Adil Membaca Perempuan: Review Gagasan Mubâdalah Faqihuddin Abdul Kadir
Info Artikel
Sumber | : | Studi Tafsir |
Penulis | : | Husnul Maab |
Tanggal Publikasi | : | July 12, 2022 |
Artikel Lengkap | : | Adil Membaca Perempuan: Review Gagasan Mubâdalah Faqihuddin Abdul Kadir |
Bagaimana seharusnya membaca perempuan di dalam teks-teks keagamaan yang ada? Pertanyaan ini penting dikemukakan karena adanya anggapan jika perempuan belum juga menemukan haknya secara utuh sebagai perempuan di dalam realitas sosial. Ketidakadilan yang didapatkan oleh perempuan ini kerapkali berlindung dibalik justifikasi kitab suci. Realita semacam ini terbaca oleh sebagian reformis Muslim semacam Amina Wadud, Ashgar Enginer, Fatimah Mernisi dan lainnya, yang mengungkapkan perlunya melakukan re-interpretasi terhadap ayat-ayat yang memiliki titik singgung terhadap relasi gender dalam Al-Qur`an.
Menurut Wadud, penafsiran Al-Qur`an itu tidak boleh stagnan, ia harus tetap dilanjutkan dikarenakan manifestasi petunjuk Al-Qur`an tidak hanya terletak pada aspek penafsiran tersebut, akan tetapi lebih dari itu kontinuitas penafsiran merupakan satu-satunya cara untuk membuat Islam tetap hidup (the lived state of Islam).
Upaya-upaya penggalian makna Al-Qur`an pada masa lalu, merupakan satu tindakan untuk menggapai petunjuk itu. Hanya saja, menurut Wadud, jika satu penafsiran itu sudah dianggap sebagai sarana ekslusif (oleh laki-laki) untuk memahami kehendak Tuhan, penafsiran tersebut kerapkali berubah menjadi noda yang menyilaukan. Noda itu akan sangat jelas terlihat jika di dalam satu penafsiran tidak terdapat suara perempuan di dalamnya. Wadud menyatakan, bahwa tafsir-tafsir kelasik itu sangat sangat men oriented dan sangat tidak menguntungkan bagi perempuan. Berpijak dari sini ia pun menggagas sebuah upaya memahami Al-Qur`an dengan perspektif perempuan.