Halaqah Paralel: Perbedaan revisi

7.160 bita ditambahkan ,  15 Juni 2023 06.46
tidak ada ringkasan suntingan
Baris 78: Baris 78:
- Tafsir agama banyak dipersoalkan, mayoritas kitab fiqih menyatakan boleh mengawinkan anak laki-laki atau perempuan walau filmahdi (di ayunan ibu) , oleh sebab itu cara pandang yang ke fikih-fikihan harus diubah. [] '''(ZA)'''
- Tafsir agama banyak dipersoalkan, mayoritas kitab fiqih menyatakan boleh mengawinkan anak laki-laki atau perempuan walau filmahdi (di ayunan ibu) , oleh sebab itu cara pandang yang ke fikih-fikihan harus diubah. [] '''(ZA)'''


== Pra Musyawarah Keagamaan tentang Perlindungan Jiwa Perempuan dari Bahaya Kehamilan akibat Perkosaan ==
== '''Pra Musyawarah Keagamaan tentang Perlindungan Jiwa Perempuan dari Bahaya Kehamilan akibat Perkosaan''' ==
Deskripsi......
Deskripsi......


== Pra Musyawarah Keagamaan tentang Perlindungan Perempuan dari Bahaya Pemotongan dan Pelukaan Genetalia Perempuan Tanpa Alasan Medis ==
== '''Pra Musyawarah Keagamaan tentang Perlindungan Perempuan dari Bahaya Pemotongan dan Pelukaan Genetalia Perempuan Tanpa Alasan Medis''' ==
Deskripsi......
Deskripsi......


Baris 182: Baris 182:
Narasumber berikutnya adalah Sarjoko yang menceritakan pengalamannya dalam melakukan dakwah di media sosial. Beberapa poin yang diangkat oleh narasumber. Pertama, dalam mengoptimalisasi media sangat penting untuk membangun pengikut organik. Melalui pengikut yang organik, maka akun juga dapat membuat engagement yang lebih kuat. Meningkatkan pengikut tersebut dipengaruhi oleh konsistensi dalam membuat konten. Kedua, dalam kampanye gerakan perempuan juga dibutuhkan perspektif laki-laki yang peduli terhadap itu tersebut, sehingga keterlibatan laki-laki menjadi penting untuk menarik minat laki-laki lainnya. Ketiga, perjuangan [[Keadilan Hakiki]] sangat penting untuk disampaikan pada perempuan maupun laki-laki. [] '''(ZA)'''
Narasumber berikutnya adalah Sarjoko yang menceritakan pengalamannya dalam melakukan dakwah di media sosial. Beberapa poin yang diangkat oleh narasumber. Pertama, dalam mengoptimalisasi media sangat penting untuk membangun pengikut organik. Melalui pengikut yang organik, maka akun juga dapat membuat engagement yang lebih kuat. Meningkatkan pengikut tersebut dipengaruhi oleh konsistensi dalam membuat konten. Kedua, dalam kampanye gerakan perempuan juga dibutuhkan perspektif laki-laki yang peduli terhadap itu tersebut, sehingga keterlibatan laki-laki menjadi penting untuk menarik minat laki-laki lainnya. Ketiga, perjuangan [[Keadilan Hakiki]] sangat penting untuk disampaikan pada perempuan maupun laki-laki. [] '''(ZA)'''


== Penguatan Rumusan Paradigma dan Metodologi Fatwa KUPI ==
== '''Penguatan Rumusan Paradigma dan Metodologi Fatwa KUPI''' ==
Deskripsi......
Deskripsi......


Baris 204: Baris 204:
KUPI dengan kekuatan otoritas keagamaannya, pendekatan kultural menembus struktur-struktur pengambilan keputusan. Jaringan KUPI baik di parlemen, pemerintah, akademisi, pesantren, majlis taklim, ormas-ormas keagamaan dan di lembaga masyarakat sipil lainnya sebagai strategi menyuarakan visi-misi KUPI dimanapun jaringan KUPI berada. [] '''(ZA)'''
KUPI dengan kekuatan otoritas keagamaannya, pendekatan kultural menembus struktur-struktur pengambilan keputusan. Jaringan KUPI baik di parlemen, pemerintah, akademisi, pesantren, majlis taklim, ormas-ormas keagamaan dan di lembaga masyarakat sipil lainnya sebagai strategi menyuarakan visi-misi KUPI dimanapun jaringan KUPI berada. [] '''(ZA)'''


== Kepemimpinan Ulama Perempuan dalam Memperkuat Implementasi UU TPKS ==
== Kepemimpinan Perempuan dalam Memperkuat Pemahaman terhadap Implementasi UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ==
Deskripsi......
Dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah disahkan sejak 9 Mei 2022, diundangkan melalui Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 2022. Pengundangan ini disambut baik semua pihak karena kegentingan kasus kekerasan seksual terjadi di segala usia, tempat bahkan tempat yang dianggap aman sekalipun. Demikian halnya pelaku juga ada di segala usia bahkan berlatar belakang sebagai pendidik, tokoh masyarakat, tokoh agama dan salah satunya terjadi di pesantren. Kasus Bechi Jombang dan Herry Wiryawan Kabupaten Bandung merupakan contoh kasus yang terjadi di pesantren menjadi sorotan nasional.
 
Disisi lain, di kalangan pesantren juga sumber pembaharuan terjadi atas dorongan ulama perempuan. Fatwa Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang pertama pada tahun 2017 secara tegas menyatakan pengharaman kekerasan seksual. Fatwa ini mampu membangun kesadaran publik terhadap kasus-kasus kekerasan seksual dan turut berkontribusi dalam pengesahan UU TPKS. Dalam kongres kedua KUPI terus mengusung tema yang relevan dan dibutuhkan yaitu "Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan”.
 
Kongres ini merupakan ruang yang strategis untuk mendorong pemahaman terhadap implementasi UU TPKS. KUPI mengagendakannya dalam Halaqah Khusus kongres dengan memberikan perhatian pada peran Ulama Perempuan untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di ormas keagamaan, lembaga pendidikan formal dan non formal keagamaan. Ruang ini juga disediakan untuk berbagai kalangan, salah satunya perwakilan organisasi masyarakat sipil khususnya organisasi perempuan.
 
Pemahaman terhadap UU TPKS masih sangat penting dilakukan untuk membangun kesadaran publik, kesadaran korban bahkan pelaku. Dibutuhkan juga upaya memperkuat kesadaran dalam menterjemahkan mandat keberpihakan pada korban dari UU TPKS dari kalangan aparat penegak hukum dan pemerintah yang mempunyai tanggung jawab sebagai penyedia layanan dalam Unit Pelayanan Terpadu.
 
Dalam diskusi tematik terkait dengan Kepemimpinan Perempuan dalam Memperkuat Pemahaman terhadap Implementasi UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sangat dinamis dan aktif. Masing-masing narasumber memaparkan sejumlah materinya. Sri Nurherwati-Yayasan Sukma dan Anggota Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual misalnya, berliau memaparkan terkait dengan gambaran dari UU TPKS yang mencakup: pencegahan, penanganan, perlindungan, pemulihan korban kekerasan seksual (KS), rehabilitasi pelaku, dan bagaimana mewujudkan lingkungan tanpa KS dan ketidak berulangan. Nurher juga menjelaskan terkait dengan aturan turunan dari UU tersebut. Pemaparan sangat mendalam terkait dengan isi dari UU TPKS dan bagaimana peran serta masyarakat termasuk ulama perempuan dalam mengimplementasikannya.
 
Misiyah Direktur Institut KAPAL Perempuan menyambung pemaparan terkait dengan peran serta masyarakat dalam upaya mencegah maupun menangani korban KS sebagaimana tertera dalam UU TPKS. Ibu Misi memaparkan dengan detail terkait peran serta masyarakat, termasuk kepemimpinan perempuan dan ulama perempuan. Menurutnya kepemimpinan perempuan mempunyai kemampuan dalam menginisiasi, menggerakan sehingga terjadinya sebuah perubahan secara kolektif menuju keadilan gender dan inklusi. Lebih lanjut mengatakan bahwa kepemimpinan perempuan membutuhkan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan dan KUPI sangat strategis. Menurutnya kepemimpinan perempuan bukan terjadi secara alamiah, namun diupayakan dengan membangun kesadaran kritis, komitmen dan keberanian. Ibu Misi juga menceritakan pengalaman mendampingi korban menjadi penyintas yang sangat inspiratif.
 
Narasumber berikutnya AKBP Rita Wulandari Wibowo, S.I.K., M.H., Kasubbagsumda Sespusinafis Bareskrim Polri menjelaskan terkait dengan peran kepolisian dalam proses hukum implementasi dari UU TPKS. Menurutnya, terdapat mekanisme penanganan kasus KS melalui layanan terpadu. Penyelenggaraan pelayanan terpadu  terintegrasi, multi aspek, lintas fungsi dan sektor bagi Korban, Keluarga Korban dan atau  Saksi tindak pidana KS sebagaimana dalam pasal 1 angka 13. Lebih lanjut AKB Rita mengatakan bahwa mitra kerja kepolisian adalah para pendamping. Pendamping adalah orang yang dipercaya dan memiliki kompetensi mendampingi Korban dalam mengakses hak atas penanganan, perlindungan, dan  pemulihan sebagaimana dalam pasal 1 angka 14.
 
Pendamping Korban meliputi: petugas LPSK; petugas UPTD PPA; tenaga kesehatan; psikolog; pekerja sosial; tenaga kesejahteraan sosial; psikiater; Pendamping hukum, meliputi advokat dan paralegal; petugas Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat; dan Pendamping lain  (Pasal 26 UU TPKS). UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan & Anak) adalah unit pelaksana teknis operasional pada satuan kerja yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, yang berfungsi sebagai penyelenggara pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, diskriminasi, dan masalah lainnya (Pasal 1 angka 11). AKB Rita menyampaikan juga terkait dengan siapa saja yang bisa menjadi pendamping, bagaimana posisi keterangan saksi dalam persidangan KS, dan bagaimana mekanisme pelaporannya ke kepolisian ketika terjadi kasus KS. Pelaporan bisa dilakukan oleh korban atau orang yang mengetahui kejadian tersebut.
 
Narasumber berikutnya adalah Dra. Retno Sudewi selaku kepala UPTD Jawa Tengah turut menguatkan peran UPTD dalam implementasi UU TPKS. Ibu Retno memulai memaparkan kasus KS di Jawa Tengah yang menempati rangking ke-4 data nasional symphony KPPPA. Dan kasus terbanyak adalah KS pada anak. Data kasus ini baru yang dilaporkan, dan Ibu Retno mengakui bahwa masih banyak yang tidak terlaporkan. Pemerintah Jawa Tengah telah membentuk UPTD sebagai respon atas berbagai kasus kekerasan termasuk KS. Jawa Tengah sendiri adalah daerah pertama yang telah mempunyai UPTD dan telah mempunyai Peraturan Daerah No 4 Tahun 2022 tentang Perlindungan Perempuan dan anak. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sudah melakukan sosialisasi UU TPKS ke semua instansi. Sebagai upaya preventif sosialisasi juga dilakukan dinas PPPA Jawa Tengah mulai ranah keluarga, lembaga pendidikan termasuk pesantren.  
 
Narasumber terakhir adalah Nyai Muyassaroh Hanifah dari Pondok Pesantren Al Ihya Ulumaddin Cilacap. Ibu Muyas menyampaikan terkait dengan pelayanan terpadu yang ia gagas di pesantren. Sebagaimana filosofi pesantren sebagai lembaga pelayan masyarakat (khadimul ummah), karena  itu pelayanan terpadu di pesantren Bu Nyai Muyas bagian dari melayani umat dalam mendengar dan merespon persoalan umat. Balai An Nisa, tempat pelayanan terpadu korban yang dikelola Bu Nyai Muyas bersama dengan ibu-ibu yang ada di sekitar pesantren. Bapalai Perempuan An-Nisa bahkan membantu menyekolahkan anak-anak korban kekerasan seksual melanjutkan pendidikan di pesantren Al Ihya Ulumaddin, dengan menyembunyikan identitasnya bahwa ia adalah korban. Muyas mengakui bahwa Layanan terpadu memang belum maksimal sesuai dengan RUU TPKS. [] '''(ZA)'''


== Keluarga Muslim Indonesia dalam Perspektif KUPI ==
== '''Keluarga Muslim Indonesia dalam Perspektif KUPI''' ==
Deskripsi......
Deskripsi......


Baris 362: Baris 380:
Merujuk definisi tersebut, psga yang merupakan lembaga yang memiliki otoritas dalam pengembangan pengetahuan yang berperspektif gender dan inklusi sosial. Dan, melalui otoritasnya, psga memiliki peranan penting dalam mewujudkan perguruan tinggi responsif gender. Dengan peran tri dharma yang diemban, PSGA merupakan bagian dalam gerakan keulamaan perempuan yang bergerak di institusi pendidikan.
Merujuk definisi tersebut, psga yang merupakan lembaga yang memiliki otoritas dalam pengembangan pengetahuan yang berperspektif gender dan inklusi sosial. Dan, melalui otoritasnya, psga memiliki peranan penting dalam mewujudkan perguruan tinggi responsif gender. Dengan peran tri dharma yang diemban, PSGA merupakan bagian dalam gerakan keulamaan perempuan yang bergerak di institusi pendidikan.


Napas panjang psga, berbeda dari gerakan masyarakat sipil yang terorganisir dalam sebuah lembaga kemasyarakatan atau NGO—yang saat ini masih sangat tergantung pada dana hibah program, menurut alimatul qibtiyah (komisioner komnas perempuan & akademisi di uin sunan kalijaga) aktivisme psga yang berada di lingkungan ptkin terbilang cukup stabil dan memiliki nafas yang panjang. Karena secara finansial anggota psga merupakan pegawai negeri sipil yang memiliki gaji bulanan. Pun dengan aktivitas yang dikelola oleh psga mendapat dukungan dari anggaran pemerintah melalui perguruan tinggi.
Napas panjang psga, berbeda dari gerakan masyarakat sipil yang terorganisir dalam sebuah lembaga kemasyarakatan atau NGO—yang saat ini masih sangat tergantung pada dana hibah program, menurut [[Alimatul Qibtiyah|alimatul qibtiyah]] (komisioner komnas perempuan & akademisi di uin sunan kalijaga) aktivisme psga yang berada di lingkungan ptkin terbilang cukup stabil dan memiliki nafas yang panjang. Karena secara finansial anggota psga merupakan pegawai negeri sipil yang memiliki gaji bulanan. Pun dengan aktivitas yang dikelola oleh psga mendapat dukungan dari anggaran pemerintah melalui perguruan tinggi.


Sementara tantangannya adalah kemampuan individu pengelola psga untuk terus berinovasi.  Sebab, meski peran psga di atas kertas strategis dan signifikan dalam pengarusutamaan gender di lingkungan perguruan tinggi, tetapi tidak jarang anggaran yang diberikan dalam masih sangat terbatas. Hal ini disampaikan oleh khasan ubaidillah (ketua psga uin raden mas said surakarta).
Sementara tantangannya adalah kemampuan individu pengelola psga untuk terus berinovasi.  Sebab, meski peran psga di atas kertas strategis dan signifikan dalam pengarusutamaan gender di lingkungan perguruan tinggi, tetapi tidak jarang anggaran yang diberikan dalam masih sangat terbatas. Hal ini disampaikan oleh khasan ubaidillah (ketua psga uin raden mas said surakarta).