Ida Nurhalida

Nyai Hj. Neng Ida Nurhalida lahir di Cipasung, Tasikmalaya pada 14 Juni 1964. Ia adalah seorang ulama perempuan, saintis, penyair, penulis, pakar pendidikan, dan ahli manajemen dari Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya.

Hj. Neng Ida Nurhalida
LogKupipedia (1).png
Tempat, Tgl. LahirCipasung, 14 Juni 1964
Aktivitas Utama
  • . . .
  • . . .
Karya Utama
  • Kumpulan Puisi Solo berjudul Noktah diterbitkan oleh Penerbit Situseni pada tahun 2020
  • Antologi Puisi Religiusitas Sonian Tasik oleh penerbit KPPJB pada tahun 2021
  • Dunia pendidikan dalam perspektif guru, antologi opini pendidikan dari penerbit Yayasan KPPJB pada tahun 2020
  • Riset: Metode Pembelajaran untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa MA melalui Pengembangan Keterampilan Bertanya Guru
  • Riset: Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Kimia Pokok Bahasan Struktur Atom Melalui Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada siswa kelas X2 MAN Cipasung
  • Penulis lirik lagu

Ia terlibat sebagai pengamat pada penyelenggaraan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) tahun 2017 yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Jambu al-Islamy, Babakan, Ciwaringin, Cirebon. Pada penyelenggaraan KUPI II tahun 2022, ia terlibat sebagai peserta pada Halaqoh Pra KUPI 2 dalam forum Metodologi Fatwa KUPI untuk Isu Pemotongan dan Pelukaan Genetalia Perempuan (P2GP) dan Perlindungan Jiwa Akibat Perkosaan. Selain itu, beliau juga terlibat dalam Halaqoh terbatas Tim Perumus Musyawarah Keagamaan dan Penyusunan Kerangka Metodologi Fatwa KUPI 2 di Bogor. Di Pondok Pesantren Hasyim Asyari Jepara, tempat KUPI II dilaksanakan, ia menjadi pembicara di Halaqoh bertema lingkungan.

Riwayat Hidup

Sejak kecil Neng Ida tinggal di lingkungan Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya. Kakeknya, Alm. KH. Ruhiyat mendirikan Pondok Pesantren Cipasung ketika berusia 20 tahun, tepatnya pada tahun 1931. Setelah kakeknya meninggal dunia (1977), tonggak kepemimpinan Pondok Pesantren Cipasung jatuh pada ayahnya, KH. Mohammad Ilyas Ruhiyat. KH. Moh Ilyas Ruhiyat tidak jauh cerdas dari ayahnya. Pada umur 15 tahun, beliau telah dipercaya untuk mengajar santri yang usianya jauh lebih besar darinya. Beliau juga dikenal sebagai Rois ‘Am PBNU pada tahun 1992-1999. Kata Ida, Pondok Pesantren Cipasung adalah pondok pesantren yang telah memiliki perspektif adil gender sejak lama. “Dulu, kakek saya punya santri seorang perempuan. Namanya …. Ia pintar ngaji. Sama kakek saya disuruh ngajar. Jadi perempuan ngajar laki-laki sudah dari jaman dulu ada di Cipasung, sudah sejak tahun 40an, 50an.”

Riwayat keluarga dari ibu Hj Dedeh. (perlu dilengkapi)

Neng Ida menempuh pendidikan formal di Madsarah Ibtidaiyah Cipasung, lalu melanjutkan sekolah di SMP Islam Cipasung. Jenjang SMA, ia ambil di SMA Islam Cipasung. Di SMA, ia mengambil jurusan IPA. Kecintaanya pada Ilmu Kimia membuatnya mengambil Jurusan Pendidikan Kimia di IKIP Bandung. “Saya suka kimia karena kimia itu ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Benda-benda yang ada disekitar kita itu semuaya zat kimia. Selain itu, orang tua juga nggak membatasi harus ambil jurusan agama. Intinya sih saya juga merasa tertantang untuk ambil jurusan Kimia.” Paparnya.   Pada tahun 1998, ia pun melanjutkan Pendidikan Magister Kimia di UPI Bandung melalui Program Beasiswa Kementerian Agama (Kemenag).

Orang tua, Kakek dan Neneknya adalah sumber teladan dan inspirasi bagi Neng Ida. Mereka adalah orang-orang yang mengabdikan seluruh hidupnnya untuk pendidikan. Neng Ida kecil adalah saksi bagaimana kakek, nenek dan orang tuanya mendedikasikan waktunya untuk pendidikan. “Ibu saya kan guru. Siang ngajar di sekolah. Sore sampai malam ngajar santri. Nenek saya juga begitu. Jadi otomatis kita terpola.” Oleh karenanya, ia sangat mencintai dan menikmati peran sebagai pendidik. Saat ini, beliau menjabat sebagai Kepala Sekolah MAN 2 Tasikmalaya. Peran ini sangat ia nikmati karena sebagai pengambil kebijakan, ia mempunyai kewenangan untuk menerapkan apa yang ia inginkan, apa yang ia anggap baik untuk membangun keadilan bagi siswa dan siswi. “Untuk fasilitas di sekolah juga harus ada keberpihakan. Seperti jumlah kamar mandi untuk perempuan itu harus lebih banyak. Itu hal-hal sederhana. Kalau yang nggak tahu ya ngapain. Tapi di situ kan ada kepentingan yang harus dibela.” Jelasnya. Di lembaga pendidikan yang ia pimpin, ia memberikan peluang yang sama kepada siswa dan siswinya. Para siswa perempuan pun bisa menjadi pemimpin, ketua OSIS, ketua MPK, dan lainnya. “Yang saya tanamkan kepada mereka adalah tentang kemandirian dan kepercayaan diri.”  

Selain aktivitas mengajar yang Neng Ida lihat dari keseharian orang tuanya, ia pun menyaksikan bagaimana orang tuanya begitu mencintai ilmu pengetahuan. Ayahnya yang lulusan sekolah rakyat memiliki semangat belajar secara mandiri yang tinggi. “Jadi beliau selalu mutolaah, belajar, membaca, dan informasi-informasi tidak pernah ketinggalan.” Papar Ida, saat mengenang Ayahnya. Di rumah, ada banyak sekali koran dan majalah. Jadi Ida dan saudara-saudaranya sudah terbiasa dengan koran, majalah, dan buku. Kita semua membaca. “Nggak pernah ibu saya dan bapak saya nyuruh-nyuruh untuk baca. Nggak pernah.” Tegasnya.

Tokoh dan Keulamaan Perempuan

Praktik adil gender dan praktik mubadalah telah ia lihat dari kehidupan orang tuanya. Hal ini menjadi inspirasi dan teladan baginya. Sehingga dengan kemampuan dan previlegenya Neng Ida aktif menjabat sebagai ketua di berbagai lembaga sejak muda. Pada tahun 2002-2015, ia adalah ketua Fatayat tingkat cabang Tasikmalaya sekaligus menjadi ketua Fatayat tingkat Wilayah Tasikmalaya. Di organisasi Muslimat menjadi wakil sekretaris. Tapi saat ini ia menjabat sebagai bendahara. Neng Ida merupakan pengasuh pondok pesantren Cipasung. Perannya sebagai Pembina santri asrama putra dan putri. Tidak hanya itu, ia juga mejabat sebagai Pembina Majelis Taklim di Ponpes Cipasung, aktif di MUI Kabupaten Tasikmalaya sebagai Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Keluarga (P3AK), ketua kelompok kerja kepala madrasah, wakil ketua persatuan guru madrasah, dan ketua himpunan pegiat adiwiyata Indonesia Kab Tasikmalaya.

Tanpa menyebut istilah gender dan mubadalah, Neng Ida mengedukasi masyarakat melalui majelis taklim untuk memberikan kesempatan yang sama kepada anak laki-laki dan perempuan. Juga memberikan pemahaman dan kepercayaan diri bahwa menjadi ibu rumah tangga itu memberikan peran yang luar biasa di rumah. “Bayangin saja kalau semua hal yang kita kerjakan harus dinilai dengan uang, berapa banyak uang yang harus dikeluarkan oleh suami?” jelasnya.

Karena ceramah Neng Ida di linkungan masyarakat, saat ini angka partisipasi masyarakat untuk menyekolahkan anaknya sampai kuliah sudah lumayan tinggi. Di sekolah tinggi tekonologi yang ia bangun bersama suaminya, banyak mahasiswa yang berasal dari masyarakat Tasikmalaya.

Dalam memberikan ceramah kepada masyarakat, ia pun kerap menghadapi tantangan seperti adanya para kyai yang menyampaikan materi yang masih bias gender, pandangan masyarakat yang tidak menghargai perempuan atau menyalahkan perempuan ketika terjadi perceraian, dan pemberian label negative kepada janda. Meskipun begitu, ia berusaha untuk memutus mata rantai patriarki melalui generasi muda, melalui siswa dan siswinya di lembaga pendidikan. “Persinggungan saya dengan Rahima, Puan Amal Hayati, Fahmina, KUPI itu semakin menguatkan tekad, saya berjihad di sini untuk membantu perempuan melalui anak-anak, melalui siswa siswi. Agar yang laki-laki tidak jadi pelaku dan yang perempuan tidak jadi korban.”

Prestasi dan Penghargaan

  • Penerima Penghargaan Satyalencana Karya Setia dari Presiden RI pada tahun 2016
  • Penerima pengharaan Madrasah Adiwiyata Tk. Provinsi pada tahun 2020
  • Penerima penghargaan Parasamya Susastera Nugraha, Penulis Terbaik yang memenuhi tantagan menulis buku dan menerbitkannya dalam rentang Januari-Juni 2020 dari Yayasan Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat pada tahun 2020
  • Penerima penghargaan Parasamya Suratma Nugraha  sebagai pegiat literasi yang menggerakka kegiatan literasi di MAN 2 Tasikamalaya melalui pendampingan siswa dalam penulisan buku dari Yayasan Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat pada tahun 2021
  • Juara 1 lomba kepala MA berprestasi Tk. Jawa Barat pada tahun 2018
  • Juara 3 lomba kepala berprestasi tk Jawa Barat (Madrasah Award Jabar) pada tahun 2021

Karya-Karya

  • Kumpulan Puisi Solo berjudul Noktah diterbitkan oleh Penerbit Situseni pada tahun 2020
  • Antologi Puisi Religiusitas Sonian Tasik oleh penerbit KPPJB pada tahun 2021
  • Dunia pendidikan dalam perspektif guru, antologi opini pendidikan dari penerbit Yayasan KPPJB pada tahun 2020
  • Riset: Metode Pembelajaran untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa MA melalui Pengembangan Keterampilan Bertanya Guru
  • Riset: Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Kimia Pokok Bahasan Struktur Atom Melalui Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada siswa kelas X2 MAN Cipasung
  • Penulis lirik lagu
    • Aku dan Lelaki (tentang kesalingan)
    • Perahu Ilmu (tentang NU)
    • Pilar Negeri (Tentang Muslimat NU)
    • Puspa Bangsa (Tentang Fatayat NU)
    • Pemilik Masa Depan (tentang IPPNU)
    • Lagu untuk Rahima
    • Lagu untuk KUPI


Penulis : Laelatul Badriyah
Editor :
Reviewer :