dengan kelompok ''kedua,'' tujuan Fahmina adalah agar mereka mengenali perspektif gender sebagai pemaknaan dan dakwah Islam yang ramah perempuan dan adil gender. Tentu saja, Fahmina pun memperoleh manfaat besar dari kelompok kedua ini dengan kekayaan tradisi intelektual yang mereka hadirkan di hadapan para aktivis Fahmina.
Untuk kelompok ''pertama,'' tujuan Fahmina adalah agar mereka memhami dan menggunakan Islam sebagai kekuatan teologis kerja-kerja pemberdayaan mereka. Dengan itu, Fahmina sendiri memperoleh manfaat besar berdasarkan pengalaman-pengalaman riil yang dihadapi perempuan, sebagai basis reinterpretasi terhadap tradisi intelektual pesantren. Sementara dengan kelompok ''kedua,'' tujuan Fahmina adalah agar mereka mengenali perspektif gender sebagai pemaknaan dan dakwah Islam yang ramah perempuan dan adil gender. Tentu saja, Fahmina pun memperoleh manfaat besar dari kelompok kedua ini dengan kekayaan tradisi intelektual yang mereka hadirkan di hadapan para aktivis Fahmina.


Untuk kelompok pertama, pada tahun 2004 Fahmina menyelenggarakan Kursus Islam dan Gender ''(Dawrah Fiqh Perempuan)'' yang dihadiri 28 orang aktivis dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk para aktivis dari generasi pertama, seperti Ibu Saparinah Sadli, Debra Yatim, Kamala Candrakirana, Taty Krisnawati, Ninuk Widyantoro, dan lain-lain. Dari pengalaman ini, Fahmina berhasil menerbitkan buku ''Dawrah Fiqh Perempuan, Modul Kursus Islam dan Gender.'' Dengan buku ini, Fahmina memfasilitasi para pelatih dari kepolisian Nanggroe Aceh Darussalam, aktivis perempuan Aceh, aktivis laki-laki Aceh, aktivis NGO dan kelompok pendamping komunitas Bangkalan Madura, Fahmina pernah memperoleh kehormatan untuk memfasilitasi aktivis perempuan muslim Moro di Davao City Philipina pada bulan Desember 2007, terkahir tahun 2011 fahmina memfasilitasi Kursus Islam dan Gender ini dihadiri oleh aktivis perempuan lintas agama, termasuk di dalamnya Julia Suryakusumah, feminis senior dan kolumnis di berbagai media massa, nasional dan internasional.
Untuk kelompok pertama, pada tahun 2004 Fahmina menyelenggarakan Kursus Islam dan Gender ''(Dawrah Fiqh Perempuan)'' yang dihadiri 28 orang aktivis dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk para aktivis dari generasi pertama, seperti Ibu [[Saparinah Sadli]], Debra Yatim, Kamala Candrakirana, Taty Krisnawati, Ninuk Widyantoro, dan lain-lain. Dari pengalaman ini, Fahmina berhasil menerbitkan buku ''Dawrah Fiqh Perempuan, Modul Kursus Islam dan Gender.'' Dengan buku ini, Fahmina memfasilitasi para pelatih dari kepolisian Nanggroe Aceh Darussalam, aktivis perempuan Aceh, aktivis laki-laki Aceh, aktivis NGO dan kelompok pendamping komunitas Bangkalan Madura, Fahmina pernah memperoleh kehormatan untuk memfasilitasi aktivis perempuan muslim Moro di Davao City Philipina pada bulan Desember 2007, terkahir tahun 2011 fahmina memfasilitasi Kursus Islam dan Gender ini dihadiri oleh aktivis perempuan lintas agama, termasuk di dalamnya Julia Suryakusumah, feminis senior dan kolumnis di berbagai media massa, nasional dan internasional.


Buku ''Dawrah Fiqh Perempuan; Kursus Islam dan Gender'' sudah dicetak tiga edisi, lebih dari 4000 eksemplar, beredar di antara para aktivis dan lembaga-lembaga gerakan perempuan. Buku itu juga sudah diterbitkan ke dalam bahasa Inggris, berjumlah 2000 eksemplar dan beredar di antara berbagai NGO nasional, regional, dan internasional. Untuk kelompok kedua, Fahmina melakukan berbagai kursus, pelatihan, belajar bersama, pengajian kitab, ''ihtisab'' Ramadhan, penulisan di media dan penerbitan buku, dan yang lebih khusus adalah penerbitan kaset dan buku ''Shalawat Keadilan''.
Buku ''Dawrah Fiqh Perempuan; Kursus Islam dan Gender'' sudah dicetak tiga edisi, lebih dari 4000 eksemplar, beredar di antara para aktivis dan lembaga-lembaga gerakan perempuan. Buku itu juga sudah diterbitkan ke dalam bahasa Inggris, berjumlah 2000 eksemplar dan beredar di antara berbagai NGO nasional, regional, dan internasional. Untuk kelompok kedua, Fahmina melakukan berbagai kursus, pelatihan, belajar bersama, pengajian kitab, ''ihtisab'' Ramadhan, penulisan di media dan penerbitan buku, dan yang lebih khusus adalah penerbitan kaset dan buku ''Shalawat Keadilan''.
Baris 227: Baris 227:
Sejak didirakn sampai tahun 2010, Fahmina telah melakukan beberapa program dan kegiatan yang berkontribusi pada perubahan, baik di tingkat komunitas maupun kebijakan publik, khususnya yang berdampak pada terbukanya akses masyarakat terhadap hak-haknya. Di antara yang telah dilakukan Fahmina adalah:
Sejak didirakn sampai tahun 2010, Fahmina telah melakukan beberapa program dan kegiatan yang berkontribusi pada perubahan, baik di tingkat komunitas maupun kebijakan publik, khususnya yang berdampak pada terbukanya akses masyarakat terhadap hak-haknya. Di antara yang telah dilakukan Fahmina adalah:


1. Pendidikan publik dan pembangunan kesadaran masyarakat atas hak dasarnya sebagai warga negara, haknya sebagai manusia, dan haknya sebagai perempuan. Upaya ini dilakukan dalam bentuk, di antaranya:
:1. Pendidikan publik dan pembangunan kesadaran masyarakat atas hak dasarnya sebagai warga negara, haknya sebagai manusia, dan haknya sebagai perempuan. Upaya ini dilakukan dalam bentuk, di antaranya:


·    Pendirian 10 Radio Komunitas di Wilayah III Cirebon, meliputi Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan.
::- Pendirian 10 Radio Komunitas di Wilayah III Cirebon, meliputi Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan.


·    Bulletin ''al-Basyar'' yang terbit sejak tahun 2001 hingga sekarang, memuat isu-isu keislaman yang dikaitkan dengan isu gender, demokrasi, HAM, ''trafficking,'' dan pluralisme, yang disebar ke seluruh wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan, dan Situbondo.
::- Bulletin ''al-Basyar'' yang terbit sejak tahun 2001 hingga sekarang, memuat isu-isu keislaman yang dikaitkan dengan isu gender, demokrasi, HAM, ''trafficking,'' dan pluralisme, yang disebar ke seluruh wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan, dan Situbondo.


·    Bulletin ''Blakasuta'' yang telah terbit sejak Desember 2003 hingga sekarang, berisi sebagai informasi tentang isu demokrasi, pluralisme, HAM, komunitas, pemberdayaan, ekonomi, pendidikan kritis, kesetaraan dan keadilan gender dan sebagainya.
::- Bulletin ''Blakasuta'' yang telah terbit sejak Desember 2003 hingga sekarang, berisi sebagai informasi tentang isu demokrasi, pluralisme, HAM, komunitas, pemberdayaan, ekonomi, pendidikan kritis, kesetaraan dan keadilan gender dan sebagainya.


·    Penerbitan jurnal ilmiah ''Fiqh Raykat'' dan buku hasil kajian Islam dan Gender, Islam dan Demokrasi, dan Islam dan Pluralisme.
::- Penerbitan jurnal ilmiah ''Fiqh Raykat'' dan buku hasil kajian Islam dan Gender, Islam dan Demokrasi, dan Islam dan Pluralisme.


2.   Peningkatan kesadaran masyarakat pesantren, khususnya di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan, Jawa Timur, dan Naggroe Aceh Darussalam, melalui pelatihan, lokakarya, forum diskusi, ''mujalasah'' ulama, ''halaqah'', penyebaran bulletin ''Al-Basyar'' dan ''Blakasuta'', dan lain sebagainya.
:2. Peningkatan kesadaran masyarakat pesantren, khususnya di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan, Jawa Timur, dan Naggroe Aceh Darussalam, melalui pelatihan, lokakarya, forum diskusi, ''mujalasah'' ulama, ''halaqah'', penyebaran bulletin ''Al-Basyar'' dan ''Blakasuta'', dan lain sebagainya.


3.   Adanya kebijakan publik yang telah mempengaruhi pemenuhan hak-hak masyarakat, di antaranya:
:3. Adanya kebijakan publik yang telah mempengaruhi pemenuhan hak-hak masyarakat, di antaranya:


·    Advokasi, pendampingan dan ''capacity building'' untuk pedagang kaki lima (PKL) yang sering menjadi sasaran razia pemerintah setempat. Pada tahun 2006, Fahmina telah berhasil mengajukan anggaran untuk pemberdayaan ekonomi PKL melalui Pemerintah Provinsi Jawa Barat senilai dua milyar rupiah.
::- Advokasi, pendampingan dan ''capacity building'' untuk pedagang kaki lima (PKL) yang sering menjadi sasaran razia pemerintah setempat. Pada tahun 2006, Fahmina telah berhasil mengajukan anggaran untuk pemberdayaan ekonomi PKL melalui Pemerintah Provinsi Jawa Barat senilai dua milyar rupiah.


·    Fahmina telah mendorong pemerintah di lima daerah (Kab. Cirebon, Kota Cirebon, Kab. Indramayu, Kab. Kuningan, dan Kab. Majalengka) Jawa Barat untuk memenuhi kewajiban negara akan hak warga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar gratis. Salah satu keberhasilannya saat ini di Indramayu adalah pemerintah telah menganggarkan dana kesehatan dan pendidikan lebih dari 20% dari APBD.
::- Fahmina telah mendorong pemerintah di lima daerah (Kab. Cirebon, Kota Cirebon, Kab. Indramayu, Kab. Kuningan, dan Kab. Majalengka) Jawa Barat untuk memenuhi kewajiban negara akan hak warga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar gratis. Salah satu keberhasilannya saat ini di Indramayu adalah pemerintah telah menganggarkan dana kesehatan dan pendidikan lebih dari 20% dari APBD.


·    Fahmina mendesak pemerintah daerah Indramayu untuk menyusun regulasi yang dapat melindungi warganya dari tindak kekerasan dan kejahatan, terutama yang menimpa buruh migran dan perempuan. Hasil dari intervensi ini adalah lahirnya Perda no. 14 tahun 2005 tentang Pencegahan dan Pelarangan ''Trafficking'' untuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Indramayu.
::- Fahmina mendesak pemerintah daerah Indramayu untuk menyusun regulasi yang dapat melindungi warganya dari tindak kekerasan dan kejahatan, terutama yang menimpa buruh migran dan perempuan. Hasil dari intervensi ini adalah lahirnya Perda no. 14 tahun 2005 tentang Pencegahan dan Pelarangan ''Trafficking'' untuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Indramayu.


4.   Publikasi melalui website Fahmina ''(www.fahmina.or.id)'', untuk menyosialisasikan wacana kritis Fahmina, gerakan Fahmina, Islam Cirebon, dan berbagai informasi Islam dan gender lainnya dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan Inggris.
:4. Publikasi melalui website Fahmina ''(www.fahmina.or.id)'', untuk menyosialisasikan wacana kritis Fahmina, gerakan Fahmina, Islam Cirebon, dan berbagai informasi Islam dan gender lainnya dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan Inggris.


5.   Pendirian perguruan tinggi Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) di Cirebon. ISIF dengan izin operasional dari Ditjen Pendidikan Islam, Departemen Agama RI melalui SK nomor DJ.I/405/2008 saat ini membuka 6 jurusan dari 3 fakultas, yaitu Fakultas Tarbiyah (Jurusan Pendidikan Agama Islam), Fakultas Syariah (Jurusan Ahwal Syakhshiyyah atau [[Hukum Keluarga]], dan Ekonomi Perbankan Islam), dan Fakultas Ushuluddin (Jurusan Tafsir Hadits, Pemikiran Islam, dan Tasawuf).
:5. Pendirian perguruan tinggi Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) di Cirebon. ISIF dengan izin operasional dari Ditjen Pendidikan Islam, Departemen Agama RI melalui SK nomor DJ.I/405/2008 saat ini membuka 6 jurusan dari 3 fakultas, yaitu Fakultas Tarbiyah (Jurusan Pendidikan Agama Islam), Fakultas Syariah (Jurusan Ahwal Syakhshiyyah atau [[Hukum Keluarga]], dan Ekonomi Perbankan Islam), dan Fakultas Ushuluddin (Jurusan Tafsir Hadits, Pemikiran Islam, dan Tasawuf).


6.   Pembentukan jaringan dan koordinasi kekuatan ''civil society'' untuk mendapatkan capaian program yang maksimal, di antaranya:
:6. Pembentukan jaringan dan koordinasi kekuatan ''civil society'' untuk mendapatkan capaian program yang maksimal, di antaranya:


·    Bergabung dalam Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) untuk melakukan kerja-kerja pendidikan demokrasi bagi pemilih pemula dan monitoring terhadap proses pelaksanaan pemilihan, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun daerah.
::- Bergabung dalam Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) untuk melakukan kerja-kerja pendidikan demokrasi bagi pemilih pemula dan monitoring terhadap proses pelaksanaan pemilihan, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun daerah.


·    Bergabung dalam Jaringan Persaudaraan Sejati (JPS) yang bekerja untuk mengadvokasi kebijakan pemerintah pusat yang tidak berpihak pada kebebasan dan keragaman agama. Dalam konteks ini, kebijakan yang diadvokasi adalah RUU KUB (Kerukunan Umat Beragama) pada tahun 2004.
::- Bergabung dalam Jaringan Persaudaraan Sejati (JPS) yang bekerja untuk mengadvokasi kebijakan pemerintah pusat yang tidak berpihak pada kebebasan dan keragaman agama. Dalam konteks ini, kebijakan yang diadvokasi adalah RUU KUB (Kerukunan Umat Beragama) pada tahun 2004.


·    Bergabung dalam jaringan pemantauan pluralisme yang dibentuk pada tahun 2005 untuk menangani kasus kekerasan atas nama agama. Jaringan ini juga memantau kebijakan pemerintah yang tidak mencerminkan keberpihakan pada pluralitas budaya, etnis, dan agama.
::- Bergabung dalam jaringan pemantauan pluralisme yang dibentuk pada tahun 2005 untuk menangani kasus kekerasan atas nama agama. Jaringan ini juga memantau kebijakan pemerintah yang tidak mencerminkan keberpihakan pada pluralitas budaya, etnis, dan agama.


·    Memfasilitasi pendirian jaringan antaragama di Kabupaten dan Kota Cirebon yang tergabung dalam Forum Sabtuan, sejak tahun 2000 hingga sekarang.
::- Memfasilitasi pendirian jaringan antaragama di Kabupaten dan Kota Cirebon yang tergabung dalam Forum Sabtuan, sejak tahun 2000 hingga sekarang.


·    Memfasilitasi pendirian Jaringan Masyarakat Anti ''Trafficking'' (JIMAT) dan mendampingi Satuan Tugas Anti ''Trafficking'' (SANTRI), dua jaringan yang dibentuk atas keprihatinan berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan, anak, dan buruh yang terjadi di Wilayah Cirebon. Jaringan ini terbuka sebagai tindak lanjut dari training yang dilakukan Fahmina sejak tahun 2005.
::- Memfasilitasi pendirian Jaringan Masyarakat Anti ''Trafficking'' (JIMAT) dan mendampingi Satuan Tugas Anti ''Trafficking'' (SANTRI), dua jaringan yang dibentuk atas keprihatinan berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan, anak, dan buruh yang terjadi di Wilayah Cirebon. Jaringan ini terbuka sebagai tindak lanjut dari training yang dilakukan Fahmina sejak tahun 2005.


·    Untuk wilayah Aceh, pada tahun 2007 Fahmina memfasilitasi terbentuknya Forum Masyrakat Anti ''Trafficking'' (FORMAT) Aceh. Secara umum, forum ini bergerak untuk menyosialisasikan dan melakukan pemberdayaan perempuan dengan perspektif gender. Sementara secara khusus, forum ini memberikan layanan konseling terhadap korban kekerasan terutama perempuan dan anak, seperti akibat KDRT dan ''Trafficking'' di Aceh.
::- Untuk wilayah Aceh, pada tahun 2007 Fahmina memfasilitasi terbentuknya Forum Masyrakat Anti ''Trafficking'' (FORMAT) Aceh. Secara umum, forum ini bergerak untuk menyosialisasikan dan melakukan pemberdayaan perempuan dengan perspektif gender. Sementara secara khusus, forum ini memberikan layanan konseling terhadap korban kekerasan terutama perempuan dan anak, seperti akibat KDRT dan ''Trafficking'' di Aceh.


·    Memfasilitasi pendirian Jaringan Kerja untuk Pemantauan dan Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (JAKER PAKB2) di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2007.
::- Memfasilitasi pendirian Jaringan Kerja untuk Pemantauan dan Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (JAKER PAKB2) di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2007.


=== Strategi ===
=== Strategi ===

Menu navigasi