Konsep Maslahat dalam Penyusunan Aturan Perundangan di Indonesia Studi Komparasi antara Al-Ghazali, al-Syatibi dan KUPI

Dari Kupipedia
Revisi per 3 Oktober 2023 05.31 oleh Agus Munawir (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Penulis: Mayadina Rohmi Musfiroh, Alfa Syahriar


Abstract

Maslaha is one of  the important indicator in the formulation of legislation in Islamic law. More than that, maslaha is understood as the spirit that animates the rule of law produced by institutions that have the authority of legal legislation. Meanwhile, the concept of maslaha developed by Islamic law experts is different from each other even though it has equation point. The theory of  Maslaha that has been used so far is still considered gender neutral. Even though the current context, the formulation of the law must integrate a gender perspective that provides an equal portion between the benefits of men and women. Without including the perspective of women's experiences, it will result in legal decisions that are biased and unfair to humanity. The purpose of this study is to compare the concept of benefit of Imam Al-Ghazali, Ash-Syatibi, and KUPI. To find the concept of maslaha that is relevant to the current context in Judicial Law Making in Indonesia.This research uses the qualitative research, literature study, comparative-descriptive analysis.

The main finding of this research is the concept of  Maslaha that has been formulated by previous scholars, has not integrated the experience of women as active subjects. KUPI complements the boundaries of benefit that have been compiled by previous scholars by including affirmative benefits for women. However, the integration of women's experiences in formulating maslaha is often contextual rather than universal due to the different situations, conditions, cultures and diverse cultures. This finding implies that parties who have authority in drafting laws in Indonesia need to consider aspects of benefit in judicial law making by including affirmative maslaha for women. Especially related to Islamic family law. Therefore, it is important to revisit the agenda of Islamic law reform in Indonesia to revise various regulations that bring more affirmative maslaha to women and their families.

Keywords: Maslahah, Judicial Law Making, KUPI.


Abstrak

Maslahah merupakan salah satu indikator penting dalam perumusan peraturan perundang-undangan dalam hukum Islam. Lebih dari itu, maslahah dipahami sebagai ruh yang menjiwai aturan perundangan yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga yang memiliki otoritas legislasi hukum. Sementara itu, konsep maslahah yang dikembangkan oleh para ahli hukum Islam berbeda satu sama lain meskipun memiliki titik persamaan. Teori maslahah yang selama ini digunakan masih dianggap netral gender. Padahal dalam konteks saat ini, perumusan undang-undang harus mengintegrasikan perspektif gender yang memberikan porsi yang setara antara manfaat laki-laki dan perempuan. Tanpa memasukkan perspektif pengalaman perempuan, maka akan menghasilkan keputusan hukum yang bias dan tidak adil bagi kemanusiaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan konsep kemaslahatan Imam Al-Ghazali, Ash-Syatibi, dan KUPI serta menemukan konsep maslahah yang relevan dengan konteks kekinian dalam pembentukan Hukum di Indonesia. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, pengambilan data melalui studi literatur, serta analisis data deskriptif komparatif.

Temuan utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsep maslahah yang telah dirumuskan oleh para ulama sebelumnya, belum mengintegrasikan pengalaman perempuan sebagai subjek aktif. KUPI melengkapi batasan kemaslahatan yang telah disusun oleh ulama sebelumnya dengan mencantumkan affirmative benefit bagi perempuan. Namun, pengintegrasian pengalaman perempuan dalam merumuskan maslahah seringkali bersifat kontekstual daripada universal karena perbedaan situasi, kondisi, budaya dan budaya yang beragam. Temuan ini menyiratkan bahwa pihak-pihak yang berwenang dalam merancang undang-undang di Indonesia perlu mempertimbangkan aspek-aspek kemanfaatan dalam pembuatan undang-undang dengan memasukkan maslahah afirmatif bagi perempuan. Terutama terkait dengan hukum keluarga Islam. Oleh karena itu, penting untuk meninjau kembali agenda pembaruan hukum Islam di Indonesia agar merevisi berbagai peraturan yang membawa maslahah yang lebih afirmatif kepada perempuan dan keluarganya.

Kata kunci: Maslahah, Pembuatan Hukum, KUPI.


Baca selengkapnya disini...