Rekomendasi Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) Ke-2
Revisi per 1 Oktober 2023 14.58 oleh Agus Munawir (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi 'REKOMENDASI KONGRES ULAMA PEREMPUAN INDONESIA (KUPI) Ke-2 Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri...')
REKOMENDASI
KONGRES ULAMA PEREMPUAN INDONESIA (KUPI) Ke-2
Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara pada 24-26 November 2022 menyampaikan rekomendasi sebagai berikut:
1. | Bahwa rekognisi eksistensi ulama perempuan telah diterima di kalangan masyarakat, pesantren, perguruan tinggi, pemerintahan, media, dan kalangan dunia internasional. Oleh karena itu: | |
a. | Negara harus menjadikan KUPI sebagai mitra kerja strategis dalam perumusan kebijakan dan pengelolaan isu-isu strategis bangsa, mulai dari tingkat pusat, daerah, hingga desa/kelurahan. | |
b. | Masyarakat sipil perlu menjadikan Jaringan KUPI sebagai mitra strategis dalam membangun gerakan sosial untuk peradaban yang berkeadilan. | |
c. | Jaringan KUPI perlu diperkuat, baik kapasitas, akses, maupun sumber daya, dalam membangun peradaban yang berkeadilan untuk seluruh umat manusia. | |
2. | Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk perkosaan, menyebabkan perempuan tersudut oleh kehamilan, stigma, dan diskriminasi. Oleh karena itu: | |
a. | Negara harus mengubah dan menyelaraskan regulasi agar berpihak pada keselamatan dan perlindungan jiwa perempuan dan mengimplementasikannya secara konsisten. | |
b. | Negara harus mempercepat penyusunan dan implementasi berbagai kebijakan yang terkait kelompok rentan kekerasan, terutama peraturan pelaksanaan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. | |
c. | Masyarakat sipil perlu terlibat secara kritis dalam pengawasan pelaksanaan kebijakan negara, melakukan edukasi masyarakat, dan pendampingan pada korban. | |
d. | Jaringan KUPI perlu mengakselerasi gerakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dengan perspektif pengalaman perempuan dalam pandangan keagamaan. | |
3. | Sampah bukan semata urusan perempuan, tetapi tangung jawab semua pihak. Demi keberlangsungan lingkungan hidup dan kelestarian alam, maka: | |
a. | Negara harus memperlakukan sampah sebagai isu penting dan genting, dengan cara merumuskan kebijakan pengelolaan sampah yang partisipatif, melibatkan pelaku usaha, konsumen, dan struktur negara hingga ke desa. | |
b. | Masyarakat sipil perlu mengambil peran strategis dalam gerakan penanggulangan sampah, mulai dari hulu hingga hilir. | |
c. | ||
d. |
3.