UNICEF Puji Sikap Ulama Perempuan Indonesia

Dari Kupipedia
Revisi per 31 Agustus 2021 06.58 oleh Agus Munawir (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi ''''Usia minimum Perkawinan Anak Perempuan Harus Dinaikkan''' Perjuangan untuk melindungi anak dari jerat pernikahan dini semakin kukuh. Setelah Kongres Ulama Perempua...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Usia minimum Perkawinan Anak Perempuan Harus Dinaikkan

Perjuangan untuk melindungi anak dari jerat pernikahan dini semakin kukuh. Setelah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) menyepakati agar usia pernikahan bagi perempuan dinaikkan, Unicef juga mendukung keputusan tersebut.

Kepala Perwakilan Unicef Indonesia Gunilla Olsson menyampaikan, dukungan dari pemuka agama itu sangat penting untuk mencapai target penghentian perkawinan usia anak di Indonesia. ''Unicef menyambut undangan untuk membahas hal ini lebih lanjut. Ketika seorang anak perempuan diberdayakan, semua orang memperoleh manfaatnya,'' ungkapnya.

Sebagaimana diberitakan, salah satu keputusan kongres KUPI di Cirebon yang berakhir dua hari lalu adalah mendesak perubahan Undang-Undang Perkawinan 1974 soal batas minimal pernikahan anak perempuan. Para ulama perempuan Indonesia sepakat bahwa usia minimal seorang perempuan boleh menikah adalah 18 tahun, bukan 16 tahun sebagaimana yang tertera di dalam Undang-Undang Perkawinan. Sebab, perempuan berumur 16 tahun masih sangat riskan untuk menikah.

Menurut Gunilla, pernikahan usia anak memang sangat berisiko. Terlebih bagi anak perempuan di bawah usia 18 tahun. Mereka terancam masalah kesehatan karena kehamilan dini.

Belum lagi, lanjut dia, sebagian besar di antara mereka harus putus sekolah. Padahal, esensinya, anak perempuan yang sehat dan berpendidikan merupakan dasar untuk mencapai masyarakat makmur.

''Pengantin anak memiliki kecenderungan tidak menyelesaikan pendidikan menengah enam kali lebih besar jika dibandingkan dengan mereka yang menikah pada usia matang. Itu tentu akan membatasi peluang karir,'' ujarnya.

Gunilla menuturkan, ada beberapa cara untuk mengakhiri pernikahan usia anak ini. Di antaranya, memastikan anak perempuan bisa menyelesaikan pendidikan 12 tahun dan reformasi legal. Menurut dia, Undang-Undang Perkawinan 1974 mendesak untuk direvisi. Sebab, isinya bertentangan dengan UU Perlindungan Anak 2002.

Dalam UU Perkawinan ditentukan, batas usia minimal pernikahan adalah 21 tahun. Namun, dengan izin orang tua, anak lelaki diperbolehkan menikah pada usia 19 tahun, sedangkan anak perempuan dapat menikah pada umur 16 tahun. Aturan tersebut kontradiktif dengan UU Perlindungan Anak yang melarang perkawinan di bawah usia 18 tahun.

''Di akhir kongres, menteri agama menuturkan akan membawa masalah itu ke pemerintah. Ini merupakan konfirmasi bahwa Indonesia memimpin implementasi agenda 2030,'' ujarnya.

Pernikahan usia anak di Indonesia saat ini sudah sangat memprihatinkan. Rata-rata lebih dari 3.500 anak perempuan dinikahkan setiap hari. Badan Pusat Statistik (BPS) pun mencatat, ada 1.348.886 anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun pada 2012. Di antara jumlah tersebut, 292.663 anak perempuan menikah sebelum usia 16 tahun dan 110.198 sebelum usia 15 tahun.

Indonesia berkomitmen mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) pada 2030. Salah satu targetnya adalah SDG 5.3 untuk menghapus semua praktik yang riskan bagi anak perempuan dan perempuan dewasa, termasuk perkawinan usia anak. Indonesia akan mempresentasikan kemajuan SDGs itu dalam Forum Tingkat Tinggi PBB 2017 di New York pada Juli mendatang. (mia/c5)



Jawa Pos, 29 April 2017

Sumber: Koran Harian Jawa Pos, 29 April 2017